Di kamarnya yang berukuran 3 x 3 meter Naya langsung membuka halaman buku yang ditemukan tadi. Ternyata di setiap bab buku itu berisi biodata dan cerita singkat kehidupan dewa-dewi mitologi Yunani kuno.
Ia membaca setiap judul bab sampai bab terakhir membahas tentang dewa Cupid atau Eros pengendali perasaan. Naya jadi tertarik membacanya, karena masalah yang sedang menggemparkan dunia ini diambil dari nama dewa Cupid.
Dari situ Naya mengenal bagaimana dewa Cupid yang asli. Matanya membinar selama membaca cerita singkat Cupid, pikiran licik pun muncul. Ia membayangkan jika dewa itu benar ada di bumi, Naya bisa meminta bantuannya untuk mendapatkan hati Elgar.
"Bangun Nay, halu lo kejauhan." Naya menepuk pipinya.
Naya meletakkan buku itu ke rak dan bergegas ke kasur karena nyeri haidnya mulai kambuh, tapi langkahnya terhenti saat menginjak sesuatu benda berukuran kecil dan saat dicek ia menginjak sebuah gelang berwarna silver yang memiliki liontin berbentuk love.
Alis Naya mengerut, diingat-ingat ia tidak memiliki gelang seperti itu bahkan tidak punya satu gelang pun, karena tidak nyaman buatnya yang selalu berpenampilan asal ada.
Naya memutar-mutar liontinnya sampai menemukan garis pemisah dua sisi kalung itu. Ia lantas membagi dua sisinya, melihat gambar abstrak Cupid yang khas sedang memanah sepasang kekasih.
Naya berlari demi mengambil kembali buku usang tdi, ia teringat gelang di tangannya dibahas di bab dewa Cupid dan di ujung kanan bawah halaman terdapat lubang yang cukup dalam dari gabungan beberapa halaman untuk menaruh gelang atau pembuka portal dunia dewa dewi, tanpa gelang itu dewa atau dewi yang sedang berada di bumi tidak bisa kembali ke dunia mereka.
'Kalau gelang ini ada di sini, berarti ...' Naya membatin. 'Alaah paling buku fiksi doang'.
Dengan cepat Naya mencocokkan gelang dengan lubang di buku dan ya, benar-benar pas. Belum reda kekagumannya, tiba-tiba gelang bersinar mengeluarkan warna emas yang sangat terang sampai membuat mata Naya spontan memejam.
Sinarnya hanya sesaat tapi Naya masih belum berani membuka matanya. Ia masih syok dengan apa yang dilihatnya sambil mencerna, betulkah yang dilihat barusan? Atau hanya halusinasi saja.
Naya berteriak keras memanggil ibunya, tak butuh waktu lama ibu datang dengan ekspresi panik.
"Kamu kenapa, Nay? Tenang-tenang ada ibu di sini." Sambil memeluk putrinya.
Barulah Naya berani membuka mata pelan, pandangannya jelas langsung tertuju pada buku yang tergeletak di lantai. Namun, ada yang aneh saat memandang buku itu, Naya mengucek matanya memastikan apa yang dilihatnya.
Tangannya mencengkram kuat bahu ibu, ibu lantas semakin khawatir melihat gelagat putrinya. Ibu turut mengikuti arah pandang Naya. "Kamu liatin apa, Nay?"
Tidak dijawab Naya.
"Ini buku apa Nay, kok sampulnya gini?" Ibu hendak meraih buku itu tapi ditahan oleh Naya.
"Ibu nggak liat di atas buku itu?"
"Liat apa?"
"Ibu liatnya apa?"
"Buku."
"Buku doang, Bu?"
"Iya."
Naya kembali mengucek matanya lebih keras, fiks dia tidak salah lihat dan sedang tidak berhalusinasi. Naya melihat dewa Cupid seukuran kepalan tangannya sedang duduk membelakanginya di sudut buku.
Rasa penasaran sedikit menutup rasa takutnya. Naya menggeser buku itu demi mengetes apa Cupid menyadari bahwa Naya bisa melihatnya.
Sesuai dugaan, dewa Cupid langsung menoleh ke belakang, menemukan Naya yang sedang menatap dengan mata melotot. Cupid pun tidak kalah melotot, ia kaget Naya bisa melihatnya.
"Kau bisa melihatku?" Tidak seperti Naya yang mematung, Cupid langsung terbang mengepakkan sayapnya membuat tubuh Naya spontan mudur ketakutan, ibu pun semakin khawatir.
"Naya, hey, kamu kenapa?" Ibu menepuk pelan pipi Naya karena tubuh Naya mendadak keras seperti patung.
Naya hanya menggeleng pelan, lalu berkata, "Enggak apa-apa, Bu." Tubuh Naya langsung lemas saat memandang ibunya.
"Tapi kamu pucat begini, kamu sebenarnya kenapa?"
"Enggak apa-apa, Bu. Aku emang kurang enak badan, tolong buatin teh anget ya, Bu."
Ibu menempelkan punggung tangannya di kening Naya, ibu pun menyentuh setiap tubuh Naya yang sedang keringat dingin. Tanpa bicara Ibu langsung membantu Naya menuju kasur untuk dibaringkan dan diselimuti.
"Kamu hangatin tubuh dulu, ibu buatin teh hangat."
Naya mengangguk dan saat Ibu keluar pastinya Naya langsung memandang Cupid yang sedang terbang mengelilingi kamarnya. Sebenarnya Naya sangat takut, tapi ia juga penasaran yang dilihatnya ini benar atau hanya halusinasi saja.
"Kau sudah tenang?" tanya Cupid tepat di depan wajah Naya.
Melihat Cupid sedekat ini rasa ingin membuat Naya pingsan. Ia masih sangat asing dengan makhluk kecil bersayap itu.
"Kau bisa melihatku karena kamu memiliki-" Belum selesai Cupid bicara Naya langsung menyela.
"Karena aku memiliki gelang ini, kan? Kamu butuh gelang ini buat kembali ke dunia kamu yang asli." Sambil menunjukkan gelang yang sudah melingkar di pergelangan tangannya.