Chereads / SAKA / Chapter 1 - Perempuan itu Bernama Ainun

SAKA

🇮🇩RungBaland
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 1.2k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Perempuan itu Bernama Ainun

Haruka menuruni tangga fakultas, mendengar kabar bahwa Ainun sedang menuju pacar Rahma. Sementara itu, Rahma menangis pada bangku kursi di dalam kelas mereka.

Rahma menemukan story seorang perempuan yang sedang mencium pipi pacarnya. Dia menangis untuk story itu, sedangkan amarahnya 'kan diwakilkan oleh Ainun.

Ainun perempuan 18 tahun yang tomboy. Dia selalu mengenakan kemeja yang tak dikancing dengan kaos dalaman yang berlengan panjang, berwarna hitam. Tangannya yang penuh goresan menggenggam ponsel Rahma, dan dia mencari pacar Rahma itu di kafetaria dekat gedung Fakultas mereka.

Kafetaria merupakan gedung terbuka, berlantai dua. Terdapat kantin yang berjejer di dalam gedung itu, serta meja dan bangku pada terasnya. Para mahasiswa duduk di meja dan bangku itu, menikmati lindungan gedung kafeteria dari terik matahari siang. Satu mahasiswa dari fakultas yang sama dengan Ainun, Fakultas Fikom, tengah merokok dan tertawa. Dia mengatakan kepada temannya bahwa Tuhan telah mati. Satu mahasiswa berpipi gempal dengan cambang yang tegas, tengah menikmati nasi goreng merah dengan telur dadar. Di dekatnya, kedua temannya sedang membahas payudara siapa yang paling besar di antara para mahasiswa baru jurusan mereka.

Terdengar tawa yang keras dari sekelompok mahasiswa di sudut teras. Pria yang berambut klimis yang bernama Aso, dengan antusias mengatakan kepada teman-temannya betapa jeleknya muka dosen Pengantar Ilmu Komunikasi mereka. Dia mengatakan bahwa perawakan dosen itu mirip penjahat di film Kungfu Hustle. Sontak, Heril di sampingnya tertawa terbahak-bahak.

Heril yang berwajah manis, memukul meja, membayangkan penjahat dari film Kungfu Hustle, yang bertubuh pendek, gemuk dan mengalami kebotakan. Namun seketika alisnya mengerut saat berjumpa mata dengan Ainun. Dia kemudian mengenali salah satu juniornya di jurusan, Haruka, yang berlari, dan menahan lengan Ainun. Dengan cepat Heril menyenggol lengan Aso, dan kedua temannya yang lain: Yusril dan Nabas, ikut berpaling melihat kedua mahasiswa baru jurusan mereka tersebut.

Ainun merendahkan pandangannya kepada Haruka. "Percuma, Aru. Tidak bisa dihentikan," ucapnya.

"Inun!"

Haruka akhirnya berhenti pada tempatnya berdiri, memandangi punggung temannya yang tegap, dan berpinggul ramping. Sementara Ainun mendekat ke meja itu, berdiri di antara Heril dan Nabas, lalu menebarkan pandangan menusuk kepada keempat orang ini. Dia tidak pernah menaruh hormat untuk siapapun yang tidak layak diberi penghormatan, sama seperti orang-orang ini, yang sebenarnya senior dua tahun darinya.

Merasa terintimidasi, Aso mengangkat alis, tentu saja dia hanya menduga bahwa Ainun ini adalah mahasiswa baru jurusannya. Setidaknya dia mengenali Haruka, dan Haruka nampak akrab dengan orang asing di hadapannya ini. Hingga dia teringat tentang rumor seorang Maba yang berparas cantik tetapi tidak pernah muncul sewaktu pengenalan kampus. Pada sedetik itu, dia menyadari bahwa Ainunlah yang dimaksud rumor tersebut, dan sedetik kemudian, pundaknya menjadi tegap.

"Kenapa, Dek?" Ucap Aso menyeringai, mencoba menunjukkan gigi ginsulnya.

Meski Ainun tidak bergeming, dan matanya bagaikan jarum dart, menusuk titik berwarna merah yang disebut Heril. "Kau yang namanya Heril?" Ucapnya tanpa sedikitpun upaya untuk menghaluskan nada bicaranya.

Heril sontak merasa tersinggung, "Ya." Dia bernada tegas, membusungkan dadanya.

Ainun kemudian membuka sandi ponsel Rahma, lalu menunjukkan story tersebut, yang memicu otot wajah Heril menegang, serta hidung mancungnya mengembang. Namun tanpa menunggu Heril menuturkan suatu kata, satu hook kiri Ainun melesat seperti pistol, melabrak hidung Heril yang penuh kebanggaan itu.

PAK!

Haruka berteriak, dan Aso sama terkejutnya. Yusril dan Nabas ikut tercekat, emosi mereka serentak naik seperti thermometer pada panci mendidih. Nabas yang terdekat dari Ainun, bahkan hampir mencium telinga perempuan ini dengan tinju, sedangkan Yusril hendak memukul kepala Ainun dengan botol kecap.

Untung ego kelakian menahan kemurakaan keduanya. Sebab, telah lama ditetapkan untuk para laki-laki agar tidak memukul perempuan. Ketetapan tersebut ada hubungannya dengan kodrat maskulinitas. Laki-laki yang gemar mengkasari, ataupun memukuli perempuan akan selalu dicap bencong. Namun di sisi lain, laki-laki yang ketahuan dipukuli perempuan, akan ditertawakan sampai mampus dan dianggap rendah sebagai sosok yang tidak memiliki burung. Begitulah posisi mereka di hadapan para betina. Mereka harus selalu menghindari konflik fisik dengan perempuan sebab kedua lengan laki-laki ada, untuk memeluk perempuan, menjadi tameng dari hujan panah, ataupun dari cakar hewan buas.

Meski demikian kedua orang ini juga memiliki harga diri, terlebih lagi tinju Ainun itu, bukanlah tinju yang lemah lembut layaknya sosok ibu, tetapi seolah tinju dari bapak-bapak berotot, berusia 40 tahun, yang bagaikan pelecut, membuat Heril tersungkur, sedang wajahnya digenangi darah. Namun setelah mata Ainun menusuk keduanya, mereka berdua akhirnya bergeming.

Heril yang juga seorang laki-laki, dengan cepat menyeret tubuhnya untuk bangkit. Asopun meraih pundaknya.

Heril merasakan trauma yang mendalam, terlebih lagi, dia kini sedang menatap mata yang dingin itu, yang sedang memandang rendah dirinya. Sontak dadanya terasa ngilu, terasa terburai ke dalam perut.

Ainun di sisi lain telah berhasil menanamkan rasa takut pada senior-seniornya ini, kendati amarahnya masih belum padam. "Coba saja kau sentuh teman-temanku lagi. Kurobek mulutmu pakai tinju." Ucapannya yang seolah ditujukan juga terhadap ketiga laki-laki lainnya.

Diapun menarik tangan Haruka, meninggalkan keempat laki-laki yang dipecundangi, yang sedang menatap punggungnya dengan penuh kedengkian.

...