Chapter 3 - CSM 3

CSM 3

Karina berada dalam pelukan hangat William dengan air mata yang tak henti membasahi dada bidang pemuda tersebut. Dia menghidu aroma tubuh maskulin itu, menikmati setiap rasa nyaman yang didapatinya. Terasa begitu menenangkan ketika aroma tersebut menelusup hingga indera penciumannya.

Karina ingin sekali tenggelam di sana, berpikir agar suatu saat tak akan pernah ada yang namanya kata perpisahan di antara mereka.

Tidak! Karina tak ingin berpisah dengan William. Dia ingin menghabiskan setiap sisa hidup yang dimilikinya hanya bersamanya. Berada di sisinya dalam suka maupun duka, jika saja itu bisa.

Egois? Ya. Itulah yang saat ini berada dalam pikirannya. Dia ingin egois, tak peduli jika itu hanya sebentar saja.

William memeluk erat tubuh mungil itu ketika sebuah lengkungan terukir dari kedua sudut bibirnya. Dia belum sepenuhnya percaya jika perasaan menggebu yang sudah setahun ini dipendamnya kini benar-benar sudah terbalas. Wanita yang senantiasa dia sebut di setiap penghujung malam, wanita yang untuk pertama kalinya mengubah pandangannya tentang cinta, kini telah menerima cinta William. Dia merasa lega meski Karina belum sepenuhnya menjadi miliknya.

"Ya, Will. Aku ingin bersamamu."

Jawaban tegas dari Karina beberapa saat lalu itu benar-benar membuat hatinya meluap bahagia. Dia tersenyum puas sambil membawa wanita itu dalam dekapannya. Diusapnya dengan lembut punggung wanita yang baru saja berstatus sebagai kekasihnya itu. Wanita yang telah berhasil menjungkirbalikkan dunianya, wanita yang selalu membuat jantungnya berdetak kencang, hingga menepis setiap anggapan yang sebelumnya William kira hanya akan ada dalam sebuah hikayat atau dalam film semata.

Jatuh cinta pada pandangan pertama!

Hal mustahil yang selama ini selalu dia anggap tabu, sebelum akhirnya benar-benar merasakannya.

William mendekap tubuh mungil itu semakin erat, lalu mendaratkan kecupan lembut pada kening Karina.

"Will ...," rengek Karina, terdengar merdu di telinga William. "Aku, enggak bisa napas," imbuhnya sambil tersengal.

William meregangkan pelukannya, terkekeh menatap tubuh mungil yang kini tengah terengah mengatur napasnya.

"Sorry," ucapnya merasa kasihan.

Karina cemberut, menatap William dengan kesal.

"Aku terlalu bahagia, Baby. Bisa memilikimu rasanya seperti mimpi," katanya.

Mimpi, yang suatu hari tanpa William sadari akan berubah menjadi petaka dan menghancurkan dirinya sendiri!

Wajah sembab Karina kini bersemu karena kata-kata kekasihnya. Dia mendongak menatap sepasang mata yang akhir-akhir ini selalu terlihat menawan di matanya.

William membalas tatapannya dengan mesra.

Semburat merah di pipi Karina terlihat menggemaskan, hingga membuat William merasa semakin tergoda. Tanpa sadar kedua telapak besarnya terangkat dan membelai kedua pipi lembut Karina. Itu terasa menyenangkan sekaligus membingungkan bagi William. Untuk pertama kalinya dia memiliki keinginan untuk menyentuh lebih pada lawan jenis. Keinginan itu semakin membara hingga dia kehilangan kendali dirinya.

"Uuuhh." Karina melenguh.

Dia memejamkan mata, menikmati setiap jengkal sentuhan dari William yang dia rasakan untuk pertama kalinya. Tangan yang sedikit kasap itu perlahan mulai bergerilya pada mata, hidung, dan kedua daun telinganya.

"Will ...," rengeknya.

Dia bisa melihat hasrat membara itu dari mata William. Karina menyukai itu, dan membiarkan kekasihnya bergerilya sesuka hati. Hingga deru napas hangat itu menerpa wajahnya, lalu kedua hidung mereka bertemu dan bibir mereka saling menyatu. Karina seketika tersadar dan langsung membuka mata.

"Will ...." cegahnya kemudian, menyadari di mana mereka tengah berada.

William menatap bibir menggoda yang baru saja dirasainya itu dengan tidak rela.

"Why?" tanyanya tak mengerti.

Karina terkekeh melihat tampang murung dari William. Dia tahu William pasti berpikir bahwa dirinya tak menginginkannya. "Kita masuk, ya."

Kalimat itu seketika menyadarkan William dari kebodohannya. Dia menatap sekeliling, lalu terkekeh pelan menyadari ketidak telitiannya. Dia lupa jika saat ini mereka masih berada di luar pintu apartemen.

William mencubit gemas pipi kekasihnya. Dia merebut kunci apartemen itu dari tangan Karina dan bergegas untuk membuka pintu.

Bunyi klik membuat William bernapas lega. Dia membawa masuk Karina ke dalam ruangan yang hanya beberapa kali dikunjunginya itu. Pintu kembali tertutup rapat. William menjebak tubuh mungil Karina di antara pintu dan tubuhnya, tak membiarkan wanita itu kembali beralasan lalu memadamkan hasrat membaranya.

William menarik pinggang ramping Karina, tak ada sedikitpun jarak di antara mereka. Satu tangannya memegang tengkuk Karina untuk memudahkan dirinya mengecap bibir merah yang sedari tadi sudah sangat menggoda. Meski untuk pertama kali, William berusaha bersikap mendominasi dengan mengakses seluruh mulut Karina dan sesekali menggigit bibir itu dengan pelan.

"Aahhh," lenguhan Karina kembali terdengar.

Ciuman itu perlahan semakin liar hingga berubah menjadi lumatan dan menimbulkan letupan-letupan aneh dalam diri William yang selama ini belum pernah dirasakannya. Sementara itu tangannya yang lain tanpa sadar bergerilya di dada Karina, membuat remasan-remasan lembut hingga membuat wanita itu mengerang tak berdaya.

"I Will, Honey," bisiknya Karina yang dibalas William dengan lenguhan serta lumatan menggoda pada telinganya, yang sedari tadi terlihat sudah memerah.

Karina yang sudah memiliki lebih banyak pengalaman tak mau kalah darinya. Dia membalas setiap sentuhan William yang masih terasa sedikit kaku dan tidak berpengalaman itu. Dia melakukannya dengan lebih agresif lagi. Dia tahu hal itu adalah yang pertama kali untuk kekasihnya, dan tidak keberatan untuk membimbingnya. Karina ingin membuat William semakin ketagihan hingga tak mampu berpaling darinya.

Namun, perlakuan Karina diam-diam sedikit mengejutkan William. Akan tetapi dia tak peduli, dia hanya ingin menikmati perasaan-perasaan asing yang baru saja dirasakannya.

Semakin lama keduanya pun semakin liar. Kedua sejoli itu semakin tak terkendali hingga membawa mereka pada puncak hasrat yang kian membara.

"Mau di sini?" tanya Karina dengan hati-hati.

William menghentikan aktivitasnya, lalu berpikir sejenak. Dia tak ingin menyia-nyiakan pengalaman pertamanya di tempat yang kurang leluasa.

"Ke kamar," putusnya tanpa basa-basi sembari mengangkat tubuh Karina.

***

Malam kian larut membelai kedua insan yang semakin dimabuk asmara. Udaranya membuat sepasang anak manusia yang tengah bercumbu mesra tersebut semakin menuntut untuk melakukan lebih dan lebih lagi. Pakaian keduanya telah porak poranda, terlempar di sana-sini. Malam itu mereka benar-benar melampiaskan semua hasrat serta rasa rindu yang selama ini telah terpendam hingga menggebu-gebu.

"I love you, Will ...." desah Karina.

"Love you too, Baby," balas William dengan sedikit mengerang.

Semilir angin disertai rintik-rintik hujan semakin mendukung indahnya romansa malam. Semakin membuai, hingga membuat keduanya benar-benar lupa diri. Mereka saling menyatu, mengecap rasa untuk pertama kalinya. Ruangan apartemen itu telah menjadi saksi bisu betapa panas dan menggilanya sepasang kekasih tersebut malam itu.

William bahkan sampai lupa jika dia telah melalaikan sesuatu, seseorang yang dia sudah berjanji akan selalu ada untuknya.

Mengingat hal itu hanya membuat dirinya semakin merasa bersalah juga lebih berdosa. Dia memandang rendah pada dirinya sendiri, pada lemahnya pertahanan dirinya untuk persahabatan mereka.

"Gue pulang, Nan."