Chapter 62 - Chapter 62 – Hu Jianjun

Persik kuning kalengan memang enak. Dengan jumlah orang yang cukup banyak, setiap orang mendapatkan sepotong buah.

Sambil menggigit, Lu Xia menyipitkan matanya dan berpikir bahwa rasanya enak. Dia menyesal dulu tidak membeli tiket makanan kaleng. Dia tidak menyangka makanan kaleng begitu enak.

Di sisi lain, Jiang Junmo mengamati reaksi Lu Xia dan menyadari bahwa dia menyukainya dari ekspresinya. Dia ingat dia masih punya dua tiket makanan kaleng. Dia bisa membelikannya untuknya nanti, dan mungkin Lu Xia akan memasak lebih banyak daging untuknya.

Karena mereka punya daging dan makanan kaleng, suasana hati semua orang sedang baik malam ini. Mereka tidak beristirahat lebih awal dan duduk di halaman sambil mengobrol.

Pada saat itu, Lu Xia tiba-tiba memikirkan sesuatu dan bertanya pada Sun Shengnan, "Kak Shengnan, ku perhatikan orang-orang di desa diperbolehkan beternak ayam dan babi jika sesuai dengan peraturan. Apa pemuda terpelajar juga diperbolehkan melakukan hal yang sama di tempat pemuda terpelajar?"

Sun Shengnan mengangguk, "Ya, diperbolehkan. Hal ini sebenarnya sudah pernah kami bahas sebelumnya, namun karena memerlukan biaya yang besar untuk membuat kandang babi dan kandang ayam, serta membutuhkan tenaga untuk mengurus pakannya, dan juga karena baunya yang menyengat, setelah berdiskusi ternyata kami tidak sanggup, jadi kami mengurungkan niat kami."

Lu Xia mengangguk, merasa sedikit kecewa tapi juga memahami alasannya. Lagipula, ada begitu banyak orang yang tinggal di sini, dan setiap orang memiliki pemikirannya sendiri. Memang sulit untuk mencapai keputusan yang bulat.

Dia awalnya berpikir jika diizinkan, alangkah baiknya jika beternak beberapa ekor ayam. Dengan beternak ayam, setidaknya mereka bisa makan telur sepuasnya, tapi sekarang keinginannya tersebut tampaknya tidak bisa diwujudkan.

'Huh, aku benar-benar ingin pindah dan tinggal di tempat lain!'

Saat Lu Xia memikirkan hal ini, dia mendengar para remaja putri terpelajar mengobrol tentang gosip yang beredar di desa.

"Ku dengar putra dari keluarga Hu, yang memiliki kondisi terbaik di desa ini, akan pulang."

Maksudmu orang yang bertugas di ketentaraan?

"Ya, benar. Ku dengar Ibu Hu sudah menemui mak comblang dan mengatur beberapa kencan. Dia berencana agar saat putranya pulang, dia bisa langsung pergi kencan buta, lalu mereka bisa menikah sebelum ibunya meninggal."

"Dia pasti merasa cemas. Dia punya tiga orang putra, dan putra kedua serta ketiganya sudah punya anak. Hanya anak sulungnya saja yang belum menikah. Bagaimana mungkin dia tidak terburu-buru…"

Mendengar hal tersebut, para remaja putri terpelajar jadi tertarik. Hu Jianjun, putra dari keluarga Hu, adalah calon suami terbaik yang bisa mereka temui di desa ini.

Menurut kabar yang beredar, dia akan segera naik pangkat jadi pemimpin peleton, dan kemudian dia bisa bergabung dengan tentara. Gadis-gadis yang sudah tua dan anak perempuan yang ada di desa ini semuanya mengincarnya. Siapa pun yang menikah dengannya akan menikmati kehidupan yang sejahtera.

Bahkan, para remaja putri terpelajar di tempat remaja terpelajar pun tergoda mendengar hal tersebut.

Lagipula, mereka tidak tahu kapan bisa kembali ke kota. Setelah bertahun-tahun bertahan di pedesaan, harapan mereka telah lama meredup, dan banyak dari mereka yang tidak bisa bertahan akhirnya menikah di desa, sehingga membuat hidup mereka lebih mudah.

Namun, ada juga yang tidak mau menikah dengan pria dari desa. Dan saat ini, Hu Jianjun adalah pilihan terbaik yang mereka miliki.

Namun, para orang tua di desa tersebut tidak mau mencari menantu perempuan dari kalangan pemuda terpelajar. Di mata mereka, pemuda terpelajar hanya fisik serta wajahnya saja yang terlihat agak unggul, tapi sifat mereka terlalu angkuh, serta tidak tahu cara bekerja. Dengan kata lain, mereka tidak ada gunanya.

Terlebih lagi, Ibu Hu punya standar yang tinggi. Dia ingin mempunyai menantu yang setara dengan putranya. Entah apakah para perempuan pemuda terpelajar ini memenuhi kriterianya.

Berbeda dengan pemikiran para remaja putri terpelajar lainnya, Lu Xia tidak tertarik. Dia tahu dia tidak akan tinggal di sini selamanya. Dia akan pergi setelah beberapa tahun, jadi dia tidak akan pernah mau menikah di desa.

Namun, dia penasaran apakah cita-cita mereka bisa terwujud.

Pada malam sebelumnya, mereka mendiskusikan Hu Jianjun dengan berapi-api, dan keesokan harinya, saat Lu Xia dan yang lainnya pergi bekerja, mereka melihat seseorang yang memakai seragam berwarna hijau militer dengan sosok yang tinggi dan tegap membawa bungkusan berjalan ke arah desa dari kejauhan.

Penduduk desa dengan cepat mengenalinya.

"Putra tertua keluarga Hu sudah pulang!"

"Hei, itu Jianjun! Dia benar-benar sudah menjadi prajurit, fisiknya terlihat kuat!"