Aresha Selim dan Jack Dewata sama-sama terkejut saat dari gerbang muncul dua buah mobil yang malaju masuk dan parkir di halaman. Satu merupakan mobil dinas bertulis patroli polisi, sedang yang satu adalah kendaraan pribadi warna hitam.
Mobil datang bersama sayup tangis bayi dan kian terdengar jelas saat kedua kendaraan itu berhenti. Seperti dari dalam salah satu mobil itu.
Benar sekali, seorang pria muda berkulit putih dan berkaca mata hitam, keluar dari dalam mobil pribadi dengan menggendong seorang bayi. Terlihat gusar dan panik dengan jerit tangis bayi tanpa henti dan nyaring yang digendong.
Pria itu memandang Jack sekilas dan mengangguk. Lalu bergegas melangkah menuju pintu rumah dengan anak bayi yang terus menangis dalam gendongannya.
Seorang wanita gemuk tampak membuka pintu dari dalam dan menyongsong. Segera mengulur tangan pada anak bayi di gendongan pria itu. Mereka berdua bergegas masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rapat-rapat. Menyisakan dua orang polisi yang sedang berbincang dengan Jack di teras.
"Jadi pasangan suami istri, pemilik rumah ini baru saja mengalami kecelakaan di Batam Centre?" Jack memastikan pada polisi akan berita yang didengarnya.
"Benar sekali, saudara Jack. Mereka berdua meninggal dunia di perjalanan menuju rumah sakit," ucap salah satu polisi dengan nada tegas dan sedikit kaku.
"Apa semua penumpang dalam mobil tidak selamat?" Jack kembali bertanya serius.
"Semua tewas, Pak Jack. Pasangan suami istri, baby sitter dan driver pribadi. Hanya anak mereka yang selamat dengan sempurna, yakni bayi tadi," ucap polisi itu sambil memandang pintu rumah.
"Jadi, anak bayi tadi baru saja ditinggal pergi orang tuanya?!" Aresha menyela bertanya dengan serunya. Terbayang pada tangisan panjang anak tadi. Mendadak perasaannya sangat iba.
"Benar, Nona. Bayi itu tidak berhenti menangis semenjak diambil dari pelukan ibunya yang sedang meregang nyawa," jawab polisi itu menerangkan.
"Lalu, siapa yang akan membawa anak itu, Pak?" Jack yang kali ini bertanya.
"Belum pasti ke depannya. Untuk sementara akan berada di bawah pantauan saudara Syahfiq Herdion, paman dari anak tersebut," jelas polisi.
Suara tangis kembali terdengar. Rupanya mereka keluar rumah dengan bayi yang kembali berada dalam dekapan pria muda. Sedang wanitu gemuk mengikuti di belakang dengan wajah sembab dan gelisah.
Anak itu terus menangis menyedihkan. Terasa lebih pilu bagi Aresha setelah tahu akan cerita tragis nyata bayi itu. Rasanya ingin coba mendekap dan menenangkan. Rela memberi waktu andai anak bayi itu mendapat rasa percaya padanya.
"Ar, akan ke mana?" Jack menegur saat Aresha menjauh darinya. Gadis itu berhenti dan menatapnya ragu.
"Aku ingin coba merayu bebi itu, Pak Jack. Barangkali dia damai melihatku," sahut Aresha tersenyum tipis.
"Okey, tapi denganku …," sahut Jack sambil berjalan melewati gadis itu dengan cepat.
Aresha pun melangkah mengikuti Jack menuju pria berkaca mata dan menggendong anak bayi bersama wanita tua yang setia mengekori. Bayi itu terus menangis tanpa jeda, mereka terlihat bingung dan sangat serba salah. Diletak dalam stroller tidak mau, digendong pun terus menangis dengan keras.
Jack dan Aresha telah berhenti di dekat mereka. Pria berkaca mata langsung kembali mengangguk pada Jack. Meski sangat ingin, Aresha menahan diri untuk tidak langsung menawarkan bantuan.
"Maaf, Pak Jack, urusan kita harus tertunda sebentar," ucap lelaki berkulit putih yang sedang menggendong bayi menangis.
"Sama sekali tidak masalah. Saya pribadi mengucapkan bela sungkawa sedalamnya pada keluarga anda, Pak Hisam," sahut Jack tampak tulus. Atasan Aresha itu sambil menatap bayi yang terus menangis.
"Terima kasih pengertiannya, Pak Jack," ucap lelaki dengan nama Hisam, sambil terus bergerak dan bergoyang demi mendiamkan si bayi.
"Apa hubunganmu dengan bayi ini, Pak Hisam?" tanya Jack.
"Dia putri dari kakak perempuanku," sahut Hisam dengan suara yang serak. Lelaki itu pasti sedang berduka.
"Apakah baby akan terus ikut denganmu?" tanya Jack sambil memandang Hisam dan bayi bergantian.
"Saya pun tidak pasti, Pak Jack," sahut Hisam. Kaca mata gelap itu menyembunyikan ekspresi di wajahnya.
"Lalu, siapa Syahfiq Herdion?" Jack terus saja meluncurkan pertanyaan.
"Dia adalah abang dari abang iparku, alias ipar dari almarhum kakak perempuanku," jelas Hisam.
"Ada apa …? Siapa yang kamu lihat, Venus?" Hisam berkata terheran. Memandang bayi yang di gendongnya.
Tiba-tiba suara tangis memang tidak ada lagi. Bayi yang disebut Venus itu menegakkan punggung dalam gendongan Hisam. Tampak sangat tertarik dengan objek yang sedang diamatinya. Semua orang dewasa di situ pun mengikuti arah pandangannya.
Aresha! Ya, pada gadis itulah perhatiannya tertuju. Bayi yang sekian detik lalu masih histeris menangis, kini diam tertegun. Raut wajahnya telah berseri dan tampak gembira. Bahkan bibir itu merekah senyum lucu.
"Ma … Mama …." Anak bayi itu menyebut Aresha dengan mama. Tentu suara sapa cerianya membuat mereka semua terkejut.
"Ma … Mama …." Anak itu kembali menyebut Aresha dengan senyum yang lebar. Badannya bahkan berlonjak-lonjak dalam dukungan sang paman. Tiba-tiba mencondongkan badan dan mengulurkan tangan pada Aresha yang sedang tercengang.
"Aresha, dia ingin kamu gendong," bisik Jack di telinga Aresha.
"Eh, iya. Aku pun ingin menggendongnya," sahut Aresha buru-buru.
"Maaf, boleh kugendong?" Aresha bertanya pada Hisam. Tidak ingin gegabah, risau jika niat baiknya akan mendapat penolakan.
"Tentu saja boleh, Nona," sahut Hisam terdengar lega sekaligus heran. Mungkin merasa tangannya sudah sangat pegal. Jika digendong oleh wanita gemuk tadi, bayi itu akan menaikkan nada lolong tangisnya.
Aresha tersenyum sambil mengulur tangan. Segera disambutnya tubuh mungil yang kian mencondong badan padanya. Anak itu memandang Aresha dan kemudian melonjak-lonjak dengan tertawa. Sepertinya merasa sangatlah bahagia.
Tin!
Sebuah mobil hitam legam dan mewah memasuki gerbang disusul iring-iringan mobil lain di belakangnya. Bergerak pelan dan berhenti di halaman luas tanpa satu pun di garasi.
Seorang lelaki gagah juga berkaca mata hitam keluar dari mobil pertama mewah itu. Diikuti sepasang orang tua yang keluar perlahan dari dalam mobil. Seorang wanita berkerudung dengan sigap menggandeng salah satu pasangan tua yang wanita. Mungkin saja adalah asisten atau perawatnya.
Sepasang orang tua yang keluar dari mobil lain dengan seorang wanita cantik tampak mendekat dan bergabung. Pakaian mereka pun serba hitam, tetapi tanpa kaca mata.
"Venus, mari ikut Om. Itu oma dan opa kamu juga sudah datang," ucap Hisam.
Tangannya terulur akan menggendong anak itu kembali. Tidak disangka, anak itu berpaling dan menempelkan tubuhnya pada Aresha. Dua tangan mungil mencengkeram baju di dada Aresha.
"Maaf, tolong ulurkan anak ini padaku, Nona," pinta Hisam. Tidak ingin tangannya akan menyentuh tidak sopan di dada Aresha.
Anak itu mulai menangis lagi saat Aresha memaksa melepasnya. Jerit tangis kembali mengundang perhatian. Tidak hanya orang terdekat. Tetapi banyak orang yang baru datang juga ikut mengerubut. Aresha menariknya kembali ke dalam dekapan, seketika bibir Venus pun membungkam.
🍓🍓