Dia memikirkannya dan merasa bahwa dia harus lebih mempersiapkan diri.
Namun, saat dia bertanya dan mengetahui bahwa meskipun saat ini membeli tisu toilet tidak memerlukan tiket, terdapat batasan pembelian, dan setiap orang hanya dapat membeli dalam jumlah yang sangat kecil.
Jadi dia harus mengunjungi koperasi pemasok dan pemasaran di berbagai daerah dan membeli semua yang dia bisa.
Karena hari semakin larut, dia memutuskan untuk tidak melanjutkan dan berencana pergi ke pasar raya besoknya.
Setelah pulang kali ini, semua anggota keluarga sudah di rumah.
Ibu Lu tampak sangat bahagia, mungkin karena putri sulung kesayangannya akhirnya bisa mempunyai pekerjaan tetap. Saat makan, dia bercerita tentang seseorang yang ingin memperkenalkan calon pasangan kepada putrinya, dan dia bersiap untuk memilih pasangan yang paling baik untuk putrinya ini.
Ayah Lu juga mengangguk setuju, hal yang jarang terjadi.
Lu Xia teringat apa yang dikatakan Lu Qiu pagi ini dan melirik ke arah Lu Chun. Dia menyadari bahwa ekspresinya berubah, tapi tidak mengatakan apapun, dan dia tidak tahu tentang situasi calon pasangannya.
Namun, melihat senyuman gembira di wajah anggota keluarganya, dia merasa kurang nyaman. Mereka mungkin sudah lupa bahwa dia akan segera pergi ke pedesaan.
Lu Xia entah kenapa merasa marah mewakili Lu Xia yang asli.
Jadi dia memikirkan sesuatu dan langsung berkata, "Bu, aku akan segera pergi ke pedesaan. Bukankah kamu bilang kamu akan menyiapkan sesuatu untukku? Apa sudah disiapkan?
Ngomong-ngomong, kemarin kamu bilang kalau di timur laut sangat dingin. Bukankah sebaiknya kamu menyiapkan mantel tebal yang empuk untukku?
Selain itu, aku tidak pernah memakai baju baru sejak kecil sampai sekarang. Kali ini, aku tidak tahu apakah aku bisa kembali setelah pergi ke pedesaan. Setidaknya kamu harus menyiapkan satu set pakaian baru untukku, kan?"
Saat kalimatnya terlontar, rumah itu menjadi sunyi dalam sekejap, dan hiruk pikuk keceriaan sebelumnya menghilang.
Ibu Lu membuka mulutnya setelah mendengar kata-katanya tapi tidak tahu harus berkata apa. Akhirnya, dia berkata, "Bukankah sudah kubilang aku akan memberimu dua selimut? Itu semua baru."
Lu Xia mengangguk dan berkata, "Ya, aku tahu. Selain selimut, apa lagi?"
Melihat Ibu Lu tetap diam, Lu Xia berpura-pura terkejut dan berkata, "Tidak mungkin, selain selimut, kamu belum menyiapkan apa pun untukku, kan?"
Wajah Ibu Lu berubah masam setelah mendengar kata-katanya. "Apa lagi yang kamu mau? Siapa yang akan membawa dua selimut bagus saat pergi ke pedesaan!"
Lu Xia tertawa sinis setelah mendengar jawabannya. "Ya, selimutnya memang bagus, tapi yang lainnya masih kurang.
Selama bertahun-tahun, aku sudah mengenakan semua bekas kakak. Aku sudah memakai jaket katun yang sama selama beberapa tahun, dan kapas di dalamnya sudah menggumpal. Sudah tidak hangat lagi, bahkan saat dipakai di ibu kota pun masih terasa dingin. Kalau aku memakainya saat di daerah timur laut, mungkin aku akan mati kedinginan.
Pakaiannya sudah ditambal dengan tambalan. Lagipula, kakak tidak pernah memberiku pakaian yang tambalannya sedikit, dia lebih suka membiarkan pakaiannya berdebu daripada memberikannya padaku. Aku bahkan tidak punya sikat gigi, pasta gigi, atau sabun. Apa kamu akan mengirimku ke pedesaan begitu saja dalam keadaan seperti ini? Apa aku semacam pengungsi di sana?"
Mendengar dia berbicara seperti ini, wajah Ibu Lu berubah menjadi tidak senang, dan dia ingin mengatakan sesuatu, tapi Lu Xia melanjutkan, "Aku ingat saat ada pemberitahuan untuk pergi ke pedesaan, orang dari Kantor Pemuda Terdidik memberikan biaya untuk membeli perbekalan, kan? Tampaknya jumlahnya lebih dari dua ratus yuan. Bu, kalau ibu tidak punya waktu, berikan saja uangnya padaku, dan aku akan menyiapkannya sendiri."
Setelah mendengar permintaan Lu Xia, Ibu Lu mulai panik. "Apa kamu begitu bodoh? Apa kamu bisa menangani uang sebanyak itu? Aku tidak pernah bilang aku tidak akan membelikan mu apapun. Bukankah masih ada waktu beberapa hari sebelum keberangkatan mu?
Yang kau katakan memang mudah, tapi kalau mau membuat jaket katun, maka harus beli kain dan katun dulu. Apa kita punya persediaan tiket di rumah?
Tapi aku sudah berdiskusi dengan kakak mu. Aku akan minta dia memilihkan beberapa pakaian bagus untukmu saat waktunya sudah tiba."
Lu Xia dengan sinis tersenyum mendengar kata-katanya. "Jadi, pada akhirnya, kamu tidak berencana menyiapkan apapun untukku, kan?
Kamu menyadari kondisi di pedesaan. Aku sudah bertahun-tahun tidak makan makanan yang bergizi, oleh karena itu, aku tidak punya banyak tenaga. Aku mungkin tidak akan mendapatkan banyak poin kerja untuk ditukar dengan makanan. Jadi, uang itu akan menjadi tunjangan ku di sana.
Aku belum pernah pergi ke pedesaan sebelumnya, tapi aku tahu tidak mudah untuk tinggal di sana, terutama di musim dingin. Bahkan mungkin akan memakan korban jiwa. Apa uang subsidi yang diberikan, menurutmu sudah cukup?"