Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Overgate Record

🇮🇩SOSTELL
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.4k
Views
Synopsis
Dalam arus cahaya deras membutakan mata bisakah dia selamat? Perpisahannya dengan sahabat terbaiknya apakah memungkinkannya untuk bisa kembali? Alphalin--menemukan dirinya terbangun di dalam gudang jerami. Kenyataan bahwa dirinya terseret ke dalam gerbang misterius meyakinkannya bahwa ia telah terdampar di suatu tempat yang sangat jauh berlatar abad kuno, pertengahan, dan uap. Memulai perjalanan barunya agar bisa menemukan semua jawaban itu, hingga Alphalin mengenal arti sebenarnya 'siapa dirinya'. "Kalaupun ini adalah takdirku, aku akan tetap berjalan, meski darah tak lagi tersisa di tubuh."
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog : Semua Masih Belum Cukup!

"Kenapa kau menangis?

Kalau mau aku takkan bertanya padanya.

Begitu mataku terbuka, mengangkat kepala untuk menangkap pemandangan di depan mataku, aku menemukan sahabatku, Ishak, menangis setelah membangunkanku tidur di kelas.

Dalam balutan sinar matahari pagi, mataku sedikit silau untuk melihat air mata Ishak turun ke pipinya. Pandanganku sedikit terlahang, namun aku tahu dia sedang menangis tanpa alasan yang jelas.

Ada apa bocah ini?

Aku memiringkan kepala, kembali menanyakan hal yang sama, "Ada apa kau ini? Jawab, kenapa cuma diam saja, oi!"

Aku tahu temanku ini tak pernah seperti ini sebelumnya, tapi aku tak menyerah hanya untuk bertanya dua kali. Hingga akhirnya aku sudah muak dan memutuskan mengangkat tubuhku, berdiri, lalu memegangi pundaknya, menggoyang-goyangkan.

"Aku sudah muak, lebih baik kau jawab atau mukamu kutinju. Jawab aku, berengsek! Kau kenapa, hah?!" alisku bergetar, aku terpaksa membentaknya.

Aku tak sanggup lagi meladeni gegalat aneh bocah ini yang belum pernah ia tunjukkan selama sebelum-sebelumnya, inilah yang mengharuskanku melakukan, setidaknya, sedikit Tindakan agar bisa menyadarkannya.

Setelah melakukan itu, aku melihat mulutnya mulai terbuka secara perlahan meskipun sedikit untuk mengucapkan sesuatu. Sudut bibirnya mulai terangkat seiring menampakkan rentetan giginya.

Dari dalam mulutnya, ia mengucapkan sebuah kalimat.

"Aku nggak apa-apa, kok. Kau bajingan…"

 

***

 

Halo, namaku Alphalin Azure.

Usiaku 17 tahun, dan dua bulan lagi aku akan menginjak 18 tahun.

 

Sulit untuk mendeskripsikan diriku sendiri, meski begitu aku memiliki hobi membaca komik hitam-putih yang di belikan oleh sahabatku, Ishak. Aku juga memiliki satu kemampuan unik, yaitu merubah raut wajah sesuai dengan situasi yang ada.

Memang terdengar aneh, namun itulah yang kurasakan.

Aku hidup dan tinggal di rumah dua lantai sendirian tanpa orang tua.

Ke mana orang tuaku?

Ayahku pergi Bersama wanita lain yang lebih ia cintai dan hidup di rumah barunya tujuh tahun yang lalu, dan sama sekali tak pernah menemuiku atau menjengukku lagi setelahnya.

Ibuku meninggal beberapa tahun yang lalu karena penyakit keras yang di deritanya.

Sampai-sampai saat penyakit tersebut sudah sampai di tahap akhir, barulah ibu menceritakannya.

Saat itu aku masih SMP, emosiku belum sepenuhnya stabil.

Aku mengenggam telapak tanganku sangat kuat hingga darah mengalir, rasa kesal, marah, kecewa, semuanya mulai menguasai sudut terdalam diriku secara tiba-tiba tepat setelah aku mendapat kabar itu.

Bagaimana bisa ibu berbohong seperti itu? Apakah aku tak berharga lagi di matanya?

Melihatnya terbaring di kamarnya saja sudah cukup untuk membuatku cemas, dan selalu memerhatikan gerakan perutnya saat tidur.

Apakah masih naik-turun?

Aku di penuhi rasa takut… rasa takut akan kehilangan. Sudah cukup ayah saja yang pergi meninggalkanku bersama janji palsunya untuk 'selalu berada di sampingku sampai kapan pun', dan dia sudah ku cap sebagai pembohong besar.

Tetapi, aku juga menyadari…

Ibuku juga pembohong.

Dia berbohong akan penyakitnya.

 Saat itu aku berteriak sangat keras. Mengapa… mengapa orang yang paling kusayangi membohongiku juga? Apakah tidak cukup bahwa

Semua terjadi bak domino yang tersusun rapi lalu di jatuhkan.

Pada saat itu aku menyadari satu hal..

Mencintai suatu kebohongan yang tak ada gunanya lagi itu percuma, semuanya sia-sia. Akhirnya ibu meninggal karena membohongiku dan dirinya sendiri, dan aku yang di tinggalkan sudah tak memiliki apa pun lagi.

Saat itu pula lah aku membencinya.

Aku benci ibu.

... Andai semuanya dapat terulang, aku menginginkan kebahagiaan itu walau hanya satu kali lagi. Agar aku dapat menghapus semua kebencian yang kumiliki, apapun…