"a-apa, putus?"
Ardila mengangguk, matanya saja memandang benci perempuan di hadapannya.
Perempuan itu bernama Zia, orang yang sudah bersama Ardila sejak 1 tahun terakhir.
"kamu gak ada rasa lagi sama aku? kita udah satu tahun—"
"Jijik gue, pergi lo cari yang lain gue denger Laura ngincar lo." Ardila ingin beranjak pergi tapi tangannya di tahan Zia.
"Kamu cemburu? Sumpah Ar aku gak cinta sama dia"
Sekali lagi rasanya Ardila ingin muntah, dia sekarang sangat ilfeel mendengar cinta sesama jenis.
"dan gue juga gak cinta sama lo!" sarkas Ardila, lalu dia benar benar pergi dari hadapan Zia yang mematung.
Zia memandang tangannya yang baru saja di hempaskan oleh Ardila, hatinya sakit saat Ardila berubah dengan sekejap dan meminta putus tanpa alasan yang jelas.
Satu satunya jalan untuk mengetahui kenapa Ardila melakukan ini padanya adalah bertanya pada Ramael, dia pasti tahu karna dia kembarannya.
Tanpa menunggu lama Zia pergi kekelas Ramael.
"Mal!"
"Mal! Mal! Lo kira gue peramal?!"
Zia tidak menggubris ucapan Ramael dia langsung berucap "Tolongin Gue, Ar—Ardila putusin Gue."
Mata Zia mulai berkaca kaca, didalam pikirannya tidak pernah ada Ardila akan memutuskannya, yang dia tahu Ardila sayang padanya.
Mata Ramael membulat sempurna, dia kaget sampai sampai menutup mulutnya tidak percaya.
"lo serius?!"
Zia mengangguk, satu air matanya sudah tetes, hidungnya bahkan sudah memerah.
Ramael tampak berpikir, dia kembali memandang Zia "Gini, gue bakal ngomong sama Ardila pas dirumah, disini keadaannya masih gak memungkinkan, lo bisa sabar? nanti gue kabari secepatnya"
Zia terpaksa mengangguk menyetujui, tidak ada cara lain selain menunggu padahal hatinya ingin sekali tahu alasan apa yang membuat Ardila memutuskannya.
"cuma Lo harapan gue sekarang." Zia menghapus air matanya, dia berjalan lemas kekelasnya.
Ramael terdiam, ada yang tidak beres sama kembarannya.
•
Sekarang Ardila merasa seperti tidak ada beban lagi dihidupnya.
Keputusannya memutuskan hubungan dengan Zia adalah cara yang paling benar.
Semakin hari Kehari Ardila dibuat jijik dengan semuanya yang berbau Lesbi/gay, dia jadi hilang napsu untuk melakukan kegiatan.
Ting!
Ramael
Lo putusin Zia? √√
Ardila
Ya. √√
Ramael
Sumpah, Gak bersyukur
Jadi orang. √√
Ramael
Zia tadi nangis. √√
Ardila
Dsr gak penting. √√
Ramael
Ardila! √√
Ramael
Bejibun yang mau jadiin
Dia pacar. √√
Ardila
Jangan ceramahin
Gue! √√
Ardila
Stop/block. √√
Ramael
Anj. √
Ramael
Pusing gue. √
Ardila mematikan hpnya, baru aja dia merasa tenang sudah ada yang menganggu hari tanpa bebannya.
***
"Nak, ayo turun makan malam sama yang lain." Marvel mengusap pelan pipi Ardila yang sedang tidur.
Perlahan, mata Ardila terbuka dia mengucek matanya terlebih dahulu.
Orang yang pertama dia lihat adalah Taeyong, ibu yang sangat menyayanginya "Mama?"
Marvel mengangguk menampilkan senyum harusnya "cuci muka dulu ya, Mama tunggu dibawah."
Ardila tidak membalas, dia mulai beranjak dari tempat tidur kekamar mandi untuk mencuci muka.
Dan Marvel, dia membereskan tempat tidur Ardila lalu Marvel turun lebih dulu kebawah.
Selesai mencuci muka, Ardila turun kebawah, dibawah sudah ada keluarganya yang berkumpul.
"Kak nanti temenin aku ke minimarket depan, mau beli susu!" David bersuara dengan semangat, pasalnya dia tadi sudah meminta ijin sama papanya yaitu Jacob, dan Jacob mengijinkannya asal pergi dengan Ardila.
Ardila mengangguk "iya, sehabis makan."
Ramael menatap Ardila menyelidik, dia masih ada hutang penjelasan Ardila.
Ardila mengabaikan tatapan yang di berikan saudara kembarnya, beda lagi sama yang lain.
Mereka semua menatap saudara kembar itu bergantian kecuali David, dia sibuk makan.
"kenapa? Ramael kenapa natap adeknya gitu?" walau Ramael dan Ardila kembar tapi Marvel tetap menganggap mereka adik kakak dengan Ramael yang lahir pertama Jadi Ramael juga yang jadi abang buat Ardila.
Mau tak mau Ardila menatap Ramael "tau tuh."
"Dih, tanya aja sama dia Ma, kenapa putusin Zia tanpa alasan gitu, sampai nangis anak orang."
"apa?" Mark buka suara, dia merasa aneh, padahal sebelumnya semuanya baik diantara mereka berdua.
Mark adalah anak pertama dari Jacob dan Marvel.
"lah gak ada yang ngasih tau tadi di sekolah." Samuel menatap Ramael.
Samuel, anak ketiga dari Jacob dan Marvel.
Sedangkan anak kedua adalah Jonathan, dia tidak bersuara, dia tidak terlalu menganggap hal itu penting untuk dibicarakannya.
"Ardila?" Marvel menatap Ardila "kenapa? Zia baik padahal."
"gak ada yang salah sama dia, akunya aja yang bosen pacaran."
" bosan tapi nyakitin hati orang Ardila."
"Mama, dari pada aku paksa itu juga gabaik."
Menghela napas, anak ke 4 nya ini memang batu sana pikirannya.
"makan, urusan kamu bisa dibicarain lain waktu." ucap Jacob tegas, yang dari tadi hanya menyimak, dia tidak terlalu mengurusi masalah percintaan anak anaknya.
Semuanya tidak berani lagi bersuara membicarakan masalah tadi, dan mereka semua hanya fokus untuk makan.
Selesai makan, David terus memaksa Ardila untuk segera menemaninya ke minimarket.
Mau tak mau Ardila tidak bisa bersantai lebih dulu, dia menurut saat David menarik nariknya.
"sabar David, jangan buru buru belum tutup juga." Ardila menghentikan laju jalan David, jalanan malam ini ramai dilalui kenderaan.
"iya gak tutup, tapi nanti susunya yang habis diambil orang!"
Ardila menggelengkan kepalanya "itu susu belum punah juga."
David dibuat kesal "Ihh! Kak—"
"Ar?"
Pergerakan kakak adik itu terhenti saat orang yang berjalan berlawanan arah dengan mereka memanggil Ardila.
"Brian?"
Brian mengangguk "ini gue, udah lama gak ketemu kebetulan kita papasan."
"kak?" David melihat Brian bingung.
"eh ini David?" Brian tidak menyadari anak kecil yang disamping Ardila.
"iya, udah gede dia."
"oh ya—"
"kak!! Nanti aja ngobrolnya aku mau cepet cepet beli susu!" tanpa permisi David menarik Ardila sekuat tenaga meninggalkan Brian.
Brian tersenyum tipis, tidak papa yang penting dia tahu Ardila tinggal disekitaran sini.
***
David memborong semua susu, dan dia sekarang sedang menikmati susu kotak itu diruang tamu bersama mamanya yaitu Marvel, dan kakak kakaknya. Mark, Samuel, Ramael dan Ardila yang duduk diruang keluarga.
"bagi!"
"gak!"
Ramael menggeram, menyentuh saja dia tidak bisa padahal beberapa hari lalu dia selalu bisa mengambil sampai 3 kotak.
"awas lo kalo gede gue telantarin" David tidak menggubris dia kembali fokus menonton tv.
"husss! Gak boleh ngomong gitu sama Adek sendiri"
"Ar gimana sama hubungan lo tadi?" Samuel masih penasaran.
"ya putus lah bang, terus apa lagi? Orang udah gak ada apa apa—"
"tapi kamu harus bicarain ini sama Zia dulu, kamu putusin dia sepihak kan?"
"itu terserah Zia aja lagi"
"Ar seb—"
"Gak Gak Gak."
"Ardila, Besok harus ngomong berdua sama Zia omongin baik baik, kamu kira mama bakal tenang saat anak mama sakitin hati orang?"
"ma—"
"Mama gak mau tau Besok harus gak ada masalah lagi."
Ardila mengendus kesal, Marvel juga tidak mau mengalah mana berani dia menolak.
TBC