Byur!!
Marlo terkejut dengan aksi Mandalika yang terjun ke bawah laut. Apakah gadis itu gila? Dengan refleks Marlo yang paling dekat langsung berlari ke tepian kapal, menengok ke bawah lautan dengan ombak besar menghantam sisi-sisinya. "Sial bagaimana ini. Semuanya, cepat menyebur ke laut bagaimanapun kita harus menangkap perempuan itu," usulnya kepada para rekan.
Alex, beserta Leon langsung setuju keduanya mencebur ke dalam lautan lepas tak perduli pada ombak ganas, meningal 'kan Mario sendirian. Diantara semua tubuhnya paling gendut dan dia tidak pandai berenang. Oleh karenanya Mario memutuskan menunggu di atas kapal.
.
.
.
Mandalika merasakan paru-parunya berhenti bernapas, oksigen nyaris habis apalagi batas lautan Pulau NU terkenal keganasan ombaknya. Tapi Madalika memilih mati di lautan daripada harus merelakan tubuhnya dijamah oleh Arnold. Seolah mendapat dorongan tubuh tanpa daya Mandalika terbawa arus hingga ke tepian Pulau NU.
.
.
.
Blurb
Blurb
Pyak,
"Hah hah hah," Tak berselang lama kepala Alex muncul di permukaan. Disusul Leon dan Marlo dibelakang.
"Apa kalian menemukan nya?" teriak Mario dari dek atas.
Ketiganya menggeleng pasrah.
"Bagaimana mungkin!" seru Mario takjub. "Apa kalian sudah mencarinya dengan benar? Masa' mencari satu perempuan saja tidak becus." tungkasnya tak puas.
"Kau-" Alex yang ingin membantah berhenti, gara-gara mendapat kode dari Marlo. "Sial." gerutunya sambil menepuk permukaan air laut.
Diantara mereka Mario memegang jabatan paling tinggi bahkan semuanya harus memanggil Mario Tuan saat bersama bawahan. Hanya saja mereka sudah dididik oleh Agraham sejak kecil panggilan Tuan akan memperburuk ikatan diantara semuanya. Itulah kenapa jika tidak bertugas mereka lebih nyaman dengan menyebut nama masing-masing.
"Naiklah, aku yakin perempuan itu pergi ke Pulau NU meskipun kecil kemungkinan." gerutunya sambil menarik napas. "Kau yang disana, " tunjuk Mario pada pria di samping. "Katakan pada Nahkoda kita akan berlabuh di Pulau NU."
Sejak perintah turun, kapal berbelok arah ke tepi pantai Pulau NU, Kini Mario lah yang mengambil alih komando saat Arnold masih tergeletak pingsan karena luka tembak di perut.
Tidak lama kapal berlabuh. Mario dan lainnya bergegas turun dan memasuki kawasan hutan milik Pulau Nu. Jujur banyak dari mereka baru pertama kali memasuki hutan ini, bukan hanya disebabkan mitos yang beredar luas juga karena larangan dari penguasa tertinggi untuk tidak menginjak 'kan kaki di pulau terpencil ini.
.
.
.
Pikiran Alex kembali dari lamunan minatnya langsung terusik saat mendengar gemerisik semak di balik pohon. Perasaan akan bahaya membuatnya waspada. Ditatapnya lamat-lamat semak belukar yang masih bergerak meskipun pelan. Mengambil tombak runcing di dekatnya, Alex berjalan terendap-endap seolah membidik mangsa, sesaat kemudian.
" Hya!!" dengan gesit Alex mengangkat kayu runcing dengan sekuat tenaga. "Matilah kau," teriaknya beringas.
Drap!!
Drap!!
Drap!!
Www… Gerr!!!
Sosok hitam besar melompat dari semak belukar, dengan cakar dan taring tajam mampu mengoyak apapun yang menjadi incaran dalam sekejap. Mata kuning tersebut memandang Alex beringas.
Gerrr!!
Kelopak mata Alex menyipit, dipegang-nya tombak kuat-kuat dan berlari mendekat ke arah macan kumbang tanpa gentar. Hanya ada satu pilihan, entah dia yang mati atau sebaliknya. Runcingnya tombak atau tajamnya cakar, keduaanya saling beradu kekuatan.
Jlebb.
Alex menatap tanah. Namun posisi kedua tangan menjulangkan tombak ke atas, dengan satu kaki menekuk sedangkan yang lain menempel ke tanah agar mampu menopang berat badan dari macam kumbang tersebut. Sedetik kemudian tetesan-tetesan cairan kental jatuh membasahi rambut Alex dan mengalir ke tulang pipi.
Gerr!!
Seiring detik berlalu macam kumbang tersebut menutup matanya secara perlahan. Alex tersenyum miring, meski tadi dia sempat melamun kesadarannya tidak hilang sepenuhnya. Apalagi dirinya tengah berada di tengah hutan, bagaimanapun dia salah satu kaki tangan Agraham jika hanya berurusan dengan hewan buas seperti macan kumbang sudah menjadi makanan sehari-hari.
Buk!!
Alex mendorong bangkai macan kumbang hingga jatuh tersungkur.
"Padahal ini baru pinggiran hutan. Belum lagi di dalam sana. Ya Tuhan … semoga mereka baik-baik saja." lirihnya sambil menatap bangkai macan kumbang.
Kekhawatirannya bukan tanpa alasan. Selain mereka masuk mencari gadis itu, hanya menapak, kan kaki di sini saja sudah melangar perintah di atas. Alex ragu hukuman apa yang menanti dia bersama kawan-kawan kala kembali nanti.
"Ngomong-ngomong … siapa gadis itu? Wajahnya asing, bukan penduduk asli kota Florence! Atau jangan-jangan …," monolognya ragu, namun tiba-tiba Alex bergidik ngeri. Bukan hanya perasaan bahkan naluri dari tubuhnya merasakan bahaya mengincar. Samar, bulu kuduk di belakang telinga berdiri dengan setiap pori-pori di sekujur tubuh meremang sebagai pertanda.
.
.
.
"Sialan kemana perginya gadis itu. Kenapa cepat sekali hilangnya," dumel Marlo dengan melampiaskan amarah pada semak dedaunan. "Tuan, apa kau yakin dia pergi ke hutan ini?" liriknya ke arah Mario.
Mario ragu sebentar mendapat pertanyaan dari Marlo. "Aku yakin. Jika tidak kesini lalu kemana lagi? Apa kau pikir dia tenggelam?"
"Mungkin saja," terang Leon menimpali. "Perairan Pulau NU terkenal dengan keganasan ombaknya. Kita saja pengawal khusus hampir terseret arus ombak tersebut, apalagi jika itu seorang gadis!"
Marlo dan beberapa pria lainnya mengangguk setuju.
"Heh, " dengus Mario. "Kau pikir gadis itu lemah? Lalu jika seperti itu … bagaimana Tuan Arnold terluka? Tidak mungkin dia melukai dirinya sendiri. Setidak bergunanya Arnold, dia masih punya keahlian. " Mario berujar tidak sopan tentang Arnold.
Arnold memang terkenal playboy, dan sia-sia. Bahkan Agraham sendiri sudah dibuat pusing tujuh keliling dengan kelakuan Arnold, jika saja Arnold bukan darah dagingnya serta putra semata wayang. Mereka ragu Agraham masih bertahan hingga saat ini.
Kini suasana hening usai perkataan Mario.
"Siapa disana?" Marlo tiba-tiba berbalik sambil menodongkan moncong pistol kebangaanya.
Lainnya juga menatap arah yang dituju pistol Marlo. Perasaan was-was dengan berbagai macam pikiran hingap di benak masing-masing.
"Itu …" Leon mengernyit pelan. Kemudian sorot mata Leon serta yang lainnya berubah takjub melihat sosok yang keluar dari balik pohon.
"Manusia!!" seru Marlo. "Cantik, sangat Cantik." ungkapnya tanpa aling-aling.
Berbeda dengan Marlo, Leon justru merasa tak nyaman sejak kemunculan manusia bergender wanita tersebut.
Sorot mata itu mengingatkan Leon pada seorang pemburu memburu mangsa.Tapi kenapa bisa demikian? Itulah pertanyaan yang ada dihatinya.
"Siapa namamu cantik?" Marlo tersenyum cabul, membuat wanita tersebut menyeringai jijik. Namun Marlo tak peduli. "Tidak tahukah kamu? Hutan bukanlah tempat yang aman. Banyak binatang buas mengintai dimana-mana. Eem … Jika kamu bersedia, kami tidak keberatan membawamu bersama dalam perjalanan. Bagaimana, apa kamu mau?" ungkapnya antusias.
Wanita tersebut tersenyum smirk. "Binatang buas?" tanyanya penasaran. Dijawabi angguk, kan Marlo. "Tapi aku belum bertemu satupun binatang buas yang kau sebutkan itu. Tapi …,"
Mario, meskipun berwatak pongah, dia tidak sebodoh penampilannya insting yang dimiliki lebih kuat dibandingkan dengan semua rekan se-Tim. Sejak kemunculan wanita cantik apalagi di tengah hutan perawan seperti ini membuat perasaan tak enak menjalar masuk kehati.
"Tapi apa?" Marlo memasang wajah penasaran.
"Jika yang lebih menakutkan daripada binatang buas aku melihatnya. "ujarnya tanpa ekspresi.
Leon dan Mario langsung waspada. Namun tidak dengan Marlo. "Benarkah! Apa itu? Aku ingin melihatnya?" tanya-nya bersikap jagoan. Tabiat pria memang seperti itu suka pamer di hadapan wanita, meskipun baru kenal.
"Aku,"
"Apa?" ujar Marlo makin tak mengerti. Justru ekspresi itulah yang membuat Anna, wanita yang berdiri di samping pohon senang. Dia mengangguk lalu tersenyum lebar.
Mario, Leon dan lainnya terkesiap kaget. Mata mereka bergetar hingga membola bulat sempurna, aliran darah di seluruh nadi merangkak ke otak, seluruh organ tubuh terasa kaku bagai di paku di atas permukaan tanah. Biarkan mereka pingsan, itu pun masih meragukan indera penglihatan setiap orang dengan apa yang tengah mereka saksikan sekarang ini.
Sosok sok jagoan Marlo bagai kerupuk tersiram air, nyalinya melempem mengetahui kenyataan tersebut. Ternyata sosok Angel yang dia duga justru penjelmaan dari Devil sesungguhnya. "K-kau …" ucapnya parau. Kakinya bergetar, tanpa sadar dia pun terkencing nyaris pingsan.