Chereads / WHO? (Mistery) / Chapter 8 - Bantuan

Chapter 8 - Bantuan

"Lo ngapain ikutin gue sama Dara?"

Kanya, Dara dan Geovano kini berada di parkiran, setelah apa yang terjadi tadi, Kanya mengajak Geovano untuk menghindari keramaian.

"Bukan urusan lo!" jawaban yang sama.

Sudah beberapa kali Kanya bertanya kepada Geovano, tetapi jawaban nya tetap sama.

Dara menatap Geovano dengan tampang curiga. "Lo lagi ngincar kita?"

Dara mempunyai perasaan kepada Geovano namun sebisa mungkin ia bersikap biasa saja saat berada di dekat nya.

"Lo suka salah satu dari kita?" lanjut Dara.

Kanya memukul tangan Dara, bisa-bisanya ia modus di waktu yang tidak tepat. Tidak mungkin Geovano suka Kanya ataupun Dara sampai menguntit seperti penjahat.

"Apasih Kanya?!" Dara kaget dengan pukulan Kanya.

"Ck, jangan modus," ucap Kanya.

Dara terkekeh ternyata Kanya tahu niat nya.

"Sekali gue tanya, kenapa lo ikutin kita?"

Dengan tampang tegas Kanya bertanya, sedari tadi ia berdiri di parkiran dan bertanya kepada Geovano, akan tetapi masih dengan jawaban yang sama.

"Gue butuh bantuan lo sekarang," ucap Geovano.

Dara dan Kanya terlihat bingung dengan jawaban Geovano.

"Kenapa lo nggak bilang langsung kalau lo butuh bantuan?"

Geovano menghembuskan nafasnya lirih. "Gue nggak tahu."

Lagi dan lagi jawaban Geovano membingungkan Kanya dan Dara.

"Gue bisa bantu lo," ucap Dara dengan pd nya ia menawarkan bantuan untuk Geovano.

"Gue butuh Kanya."

Dara menatap Kanya begitupun sebalik nya, mereka sama-sama mengatakan pikiran nya dalam tatapan.

Dara mengalihkan pandangannya ke bawah, jujur ia sedikit cemburu kepada Kanya. Tanpa babibu Geovano menolak tawaran baik nya.

"Kalau gitu kalian bisa bicara, gue bisa pulang duluan."

"Lo yakin Dar?" tanya Kanya sedikit ragu.

Dara mengangguk. "Gue yakin," ucap nya.

Dara pergi meninggalkan mereka berdua. Kini hanya tersisa Geovano dan Kanya.

"Gue butuh bantuan lo," ucap Geovano.

"Bantuan apa?"

"Adik gue koma, dia ketemu di kamar mandi basah kuyup dan nggak sadarkan diri. Gue yakin bukan karena jatuh, tapi karena suatu hal."

Kanya paham ia harus bagaimana sekarang. "Dimana adik lo?" tanya Kanya.

"Rumah sakit, lo ikut gue," ajak Geovano.

Kanya mengikuti Geovano, di sepanjang jalan mereka sama sekali tidak berbicara. Entah mungkin kedua nya kalut dalam pikiran masing-masing.

Kanya dan Geovano telah sampai di rumah sakit, kini mereka berada di kamar dimana tempat adik nya di rawat.

"Lo masuk, gue tunggu disini. Hanya satu orang yang bisa masuk," ucap Geovano

Kanya mengangguk lalu ia masuk ke dalam kamar dan melihat adik laki-laki yang mirip dengan Geovano tengah berbaring lemah. Tanpa babibu Kanya menggenggam tangan anak itu dan melihat kejadian.

"Bi-bi ja-jangan bunuh aku!" Adik Geovano berteriak keras saat kepala nya di pukul keras oleh gayung, sampai gayung itu pecah.

Kanya tidak tega melihat nya, tapi ia hanya tau bagaimana kejadian nya untuk membantu Geovano.

"Diam kamu! saya bunu kamu sekarang!"

Kanya melihat kemurkaan bibi itu, ia seperti nya memiliki dendam pribadi kepada keluarga Geovano.

Sesudah di pukuli adik Geovano di tenggelamkan kepala nya berulang kali kedalam bak. Sayang nya anak itu sudah tidak berdaya.

Setelah tidak sadarkan diri Bibi meninggalkan nya dan menutup pintu kamar mandi itu.

Kanya menangis melihat kejadian itu, ia tidak kuat. Anak sekecil ini harus menanggung kejahat orang yang nggak punya otak. Sungguh hati Kanya sakit rasanya.

Kanya keluar lalu menghampiri Geovano yang tengah duduk, terlihat laki-laki itu gelisah.

Geovano merasakan kehadiran Kanya dan terlihat Kanya menangis hal itu membuat nya bingung.

"Lo kenapa nangis?" tanya Geovano.

"A-adik lo mau di-di bunuh sama bibi," ucap Kanya terbata-bata.

Geovano memeluk Kanya, ia menenangkan perempuan itu.

"Gue udah tahu memang dia pelakunya karena beberapa hari ini Gevana badan nya selalu lebam. Makasih udah bantu gue," ucap Geovano tulus.

Kanya terdiam masih tidak percaya bahwa dirinya di peluk oleh Geovano. Seperti mimpi akan tetapi nyata.

"It's okay gausah nangis," lanjut nya.

Kanya menjauhkan diri dan Geovano melepaskan pelukan nya. Kedua nya nampak gugup bahkan mereka tidak tahu harus berbicara apa.

"Anu--- kenapa lo nggak lapor?" tanya Kanya mencarikan suasana.

"Gue nunggu Gevana bangun buat ngumpulin bukti, karena saat ini gue nggak punya bukti."

Kanga menangguk. "Btw gue boleh kan nengok dia kalau udah sadar?"

Kanya suka dengan anak kecil karena dirinya tidak punya adik. Hari-hari nya selalu sendiri, kedua orang tuanya selalu sibuk bekerja tanpa menghiraukan dirinya.

"Boleh, lo bisa datang kapan aja. Kanya, lo mau pulang?"

Sebenarnya Geovano tidak ingin meminta bantu kepada Kanya, karena takut hal-hal di luar nalar terjadi. Tanpa menunggu lama disini lagi pula Geovano tidak suka tempat seperti ini, sangat ramai bagi Geovano.

"Gue pulang sendiri aja, lo jaga adik Gevana disini, " ucap Kanya.

"Bunda gue kesini sekarang, kita bisa pulang bareng. Lagi pula gue nggak suka rame disini."

Kanya melihat di sekeliling perasaan dari tadi rumah sakit sepi, bahkan disini hanya ada mereka berdua.

"Rame?" tanya Kanya memastikan.

Geovano terlihat salah tingkah Kanya tahu dari gelagatnya.

"Eh- maksud nya aroma nya rame obat-obatan, " sangkal nya.

Walaupun Kanya tahu itu hanya alasan tetapi ia tidak kan bertanya lebih lanjut. Ia harus fokus pada penelitiannya tentang Sonya, jangan sampai terpancing oleh perlakuan manis Zevano maupun Geovano.

"Geovano gimana keadaan Gevana?"

Bunda Geovano kini sudah datang, Kanya menyalami Sarah begitupun Geovano.

"Belum siuman Bun."

Sarah tersenyum manis, Kanya melihat senyum ikhlas yang benar-benar ikhlas. Sepertinya Bunda nya Geovano orang baik dan tulus, terlihat cara dia menghadapi masalah sebesar ini.

"Eh--- ini siapa?" tanya Sarah.

Geovano memperkenalkan Kanya. "Dia teman aku Bun, Kanya namanya."

Kanya tersenyum ramah. "Hallo tante," ucap nya.

Sarah tersenyum hangat ke arah Kanya. "Hai cantik, udah nengok Gevana ya? makasih ya udah mampir."

"Sama-sama tante," ucap Kanya.

Sarah menatap Geovano. "Kamu sudah ke kamar---"

"Bun aku pulang dulu sekalian antar Kanya dulu," ucap Geovano menyela ucapan Sarah.

Kanya menatap Geovano aneh, laki-laki di hadapan nya ini akhir-akhir terlihat aneh dan mencurigakan. Ia semakin curiga pasti tentang Sonya.

"Oh yaudah, sekali lagi makasih ya cantik udah nengok Gevana."

"Sama-sama Tante kalau gitu aku pamit pulang," ujar Kanya.

Sarah mengangguk dan tersenyum.

Kanya dan Geovano pulang berdua, sama seperti berangkat kerumah sakit tidak ada percakapan sama sekali. Bahkan Kanya yang ingin menanyakan sesuatu tiba-tiba kaku seolah-olah ada sesuatu yang menghalanginya. Aneh tapi ini nyata.

Kanya yakin apa yang akan di ucapkan Bunda Geovano adalah tentang Sonya.