Sebuah rumah muncul di depan hutan yang angker dan penuh misteri. Pepohonan tua dan sulur-sulur tanaman merambat bergerak tanpa henti, seakan menyambut orang yang telah lama dinanti-nantikannya. Bahkan, angin muncul dari dalam hutan dan menerbangkan dedaunan kering yang semakin banyak muncul di jalanan umum depan vila.
Malam yang gelap mengaburkan apa yang dilakukan di seberang vila, tidak ada seorang pun yang menyadari keanehan yang terjadi. Malam semakin dingin berhembus dari kedalaman hutan.
"IGNIS, ZEPHYR, LUNA, LAKUKAN SESUATU!" Terdengar suara teriakan yang memecah kesunyian malam yang gelap.
"Tuan Kecil, memangnya apa yang bisa kami lakukan?" Terdengar jawaban dengan suara yang berapi-api, nadanya juga sangat kuat dan energik. "Kita hanya bisa menerima kenyataan," Lanjutnya dengan suaranya terdengar hangat dan penuh semangat. Yang berbanding terbalik dengan kegelapan sekaligus teriakan ketakutan yang sebelumnya.
"IGNIS!" Terdengar suara pria pertama yang meraung, tidak bisa menerima kenyataan ketika melihat halaman rumahnya berubah.
Yang dipanggil Ignis tidak menyahut dan diam-diam mengangkat sudut mulutnya ketika mengenal hutan yang ada di seberang rumah mereka.
"Tuan Kecil, haruskah kita melaporkan kedatangan kita ke pemilik tanah ini?" Terdengar suara seorang wanita yang muncul di belakang pria yang meraung.
Suasana rumah yang baru muncul mendadak dingin mendengar pertanyaan yang membuatnya tidak mengerti kenapa dia muncul di desa yang tidak dikenalnya sama sekali.
"Apakah kamu harus menanyakannya di saat seperti ini?" Yang dipanggil Tuan Kecil melotot ke arah wanita yang menjadi satu-satunya ada dalam rumah tersebut.
Ketiga orang di belakangnya terdiam.
Sosok pria perak yang berdiri tidak jauh dari ketiga orang yang juga ikut berdiri di belakangnya, terlihat sangat mencolok dan unik dengan aura hitam ditambah dengan kilatan energi yang ganas dan mengancam. Auranya terasa sangat tebal dan berat, menciptakan suasana tegang dan sedikit membuat orang ketakutan di sekitarnya.
"Selidiki, kita ada di mana sekarang," kata pria perak tersebut dan pandangannya dialihkan ke bangunan yang berdekatan dengan gaya arsitektur gothic yang menciptakan tampilan yang misterius sekaligus menawan. "Aku tidak mengerti kenapa kita harus muncul di sini?" gumamnya kebingungan yang tercetak jelas di wajah peraknya. Pupil merahnya berkilat ketika menatap pepohonan tua yang tinggi di seberang dan dia melihat bayangan-bayangan yang bermunculan.
Ketiga orang yang ada dibelakangnya menghilang dalam sekejap mata.
Mata pria perak berkedip-kedip heran. "Sepertinya mataku salah melihat atau apa? Kenapa bayangan-bayangan itu memandangku seperti ingin menelanku?" gumamnya lagi.
Pupil merahnya berfluktuasi ketika merasakan energi panas yang tidak biasa mengelilingi bangunan tempat tinggalnya.
"Siapa kau?" tanya Kalilah waspada terhadap keadaan sekitarnya.
Tiba-tiba bayangan transparan muncul di depan Kalilah dalam keadaan hangus terbakar. Kalilah terkejut melihat fisiknya hitam dan darah mengering mengelilingi sekujur tubuh keduanya.
"Kalilah," panggil kedua bayangan tersebut sambil tersenyum, yang terlihat mengerikan dengan wajah hitam dan darahnya mengering. Rambutnya juga terbakar dan hangus. Jadi, Kalilah tidak tahu jenis kelamin dari keduanya.
"Kalian mengenalku?" tanya Kalilah terkejut mendengar panggilannya. Dia tidak berharap kedua bayangan itu mengenalnya. Pikirannya tenggelam, emosi bawah sadarnya mengenal suara, tapi dia lupa di mana dia pernah mendengarnya.
"Kamu adalah putraku yang spesial, Kalilah," kata bayangan di sebelahnya dengan suara serius dan suaranya terdengar seperti suara seorang pria.
Lagi-lagi Kalilah mengerutkan kening mendengar suara yang terdengar sangat familiar.
Keadaan di sekitar Kalilah semakin memanas, Kalilah bahkan tidak bergerak dari tempatnya berdiri.
"Kalian berdua adalah orang tuaku?" tanya Kalilah kemudian dan tersadar, mengamati kedua bayangan tersebut.
Kedua bayangan itu hanya mengangguk dan suara hangat seorang wanita terdengar, "Kalilah, menjauhlah dari desa ini. Orang-orang yang tinggal di Desa Umbravale ..." Suara itu menghilang disertai dengan suaranya semakin menjauh dan bayangannya pun ikut menghilang, pesan terakhirnya sama sekali tidak didengar karena Kalilah sibuk memikirkan siapa kedua bayangan itu. Bahkan, energi panas yang muncul pun juga berubah dingin seperti sebelum kedatangan bayangan tersebut.
Kalilah berdiri diam dan pikirannya kalut karena tidak memiliki ingatan tentang suara yang baru didengarnya. Dia bahkan tidak tahu kapan kedua bayangan tersebut menghilang.
Tiba-tiba tiga orang yang bersama dengannya sebelumnya muncul dan mengamati Tuan Kecilnya dengan heran.
"Tuan Kecil?" Panggil ketiganya serempak dan menepuk punggungnya dengan lembut untuk menyadarkannya.
Kalilah menoleh dan menatap ketiganya dengan tajam, pikirannya tentang kedua bayangan barusan membuatnya ingin mengingat kembali hal yang telah dilupakannya. "Informasi apa yang kalian dapatkan?" tanyanya singkat dan wajahnya terlihat sangat serius. Matanya menyipit dan postur tubuhnya tegak.
"Kita berada di Desa Umbravale yang terkenal dengan Hutan Larangan," Jawab Zephyr tanpa mengatakan secara detail apa yang telah diselidikinya.
"Hutan Larangan?" tanya Kalilah merasa pernah mendengar nama tersebut. Keningnya berkerut. "Bagaimana dengan penduduk di desa ini? Siapa yang menjadi Kepala Desa atau ada sebutan lain yang bertanggung jawab atas desa ini?" lanjutnya bertanya dan menatap Zephyr dengan ketidakpuasan.
"Kepala Desa tetap merupakan pemimpin tertinggi di desa ini, Tuan Kecil," jawab Zephyr menekan kata Kepala Desa, mengingatkan dengan halus apa yang membuat tuan kecilnya tidak puas. Dia hanya ingin bermain aman saat ini, tapi ketika mendengar sesuatu yang mungkin akan menyakiti tuan kecilnya ketika mendengar kabar keluarga yang sudah dilupakannya teringat kembali. Dia ingin, dia sendiri yang akan mencari tahu keluarga yang telah merawat dan membesarkan tuan kecilnya sebagai balas budi. Tapi dia disambut dengan rumah kayu yang bobrok dan hampir hancur dengan udara dingin yang membuat ingatannya kembali ke masa lalu.
Pikiran Kalilah tenggelam mendengar peringatannya. Bibirnya melengkung ke bawah tanpa menatap ketiga orang yang berdiri di depannya.
Ruangan menjadi sunyi.
"Apakah kalian tidak akan melaporkan apa yang kalian temukan padaku?" tanya Kalilah memecah kesunyian dan mengalihkan perhatiannya ke Luna dan Ignis yang tidak bersuara sedikitpun sejak awal.
Baik wajah Luna maupun Ignis tidak terlihat baik.
"Desa Umbravale sepertinya bukan desa yang baik sebagai tempat tinggal permanen, staf desa memang terlihat baik di permukaan tapi di dalamnya sangat busuk hingga ke akarnya," jawab Ignis yang membuat Kalilah kebingungan dengan isyarat nya.
Kalilah memelototinya dan meraung dengan keras, "KAU, KAU SEBAIKNYA PERJELAS APA MAKSUD UCAPANMU."
"Bukankah penjelasanku sudah bagus?" tanya Ignis bergumam murung dan menundukkan kepalanya.
Kalilah jadi bertanya-tanya melihat perubahan sikapnya yang berubah drastis. Ignis yang dikenalnya adalah sosok pria yang bersemangat, berani, dan selalu mengungkapkan pikirannya secara blak-blakan. Yang seringkali membuat Kalilah tidak menyukainya, tapi dia menyesalkan bahwa saat dibutuhkan, Ignis yang blak-blakan malah hilang.
"Kau ..." Mulut Kalilah berkedut mendengar gumamannya. "Kalian berdua akan mendapat hukuman," lanjutnya berusaha tidak memarahi keduanya di saat dia membutuhkan banyak informasi tentang tempat tinggal barunya. Kemudian mengalihkan tatapannya ke wajah Luna yang menghindari tatapannya. "Apakah kamu juga tidak ingin mengatakan sesuatu?" sambungnya semakin marah melihat Luna tidak membuka mulutnya. "Sebenarnya apa yang kalian sembunyikan dariku? Apakah sesulit itu mengatakannya?" Kalilah bertanya-tanya dengan heran tapi karena ketiganya bungkam, dia juga tidak bisa berbuat apa-apa.
*****