Malam kian larut. Bintang-bintang masih tampak berkerlap-kerlip dan wajah sang rembulan purnama sedikit tertutup awan putih di langit malam yang masih cerah hingga saat ini. Kini, suara-suara jengkerik sudah tidak terdengar lagi di sebuah hutan cemara yang letaknya tak jauh dari kerajaan Tanibar, karena terusik oleh kedatangan prajurit-prajurit berkuda, pemanah, penombak, dan kereta-kereta kuda pembawa pelontar batu dari kerajaan Zanzibar. Raja Edward dan Pangeran Matius ada di belakang barisan prajurit-prajuritnya, sedangkan Hito bersama orang-orangnya dan juga Jimo bersama orang-orangnya berbaris di belakang Pangeran Matius dan Raja Edward.
Obor-obor segera dimatikan saat rombongan itu sudah tiba di hutan cemara tersebut. Setelah itu, beberapa pria suku Mamodu dan Hutlacan menyebar ke beberapa tempat masih di dalam hutan tersebut ada yang memanjat pohon-pohon cemara untuk memanah dan melempar tombak dari atas pohon-pohon tersebut.
Dari kejauhan, tampak pasukan-pasukan Negeri Allemant berjalan mondar-mandir dari satu pos ke pos lainnya. Pos-pos penjagaan tersebut dinding-dindingnya dari batang-batang kayu dan beratap jerami. Di depan setiap pos penjagaan terdapat sebuah tiang yang terdiri dari tiga obor sebagai penerangnya. Selain di dalam kerajaan Tanibar, di luar kerajaan Tanibar juga ada beberapa kamp para pasukan Negeri Allemant di sebelah timur tepat di depan danau Buena.
Beberapa prajurit pemanah dan pasukan yang membawa senapan laras panjang bersangkur juga terlihat berjalan mondar-mandir di atas benteng pertahanan dan beberapa di antara mereka ada yang ngobrol-ngobrol sambil melihat keadaan di sekitar kerajaan. Beberapa meriam sudah tertata rapi berjejer di atas benteng pertahanan dan di bawah benteng pertahanan di depan parit pertahanan.
Dua pasukan Negeri Allemant bersama dua prajurit pemanah lainnya tampak berjaga-jaga di dalam dua menara pengawas yang berada di sudut masing-masing benteng pertahanan. Pada malam yang cukup dingin itu, beberapa pasukan Negeri Allemant dan prajurit berkuda serta prajurit pemanah sedang mengerumuni api unggun di samping menara-menara pengawas di dalam area kerajaan Tanibar. Mereka sedang memanggang daging rusa sambil asyik menenggak minuman anggur. Beberapa pasukan Negeri Allemant juga duduk mengerumuni sebuah api unggun di luar kerajaan Tanibar di depan kamp-kampnya.
Mereka tidak meminum anggur, tapi sedang ngobrol-ngobrol dan bercanda sambil menyeruput kopi hangat dan menyantap daging-daging rusa panggang yang mereka buru tadi siang, sedangkan beberapa pasukan lainnya berjaga-jaga di pos-pos penjagaan di depan kamp-kamp tersebut sambil menenteng senapan laras panjang bersangkurnya masing-masing. Mereka berjaga secara bergiliran. Hingga saat ini, Raja Phillip, Ratu Emillia, dan Putri Olivia masih ditawan di dekat istana kerajaan Tanibar oleh Kapten Pieter.
"Apa sebaiknya kita serang secara bersamaan sekarang juga, Ayah? Semuanya sudah berkumpul di sini!" tanya Pangeran Matius kepada Raja Edward.
"Iya, nak! Sebelumnya, mari kita berdoa dulu!" sahut ayahnya yang masih duduk di atas kudanya.
Pangeran Matius segera memberikan aba-aba untuk berdoa kepada semua prajurit dan orang-orang suku Mamodu serta suku Hutlacan. Setelah itu, beberapa prajurit menyalakan obornya lagi. Prajurit-prajurit pemanah segera mencelupkan anak-anak panahnya ke sebuah wadah berisi cairan zat kimia yang sudah dipersiapkan sebelumnya dan prajurit-prajurit pelontar batu mengguyuri batu-batunya dengan cairan tersebut juga seperti yang mereka lakukan pada pertempuran sebelumnya.
Panah-panah berapi dan batu-batu berapi rencananya hanya diarahkan untuk menjebol tembok-tembok benteng pertahanan dan pintu gerbang serta melumpuhkan prajurit-prajurit kerajaan Tanibar dan pasukan-pasukan Negeri Allemant saja. Setelah Pangeran Matius memberikan aba-aba untuk menyerang, panah-panah dan batu-batu berapi segera dilesatkan dari dalam sebuah hutan cemara persembunyian.
Pria-pria suku Mamodu dan Hutlacan juga ikut membidikkan panah-panah dan tombak-tombak mereka, lalu mereka bersembunyi lagi di balik rerimbunan dedaunan di atas pohon cemara. Satu per satu pasukan dan prajurit kerajaan Tanibar jatuh tersungkur tak bernyawa, baik yang ada di atas benteng, menara-menara pengawas, pos-pos penjagaan, maupun kamp-kamp pasukan di luar kerajaan Tanibar, sedangkan batu-batu berapi menghantam tembok-tembok benteng, pos-pos penjagaan, kamp-kamp pasukan, dan menara-menara pengawas.
Beberapa pasukan Negeri Allemant dan prajurit pemanah kerajaan Tanibar jatuh tergeletak tak bernyawa tertembus panah-panah api. Beberapa prajurit dan pasukan jatuh menimpa api-api unggun yang ada di dalam area kerajaan Tanibar tempat pesta daging rusa dan minuman anggur diselenggarakan. Seorang pasukan Negeri Allemant segera membunyikan lonceng tanda bahaya yang ada di dekat salah satu menara pengawas sambil berteriak-teriak.
Sontak, Kapten Pieter dan Kapten Fritz yang sedang ngobrol-ngobrol di dalam istana sangat kaget. Kedua Kapten itu segera keluar dengan menunggang kudanya masing-masing untuk melihat keadaan di luar kerajaan Tanibar. Peluru-peluru meriam segera dihantamkan ke arah hutan persembunyian prajurit-prajurit kerajaan Zanzibar. Jarak dari hutan persembunyian mereka ke benteng kerajaan Tanibar adalah sekitar 500an meter.
Suku Hutlacan terkenal memiliki keunggulan dalam ketepatan melempar tombak dan suku Mamodu dikenal memiliki keunggulan dalam ketepatan memanah dari jarak yang cukup jauh tersebut. Dua keunggulan itu malam ini berpadu. Pasukan-pasukan Negeri Allemant segera bersembunyi di dalam parit pertahanan kerajaan Tanibar dan parit-parit yang mereka buat dari tumpukan-tumpukan sak berisi tanah, pasir, dan kerikil di beberapa titik di depan kerajaan Tanibar sambil menembakkan senapan-senapan laras panjang bersangkurnya dan meriam-meriam yang sudah mereka persiapkan sebelumnya ke arah hutan persembunyian Raja Edward dan Pangeran Matius.
Batu-batu berapi balasan dari kerajaan Tanibar segera dilontarkan dari pelontar-pelontarnya yang ada di belakang benteng kerajaan Tanibar dan panah-panah berapi juga dilesatkan dari atas benteng kerajaan Tanibar. Setelah mengetahui adanya serangan-serangan yang muncul dari hutan cemara tersebut, pasukan-pasukan berkuda Negeri Allemant, prajurit-prajurit berkuda kerajaan Tanibar yang membawa tombak, tameng, pedang, dan prajurit-prajurit yang hanya membawa pedang, tameng, dan tombak yang semuanya mengenakan topi dan baju besinya segera berlari keluar dari dalam kerajaan Tanibar atas perintah Kapten Pieter dan Kapten Fritz menuju ke hutan persembunyian prajurit-prajurit Zanzibar.
Setelah mengetahui mereka berlari menuju ke hutan cemara persembunyiannya, prajurit-prajurit berkuda kerjaaan Zanzibar yang juga membawa tombak, tameng, pedang, dan prajurit-prajurit yang hanya membawa pedang, tameng, dan tombak yang semuanya juga mengenakan topi dan baju besinya segera berlari keluar dari hutan cemara persembunyiannya untuk bertempur dengan mereka. Pasukan-pasukan Negeri Allemant yang bersembunyi di parit-parit pertahanan juga keluar dengan menenteng senapan-senapan laras panjang bersangkurnya masing-masing sambil sesekali menembak.
Pria-pria suku Mamodu dan Hutlacan juga ikut berlari keluar dari dalam hutan dengan membawa pedang, panah, tombak, pelempar batu, dan sumpit. Saat mereka bertemu dan bertempur di sebuah tanah lapang tandus di depan dan di samping kerajaan Tanibar, panah-panah dan batu-batu berapi masih berterbangan di udara silih berganti yang sesekali disertai suara-suara dentuman meriam dan tembakan-tembakan dari senapan-senapan laras panjang bersangkur. Banyak panah dan batu berapi saling bertabrakan di udara.
Pangeran Matius dan Raja Edward hanya menyaksikan dari atas kudanya masing-masing dari dalam hutan persembunyiannya yang berada di belakang agak jauh dari prajurit-prajurit pemanah dan pelontar batu yang masih menyerang. Suara-suara ringkikan kuda yang jatuh tersungkur bersama penunggangnya, tembakan-tembakan dari senapan-senapan laras panjang bersangkur, teriakan-teriakan prajurit kerajaan Tanibar dan Zanzibar, suara-suara gemerincing adu pedang, dan suara-suara dentuman meriam bercampur aduk jadi satu. Kobaran-kobaran api ada di mana-mana, baik di dalam hutan persembunyian maupun di luar dan di dalam area kerajaan Tanibar.
Semakin lama prajurit-prajurit pemanah kerajaan Zanzibar semakin berkurang jumlahnya dan beberapa pelontar batu kerajaan Zanzibar mengalami kerusakan berat serta tembok-tembok benteng pertahanan kerajaan Tanibar semakin rapuh. Kapten Pieter dan Kapten Fritz memerintahkan kepada prajurit-prajurit kerajaan Tanibar dan pasukan-pasukannya untuk terus melawan.
Akhirnya, Pangeran Matius ikut bertempur setelah ayah angkatnya itu tidak bisa mencegahnya. Raja Phillip, Ratu Emillia, dan Putri Olivia terus berdoa di dalam ruang tahanan mereka masing-masing untuk kemenangan kerajaan Zanzibar. Pertempuran pun terus berlanjut hingga di dekat danau Buena. Saat ini, prajurit-prajurit kerajaan Tanibar dan pasukan-pasukan Negeri Allemant semakin terdesak. Di tepi danau Buena, Kapten Fritz beradu pedang dengan Pangeran Matius yang diakhiri dengan kematian Kapten Fritz dengan kondisi mengapung di atas danau akibat tusukan-tusukan pedang dan dorongan kaki Pangeran Matius. Hito dan Jimo masih berjibaku dengan kapak batu dan tombaknya melawan prajurit-prajurit berpedang dan bertombak kerajaan Tanibar. Pertempuran tersebut berlangsung hingga fajar yang kali ini dimenangkan oleh kerajaan Zanzibar.
Sementara itu di dalam istana kerajaan Tanibar, Kapten Pieter bersama beberapa pasukannya membawa Raja Phillip, Ratu Emillia, dan Putri Olivia dengan kondisi kedua tangan mereka bertiga dirantai menuju ke sebuah kapal perang di pantai Loka untuk dibawa ke Negeri Allemant asal. Namun, Raja Phillip, Ratu Emillia, dan Putri Olivia dapat diselamatkan Pangeran Matius sendiri bersama Hito dan orang-orangnya.
Telah terjadi pertempuran dari atas kapal perang tersebut dan di atas pasir putih pantai Loka saat hari mulai terang. Kapten Pieter dan pasukan-pasukannya berjatuhan tercebur ke laut dari atas kapalnya hingga mati tenggelam setelah dada mereka tertembus beberapa panah yang dibidik oleh Hito dan orang-orangnya di balik pohon-pohon kelapa di sekitar pantai Loka saat kapal tersebut akan berangkat membawa Raja Phillip, Ratu Emillia, dan Putri Olivia. Kini, kerajaan Tanibar sudah direbut kembali oleh kerajaan Zanzibar dan penduduk kerajaan Tanibar pun bersorak-sorai atas kebebasan mereka juga.
Pada suatu hari, Putri Olivia dan Pangeran Matius menikah di kerajaan Tanibar dan acara pernikahan mereka berdua berlangsung meriah sekali. Hito bersama ayahnya dan beberapa orangnya serta Jimo bersama beberapa orangnya dan si nenek pendoa sukunya menghadiri acara pernikahan tersebut. Setelah itu, Putri Olivia tinggal di kerajaan Zanzibar bersama Pangeran Matius untuk menemani ayah angkatnya yang sudah lama hidup seorang diri.