"Terserah ayah saja, tapi jangan lupakan aku" sahutku dengan rasa yang belum mengerti sepenuhnya
Semenjak obrolan itu gak lama ayah dan wanita itu menikah tanpa aku tau siapa dia dan bagaimana sikapnya terhadapku, karena saat itu aku memang bener-bener belum paham akan hal itu.
Tapi sejauh ini dia baik untuk ayah dan juga padaku, aku yang tak pernah tinggal sama ayah serta ibu sambungku itu jadi tak terlalu dekat sama beliau tapi selama ini dia selalu baik didepanku.
Tapi kalaupun di belakang aku beliau membicarakan ku atau menjelek-jelekkan aku tak mungkin soalnya dia juga tak begitu kenal sama aku, dan satu yang aku pikirkan saat itu ketika aku masih kecil itu adalah uang jajan yang gak pernah terlambat di kirim ke aku agar nenek dari ayah gak terlalu terbebani karena adanya aku dirumah.
Karena tak tega juga lihat nenek yang selalu berusaha memenuhi kebutuhanku setelah ayah menikah meski ayah tak pernah telat ngasih uang jajan buat aku, tapi tetep saja cuma sekedar uang jajan saja kalau yang lainnya neneklah yang memenuhinya.
Ketika suatu hari disekolahkan ada bayaran yang mendadak dan ayah tak bisa di hubungi nenek susah payah nyari duit, padahal nenek saat itu tak ada duit tapi dia bela-belain nyari buat aku untungnya dapat dari anak bungsunya yang dulu suka jagain dan ngurus aku.
"Assalamualaikum nyai, ini umi, boleh gak umi minta tolong?" Nenek menelpon anak bungsunya
"Bantuan apa mi?" Di sebrang telepon menjawab
"Ini, si neng ada bayaran sekolah yang harus dibayar besok juga tapi tadi umi nlpn bapaknya gak aktif" lanjut nenek yang kelihatan gak enak saat ngomong sama sang anak
"Oh iya mi, berapa yang harus dibayar?" Tanya si bibi, samar aku mendengarnya
"Seratus ribu" jawab nenek yang memberi nominal uang yang di butuhkan "kalau ada mau minjem umi kalau gak ada jangan di paksain" lanjut nenek
"Ada mi nanti aku transfer ya mi" kata bibiku yang langsung di tlpn sambil setelah berpamitan kepada nenek