"Ada yang aneh. Ini bukan jalan yang ku ambil tadi." Faza menatap sekitar pohon yang ia lewati sangat lain dengan pohon yang biasanya ia lihat.
"Ada apa ini? Kenapa suasananya sangat berbeda?"
Faza menghidupkan ponselnya, ketika hidup, dia melihat waktu yang menunjukan malam hari.
Ada yang lain, matanya memicing, "17 Mei 2022? Apa maksudnya?"
Jelas itu aneh. Dan semakin aneh ketika Faza tidak menemukan satu orangpun di sana. Gadis itu mencerna apa yang tengah terjadi padanya.
Tangannya bergoyang memeriksa ponselnya, "Sinyalnya juga jelek." Gumamnya.
Faza menyimpulkan satu hal. Dia bukan gadis bodoh yang tidak mengerti keadaan. Sekarang Faza bukan tersesat, namun hal lain yang masih menjadi kemungkinan. Dia mencoba untuk bertindak biasa saja.
Senyum sendunya muncul, "Ini tidak buruk, disini sunyi lebih dari yang aku inginkan selama ini."
Dia mengedarkan pandangannya. Tidak ada yang berubah kecuali pohon pohon yang lebat dan tinggi, dan keadaannya sangat suram. Sama halnya dengan hidup Faza.
Mungkin benar, tapi apa yang harus ia lakukan di dalam hutan sendirian? Perutnya juga sedikit keroncongan. Awalnya Faza pikir ini baik, karena dia terlepas dari semua hal yang berkaitan dengan orang orang.
Tapi, hari kedua setelah ia kembali ke masa lalu, Faza kelaparan dan kelelahan. Tidak ada kehidupan lain disini, tumbuhan ataupun hewan yang bisa ia makan.
"Aku lapar.."
Faza menghentikan langkahnya, mendudukan tubuhnya di tumpukan daun kering. Kakinya sudah tidak bertenaga, perutnya begitu terasa perih.
Hutan ini benar benar terasa sunyi. Tidak ada suara lain, benar benar hening tanpa ada suara apapun. Tapi, samar samar telinganya menangkap suara suara gemericik yang tak jauh darinya.
Matanya sedikit berbinar, "Sungai?"
Faza bangkit dan berjalan tergesa menuju sumber suara, namun dia tidak mendapatkan petunjuk apapun kecuali suaranya. Semuanya hanya pohon tinggi yang lebat.
"Apa suaranya dari sini?" Faza menatap ragu semak belukar yang tinggi.
Berhenti sejenak, gadis itu berjongkok mencari sesuatu yang bisa ia gunakan. Faza menemukan ranting yang kuat dan panjang yang lurus sehingga bisa ia gunakan.
Dengan segenap tekad, Faza memasuki semak itu menggunakan tongkat itu sebagai penghalau yang di jadikan sebagai pelindung.
Semak itu berduri, berkali kali melukai kulit polosnya. Dan juga tidak berkesudahan. Faza mengeratkan tangannya pada ranting itu dan menghalaunya dengan kuat ketika suara air mengalir semakin kuat.
Sinar yang menyorot membuatnya semakin bersemangat, dalam satu tebasan menggunakan ranting itu, akhirnya Faza keluar dari semak tersebut.
Senyumnya terbit, Faza melemparkan ranting itu sembarangan, matanya menatap pemandangan yang menyegarkan matanya.
Air terjun yang sangat indah ada di depan matanya, sungai mengalir dengan deras, juga pepohonan nampak asri dengan buah buah yang mengkilap.
"Akhirnya.."
Tanpa membuang waktu, Faza mendekati bibir sungai. Dia membasuh wajahnya dengan kedua tangannya. Dingin dan segar menerpa wajahnya, Faza tak segan untuk langsung menegak air sungai yang jernih itu.
"Segar sekali!" ucapnya menatap kesehatan penjuru arah terutama pohon. Perutnya langsung berbunyi seolah meminta di isi.
Faza menatap kupu kupu yang melewati dirinya. Gadis itu mengerjap pelan sambil berfikir. "Aku sangat lapar. Jika mengambil beberapa buah itu, apa tidak apa-apa?"
Kupu kupu itu bergerak mengelilingi tubuhnya, menarik perhatian Faza. Sampai kupu kupu itu bergerak menjauh darinya dan mendekati pohon mangga yang berbuah lebat itu.
"Apa ini hanya pemikiranku atau memang kau menyuruhku mengambilnya?"
"Baiklah, aku akan mengambil beberapa." Putus Faza berjalan melewati sungai itu. Dalamnya hanya sebatas lutut, dan Faza sudah menebaknya.
Sampai di seberang sungai Faza menatap tingginya pohon tersebut. Ragu tiba tiba menyerang, apakah dia bisa menaikinya. Gadis itu menunduk menjadi sesuatu yang bisa ia gunakan, namun tidak ada apapun.
Menghela pendek akhirnya gadis itu menaikkan lengan bajunya sebatas siku dan bersiap memanjat.
"Walau aku tidak pernah memanjat, kupikir tidak ada salahnya mencoba."
Satu kali, Faza gagal. Mencoba lagi, dan tetap gagal. Berulang kali ia coba lagi namun akhirnya tetap gagal, karena selain dirinya tidak ada pengalaman memanjat, pohonnya tidak memiliki cabang yang bisa ia jadikan penyangga.
Faza menyerah, bukannya mendapatkan makanan. Yang ada dirinya kehilangan seluruh tenaganya, gadis itu mendudukkan tubuhnya di tanah menatap air terjun.
Helaan nafas keluar, matanya mengedar mencari sesuatu yang bisa dia makan, setidaknya mengganjal perut. Matanya memicing melihat tanah yang terhalang daun yang merambat itu.
"Itu... Ubi?" Gadis itu bangkit berjalan sedikit dan berjongkok. Hidup di kota membuatnya tidak tahu menahu tentang tanaman atau tumbuhan. Tapi daun ini tidak asing di matanya.
Tangannya terulur, menyentuh daun itu dan mencabutnya. Matanya berbinar melihat gumpalan benda yang berwarna ungu itu. Dugaannya benar, itu pohon ubi. Seperti dalam teori di sekolahnya yang mengatakan bahwa ubi berkembang di tanah.
Faza segala menggali tanah lebih mendalam, mendapati beberapa ubi lagi dengan ukuran yang lebih besar. Gadis itu mengulas senyum.
"Akhirnya.."
Dirasa cukup, Faza mengumpulkan ubi tersebut dan hendak mencuci. Langkahnya terayun mendekati bibir sungai, tapi matanya tak sengaja menatap tumpukan batu yang tak jauh dari tempatnya.
Matanya membulat, spontan tangannya melepaskan ubi di tangannya dan beralih menutup mulutnya yang terbuka saking kagetnya.
"I-itu mayat??"