Akane berdiri di sudut ruang rapat markas rahasia Fallen Orions. Di sana, terdapat seluruh anggota Panitia Sebelas beserta Ardent yang duduk mengitari ruangan. Akan tetapi, wajah mereka seakan tertutup bayangan dalam pengelihatan Akane. Tak terdengar jelas apa yang sedang mereka bicarakan. Kemudian, Ardent berdiri sambil kedua tangannya menyentuh meja.
"Armada kapal IOS atau Imperial Orion Ship akan siap dalam beberapa bulan. Kalian akan diposisikan pada kapal yang terpisah. Entah pada kapal perusak Alnitak dan Alnilam, kapal kargo Gamma dan Kappa, kapal penjelajah Betelgeuse dan Rigel, atau kapal perang Constellation."
Ia berdiri lalu memproyeksikan peta dengan sihir. "Kita hanya mengetahui sedikit bagian dari dunia, tergambar dalam peta yang kita ketahui saat ini."
Peta yang ditampilkan hanya terdiri dari satu benua besar dengan beberapa pulau besar di sekitarnya.
"Meski sudah cukup luas, tapi hanya sejauh itulah manusia menjelajahi dunianya selama ribuan tahun. Kita seperti terisolasi dalam satu benua tanpa mengetahui apa yang berada jauh di seberang lautan."
Ia menghela nafas yang cukup panjang.
"Perjalanan panjang yang penuh misteri akan kita lalui. Persiapkan diri kalian untuk menjadi garda terdepan dalam menghadapi rintangan apapun nantinya."
Ia menghilangkan sihir proyeksi sambil kembali duduk pada kursinya.
"Entah apa saja yang ada di luar sana. Monster, manusia, atau bahkan monster setengah manusia. Kita tidak akan tahu sebelum kita benar-benar menemuinya."
Setelah Ardent selesai berbicara, seisi ruangan hancur berkeping-keping seperti kaca yang dihantam dengan keras. Saat retakannya membelah wajah Akane, pemandangan sekitar langsung berubah menjadi sebuah pantai di sore hari. Matahari terlihat sangat terindah di ujung mata. Suara deburan ombak mengisi tempat kosong pada telinganya. Saat suara deburan ombak ketiga datang, ia mendengar langkah kaki yang berjalan ke arahnya dari belakang.
"Segalanya memang sangat mengejutkan, tapi apa yang menanti di depan merupakan sesuatu yang belum pernah kita hadapi."
Tidak seperti sebelumnya, kali ini wajah Shiro terlihat dengan sangat jelas. Ia tersenyum tulus menatap Akane.
"Akane, kau siap?"
Ombak yang semula kecil tiba-tiba menjadi besar. Semua hal termasuk Akane ikut tersapu oleh ombak yang datang seperti tsunami. Saat tenggelam, ia mendengar suara seseorang yang tak asing dalam ingatannya.
"Tunggu aku Ardent. Aku akan melanjutkan apa yang Lucius gagal lakukan padamu."
Ombak menyusut bersamaan dengan hilangnya gema suara tersebut. Akane kembali berada di sudut ruang rapat rahasia Fallen Orions. Tak lama kemudian, terdengar suara pintu yang terbuka dengan sangat keras. Eevnyxz dan Rikka masuk secara bersamaan dengan wajah yang tidak menggembirakan.
"Bagaimana situasinya?!" tanya Army sambil berdiri dari kursinya. Meski matanya tertutup, ekspresinya tidak menunjukkan berita yang baik sama sekali.
Rikka menggelengkan kepalanya. "Ia tak ada dimana-mana."
Eevnyxz duduk pada kursinya sambil melipat kedua tangannya di meja. "Hubungi para petinggi. Kita akan memasuki situasi darurat kerajaan."
Ia menggelengkan kepalanya. "Tidak, mungkin darurat aliansi."
Tiba-tiba, seluruh ruangan di sekitar menjadi gelap. Akane seakan berdiri di void yang hanya terisi dengan kehampaan. Di tengah kegelapan itu, perlahan muncul gambaran Army di sebuah ruangan. Ia terlihat sedang bersenandung sambil berbicara sendiri di meja, sementara Akane berdiri di belakangnya. Segala hal disekitarnya terasa tidak benar dengan berbagai posisi benda yang tidak karuan. Ia seperti berada pada lukisan surealis ketika melihat tumpukan buku yang tidak berbentuk seperti buku.
Saat terfokus dengan ruangan surealis itu, tiba-tiba Army berbicara sendiri.
"Teruntuk Cherry, adik kesayanganku. Kakak tulis buku ini sebagai panduan untukmu di masa depan. Seluruh hal yang Kakak ketahui ada di buku ini. Termasuk beberapa rahasia yang belum pernah Kakak ungkapkan. Masih ada lebih banyak misteri dalam bidang ini, tapi Kakak serahkan sisanya padamu. Cherry, hiduplah dengan bahagia. Tertanda, Army."
Army menengok ke belakang. "Bagaimana Tofu? Apakah itu cukup baik?"
Setitik cahaya muncul dari tubuh Army. Saat Akane menyentuh cahaya itu, tiba-tiba seluruh gambaran surealis menghilang dengan sangat cepat seperti tersedot oleh sesuatu. Ia langsung terjatuh bebas di langit dan mendarat di atas kepala Divine Dragon Shiro.
"Akane, waspadalah," ucap Shiro melalui telepati. "Meski dikendalikan, ia tetaplah Ardent sang senjata berjalan umat manusia."
Mereka dihadapkan pada ratusan ribu pasukan dengan sayap putih seperti burung. Zirahnya sangat tebal dan kuat, bahkan mengkilap seperti perak. Mereka memenuhi daratan dan udara sambil bergerak ke satu arah. Di bagian paling belakang tentara itu, ada seseorang berjubah hitam yang berjalan tegap sambil tertawa keras.
"HAHAHAHA! Saksikanlah kemegahan dari kekuatan Ardent sesungguhnya! Divine Judgement telah datang ke dunia melalui penyihir terhebat di seluruh alam!"
Ia menengok ke belakang, tepat ke arah Ardent yang gerak-geriknya seperti boneka. Tubuhnya sangat kaku dengan wajah yang pucat. Tatapannya kosong dan tak berbicara sama sekali. Ia masih bernafas, tapi ia seperti orang mati.
"Padahal engkau adalah sosok yang paling aku kagumi, tapi kau malah mengabaikan keindahanmu itu ..."
Ia memegang kedua bahu Ardent sambil menunduk, bersedih akan suatu hal yang sangat ia yakini sebelumnya. "Apakah mereka semua yang menahanmu untuk tidak mengeluarkan seluruh kekuatan ini?"
Ekspresinya berubah secara drastis. Setelah sebelumnya bersedih, kini wajahnya terlihat sangat bahagia dan termotivasi. Ia menunjuk ke depan, ke arah dimana tentara putih bergerak.
"Kalau begitu, akan kuhapus semua yang menjadi penghalang dari keindahan itu! Ratakan mereka dengan penghakiman surgawi dari Divine Judgement!"
Bumi seketika tergoncang dengan hebat setelah ia menyelesaikan kata-katanya, tapi itu bukanlah akibat dari suatu hal yang ia lakukan. Suara ledakan yang sangat keras terdengar dari atas, seakan langit terbelah. Berbaris pasukan manusia yang terdiri gabungan berbagai kerajaan di seberang tentara putih. Mereka telah siap untuk berperang dengan semangat yang membara setelah dimotivasi oleh masing-masing jendralnya.
Di barisan paling depan, berdiri seseorang yang sedang melepas penutup matanya. Atmosfer dalam radius beberapa kilometer seketika memberat, menekan segala mahluk ke bawah tanah serta menghentikan langkahnya. Kaki-kaki tentara putih terhenti. Sayap-sayap mereka yang terbang mulai tak bisa dikendalikan dengan baik, membuat mereka saling bertabrakan di udara.
Sambil matanya mengeluarkan darah, orang itu berbisik, "Baphomet, panggil para penguasa lainnya. Semua harus datang di pemakamanku."
Pria berjubah hitam tiba-tiba berteleportasi ke hadapan orang tersebut. Ia menampakan setengah dirinya dari balik asap hitam yang pekat.
Dengan raut wajah yang penuh dengan kepercayaan diri, ia berbicara, "Sia-sia melawan. Lebih baik kalian para manusia diam saja menunggu kematian datang. Kau tahu siapa yang akan kau lawan, Army?"
Army menatap pria itu tepat di matanya. "Teruslah menghibur diri. Sampai kapanpun, kau tak akan bisa menyamai Ardent."
Satu-persatu iblis kuno mulai turun dari langit. Beberapa dari mereka pun naik dari permukaan tanah. Beelzebub dalam wujud lalat raksasa, Leviathan yang berwujud monster laut, Lucifer dengan wujud paling mirip dengan manusia, serta banyak iblis lain yang tak terhitung jumlahnya.
Mereka semua terpanggil dalam wujud sempurna dengan ukuran yang bervariasi. Kehadiran mereka membuat manusia sempat ketakutan, tapi hal itu tak berlangsung lama. Para iblis dengan mudah meyakinkan manusia bahwa mereka ada di pihaknya.
Army menengadahkan kepalanya pada pria berjubah hitam. "Army yang asli telah mati sejak kecil. Yang ada di hadapanmu sekarang bukanlah apa yang kau bayangkan."
Para iblis berbaris di belakang Army. Mereka menghunuskan berbagai senjatanya masing-masing. Tombak, gada, pedang, sampai sihir telah siap untuk dilepaskan. Terompet mereka tiup, genderang perang mereka tabuh. Mata Army yang buta telah terisi. Bukan dengan mata ungu sebelumnya, tapi dengan sesuatu yang lain. Tubuhnya terbakar oleh api hitam yang menyala dengan sangat panas.
"Star King Kirito, bawalah penghakiman surgamu itu ke hadapanku. Seharusnya kau yang sadar akan posisimu saat ini."
Lambang bintang terukir oleh api di dahinya. Kulitnya mengering dengan sangat cepat. Pipinya perlahan menyusut bagai kertas yang terbakar. Gigi-gigi menjulang pada wajahnya dari lubang yang tercipta.
Suaranya menggema, seperti iblis kuno lainnya. "Karena aku adalah Satan, sang penguasa segalanya."
Shiro yang sedang terbang juga ikut kehilangan keseimbangannya akibat atmosfer yang sangat berat. Alhasil, Akane tergelincir dan jatuh bebas lagi.
"Akane!"
Atmosfer yang semakin berat membuat Akane jatuh dengan sangat cepat. Ia tak sempat merapal sihir apapun karena tubuhnya juga tak bisa digerakkan. Saat hampir mendarat di tanah, lingkungan sekitarnya kembali berubah. Kali ini, ia terduduk di hadapan jurang raksasa yang berjarak setidaknya 200 meter.
Sebuah lembaran surat kabar mendarat di depannya. Pada halaman tersebut, terpampang gambar Ardent yang sedang berbicara di atas podium. Akane membaca tulisan besar yang terletak di samping gambarnya.
"Misi tingkat dunia telah diumumkan oleh Ardent dan Kaisar Xaniel. Lancarnya diplomasi dengan benua seberang memberikan Orion Belt akses menuju tempat World Key bersemayam."
Saat selesai membaca, terdengar suara radio yang entah dari mana asalnya.
"Altair menuju markas. Pintu telah diketuk. Semoga beruntung."
Deru mesin pesawat yang khas terdengar. Akane melihat 12 pesawat kecil terbang di atas kepalanya. Mereka terbang menjauh dari jurang, tapi ada sesuatu yang dijatuhkan oleh mereka. Bentuk benda itu bulat dan meruncing ke arah bawah, dengan parasut yang membuat jatuhnya melambat.
Beberapa saat setelah terjun, benda itu tak terlihat lagi dari pandangan. Kemudian, terjadi 12 ledakan besar secara beruntun dari bawah jurang. Akane segera mengaktifkan barrier untuk menahan ledakan tersebut. Api, asap, dan debu berterbangan kemana-mana. Butuh waktu cukup lama sampai Akane bisa melihat kembali keadaan di sekitarnya. Goncangan hebat menyusul beberapa saat setelah asap dan debu mereda.
Ledakan masif sebelumnya telah membuat raksasa penghuni jurang bangkit dari tidur yang tenang. Monster berwujud kelabang raksasa dengan dua kepala menampakan dirinya. Ia mendesis dengan sangat keras, membuat kepala Akane merasakan sakit yang luar biasa.
"Inikah, World Key itu?!" tanya Akane sambil menutup seluruh tubuhnya dengan barrier.
Suara desisan tersebut merambat menembus barrier, membuat Akane tetap merasakan sakit pada kepalanya. Saat hampir pingsan akibat desisan yang memekakkan telinga, Ardent melangkah melewatinya dari belakang.
"Kerja bagus semuanya. Istirahatlah, dan serahkan sisanya padaku."
Ardent melebarkan kedua tangannya sambil terus berjalan ke arah monster kelabang. Langit seketika menjadi gelap dengan awan hitam yang berkumpul menjadi spiral di satu titik seperti tornado.
"Kegelapan kekal nan sunyi dengan segala kemisteriusannya. Bukan awal, tapi juga bukan akhir ..."
Gemuruh keras beserta petir menyambar dari awan hitam di atasnya. Medan listrik bumi ikut menguat. Sebagian kecil rambut Akane ikut terangkat karenanya.
"Manifestasikan dirimu dalam seruanku yang terisi penuh dengan rasa haru. Aku 'kan menyebut namamu berkali-kali tanpa ragu ..."
Muncul tengkorak raksasa dari balik awan hitam spiral. Mulutnya terbuka lebar seakan ingin memakan sesuatu. Sebelum merampungkan mantra, ingatan lamanya sekilas muncul.
Army dengan tawanya yang khas mengatakan sesuatu pada Ardent. "Ahaha, semoga aku bisa menyaksikan bagaimana kita mengalahkan monster itu."
Tergambar sebuah lingkaran sihir yang menyala dengan sangat terang di bawah kaki Ardent.
"Bawalah ia bersamamu entah sebagai makanan, mainan, atau tahanan. Jangan biarkan ia lepas dari kehampaanmu yang tak mengenal batas ..."
Setelah menarik nafas panjang, ia merampungkan mantranya. "Army, kuharap kau bisa menyaksikannya dari sana."
Tengkorak di langit meraung dengan sangat keras. Gelombang suara muncul dan menahan pergerakan monster kelabang agar tidak kemana-mana. Ia menjadi seperti Akane yang tertahan oleh suara desisan.
"Atas izinnya, akan kuhapus seluruh keberadaanmu. Divine Banishment!"
Tengkorak raksasa turun dari langit, memperlihatkan setengah tubuh bagian atasnya yang hanya berupa tulang. Ukurannya setara dengan gunung meski belum memperlihatkan keseluruhan wujudnya. Monster kelabang berusaha melawan dengan menyerang dengan seluruh sihir yang ia punya, tapi raksasa tulang itu tak terpengaruh sama sekali.
Kelabang itu ditarik menuju ke awan spiral, lalu dimakan olehnya. Proses makan tak terlihat sepenuhnya karena mereka terlanjur menghilang di balik awan spiral. Bersamaan dengan itu, awan spiral di langit berhenti berputar. Segalanya kembali seperti semula dengan awan putih yang mengisi langit.
Akane menatap langit cerah yang diikuti dengan munculnya basuhan hangat sinar mentari. Pemandangan sekitar seketika berubah kembali. Masih di bawah hangatnya mentari, tapi kali ini ia terduduk di tengah pekuburan yang luas. Pekuburan itu agak membingungkan karena hanya memiliki satu batu nisan. Ia berdiri untuk membaca tulisannya, tapi tiba-tiba muncul Shiro di samping.
"Sahabat terbaik yang pernah kumiliki," ucap Shiro. "Tak terasa waktu sudah berjalan lama sejak ia tak lagi bersama kita. Suatu waktu pun aku akan menyusulnya."
Ia menatap Akane sambil memasang senyum yang agak canggung. "Lalu apa yang akan terjadi padamu, jika waktu itu telah datang padaku?"
Tanpa ragu, Akane langsung menjawab dengan isi hatinya yang paling dalam, "Aku akan semakin mencintaimu setiap harinya, sampai tak terasa 300 tahun berlalu tanpamu."
Pandangannya terhanyut ke dalam bola mata Shiro. Tanpa terasa, ia meneteskan air mata sambil tersenyum. Terdengar suara Shiro lain yang memanggil, tapi suara itu berasal dari tempat yang lain. Shiro yang ada bersamanya hanya diam tanpa berkata apa-apa, tapi suara Shiro lain itu terdengar semakin jelas.
"Akane ... Akane ... Kau disitu?" panggil Shiro yang entah dari mana asal suaranya.
Saat terdengar suara jentikan jari, kesadaran Akane kembali ke tempat semestinya. Ia berdiri di atas balkon rumah, diterangi oleh sinar bulan serta barisan bintang yang mengisi kanvas malam.
"Kau melamun. Ada sesuatu yang mengganggu?" tanya Shiro yang menjadi khawatir.
Shiro berdiri di sebelah Akane, bertanya apakah ia sedang merasa tidak enak badan atau tidak. Akane adalah orang pendiam yang kepalanya selalu berpikir tanpa henti. Tatapannya selalu tajam dan bisa mengintimidasi dengan pemikiran yang bahkan belum ia tuangkan.
Akan tetapi, yang dilihat oleh Shiro saat itu adalah sebuah tatapan kosong. Kesadaran Akane seperti sedang berkeliaran bebas pergi dari tubuhnya. Shiro baru saja menyaksikan sisi lain dari Akane yang hampir tidak ia ketahui sebelumnya. Sisi Akane yang sering melamuni berbagai macam hal.
Akane bersandar pada bahu Shiro. "Hanya membayangkan apakah aku seindah bintang atau tidak."