Chereads / Fallen Orions Tales / Chapter 96 - Perjalanan

Chapter 96 - Perjalanan

Karena insiden yang terjadi, waktu berbelanja mereka terbuang sia-sia. Pasar sudah mulai tutup dan kebanyakan bahan makanan sudah terjual habis. Tak ada lagi yang bisa dilakukan selain kembali ke penginapan karena hari sudah semakin sore.

Fori meletakan si Bocah di kursi karena kendali tubuhnya sudah kembali. Ia kemudian menuju resepsionis untuk memesan beberapa hidangan. Kumine duduk di hadapan si Bocah, lalu memberi berbagai pertanyaan.

"Siapa namamu?" tanya Kumine.

Dengan mulut yang masih terasa berat, bocah itu menjawab sebisanya. "S-s-shougo ... Tetapi lebih sering dipanggil Sloth."

Kumine memangku wajahnya dengan kedua tangan sambil menatap Shougo. "Baiklah, langsung saja ke intinya. Maukah kau jadi bodyguardku?"

Shougo terkejut. "Bodyguard? Untuk apa?"

"Tentu saja untuk mengawalku. Aku adalah petualang yang akan pergi ke berbagai tempat."

Shougo menunduk sambil berpikir sebentar. Ia masih tidak percaya bahwa nyawanya masih selamat setelah Fori menangkapnya tanpa belas kasihan.

"Bagaimana kalau aku menolak?"

Kumine tersenyum sambil memiringkan kepalanya. "Fori akan menyebar seluruh anggota tubuhmu. Strena tidak memiliki sistem perlindungan kriminal sepertimu kan?"

Shougo langsung menelan ludahnya sendiri dan merinding dengan sangat hebat. Ini adalah pertama kalinya ia mendapat ancaman kematian, terlebih lagi ancaman tersebut datang dari seorang wanita cantik yang tersenyum dengan sangat manis.

"K-kalau begitu, aku tidak punya pilihan lain ..."

Kumine menepuk tangannya. "Baiklah, perjanjian dibuat!"

Ia menjentikan jarinya, lalu muncul sebuah tato sihir yang melingkari leher Shougo.

Shougo langsung memegangi lehernya. "I-ini apa?!"

Fori datang sambil membawa makanan ringan dan 3 gelas minuman. "Sihir pengekang. Jika kau mencoba kabur, menyakiti majikan, atau melawan perintah majikan, maka lehermu akan terpenggal."

Kumine dan Fori kemudian memperkenalkan diri mereka pada Shougo, sekaligus menjelaskan tujuan mereka berkelana. Ia menjamin seluruh kebutuhan sehari-hari Shougo beserta gajinya, tapi sihir pengekang tak akan dilepas sampai ia merasa Shougo bukan lagi ancaman. Menurutnya, perjalanan akan menjadi lebih mudah jika ada orang tambahan yang kompeten. Mendengar bagaimana Shougo sempat memojokan Fori, tidak diragukan lagi bahwa ia memiliki bakat yang bisa dikembangkan. Shougo tinggal membuktikan bahwa dirinya bisa berguna untuk Kumine, jika tidak ingin lehernya terputus.

Shougo juga menjelaskan sedikit asal-usulnya yang ia sendiri tidak begitu ingat. Yang ia tahu hanyalah fakta bahwa ia sudah hidup terlantar sendirian di kota itu. Beberapa pekerjaan telah dilakukan untuk mendapat uang, tapi seluruh pekerjaan itu hanya bisa menghasilkan sedikit uang. Dengan mempelajari beberapa hal, ia sadar bahwa mencuri bisa memberikannya uang yang lebih banyak. Pada akhirnya, ia terus berkembang menjadi penipu dan pencuri profesional di kota. Kemudian, ia ditangkap oleh jaringan gelap, lalu dipaksa untuk bergabung dengan kelompok pencuri. Nama Sloth diberikan padanya karena sifatnya yang sering terlihat malas-malasan ketika sedang tidak "bekerja".

Setelah merasa cukup berkenalan, Kumine mengeluarkan peta dan menjelaskan lebih jauh mengenai tujuan mereka pada Shougo.

"Tujuan pertama kita adalah Gozen," ucap Kumine sambil menunjuk posisi kerajaan Gozen.

"Mereka memiliki pertambangan batu yang aku butuhkan sebagai pernak-pernik," tambahnya lagi.

Ia menunjuk beberapa kota Union yang ada di antara posisi mereka dengan kerajaan Gozen. "Tetapi, kita perlu mampir ke tiap kota yang ada untuk mengisi persediaan. Kita tak boleh membebani Tan untuk membawa barang selain bahan baju."

"Tan?" tanya Shougo dengan bingung.

Kumine mengangguk. "Yap, teman tidurmu nanti."

Waktu terus berjalan hingga malam sudah semakin larut. Kumine telah menjelaskan semua yang perlu Shougo ketahui. Ia juga memberi tugas pertama Shougo, yaitu membeli persediaan makanan. Pengetahuannya tentang kota akan membuatnya lebih mudah, sehingga jadwal keberangkatan mereka tidak terganggu.

Saat sudah memasuki waktu istirahat, Kumine dan Fori mengantar Shougo ke kandang Tan dan menyuruhnya tidur bersamanya.

"E-eh, bersamanya?!" ucap Shougo yang terkejut melihat wujud Tan, si monster menyerupai kuda.

Kumine mengangguk. "Anggap saja ini adalah ujian kesetiaanmu."

"Jangan khawatir," tambah Fori sambil mengelus kepala Tan yang terlihat menurut. "Meski agak menyeramkan, Tan ini bersahabat,"

Shougo menelan ludah sambil berusaha percaya dengan ucapan Fori. Ia masih belum terbiasa melihat sisi Fori yang merupakan gadis normal.

"Yah, setidaknya ini lebih baik daripada tidur di jalanan ..."

Kumine dan Fori meninggalkan Shougo bersama Tan. Setelah membersihkan diri, mereka berdua berkumpul di kamar Kumine untuk membahas rencana mereka sekali lagi.

Sebelum kembali ke kamarnya, Fori bertanya, "Apakah Nona yakin untuk membawa bocah itu?"

"Tentu saja," jawab Kumine dengan percaya diri.

Fori memejamkan matanya dan menunduk. "Kalau keyakinan Nona sudah bulat, maka aku tidak akan mempertanyakannya lagi."

Kumine tertawa kecil. "Haha, jangan khawatir. Aku juga yakin ia tidak berani macam-macam lagi."

Ia menengok ke arah jendela dan menatap langit malam yang berbintang. "Ia hanya sedikit tersesat, seperti bintang kecil yang bercahaya, tapi tak bernama."

Dengan senyuman manisnya, ia menatap Fori. "Kita yang lebih beruntung harus membantu mereka bukan?"

Fori mengerti maksud Kumine yang ingin membawa Shougo bersamanya. Ia menundukan kepala lagi, lalu kembali ke kamarnya untuk beristirahat.

Keesokan hari, pada pagi buta yang masih agak gelap, Kumine memberikan daftar belanjaan pada Shougo beserta sejumlah uang. Ia juga kembali mengingatkan bahwa Shougo akan terpenggal jika ia berusaha kabur.

Sebelum Shougo berangkat, Kumine berpesan, "Jika gerombolan gelap itu mendatangimu, giring saja mereka kesini. Fori akan menghabisi mereka dengan mudah."

"Kami akan menunggumu di gerbang keluar kota," tambah Fori.

Shougo segera berlari secepat yang ia bisa, sementara Kumine dan Fori bersiap untuk perjalanan selanjutnya. Seluruh barang dimasukan kembali dalam tas, administrasi penginapan diselesaikan, Tan dibangunkan dan diberi makan.

Di gerbang, mereka harus mengisi kembali administrasi kota sebelum keluar.

Kumine memberikan surat izin tinggalnya pada petugas gerbang. "Ah iya, kami juga akan membawa seseorang bersama kami."

"Oh, mengajak kenalan berpergian?" tanya petugas itu sambil menulis dokumen.

Kumine menggelengkan kepalanya. "Bukan, tapi membawa seseorang sebagai bodyguard."

"Apakah ia memiliki tanda pengenal kota Strena?"

"Tidak. Ia adalah kriminal jalanan."

Petugas itu seketika berhenti menulis. Ia seakan memahami apa yang hendak dilakukan oleh Kumine. "Ah, Kalau begitu, anda tidak perlu apa-apa."

Ia kembali mengisi dokumen di depannya. "Kami justru berterimakasih karena anda membawa kriminal keluar dari kota ini."

Kumine tertawa kecil dan tersenyum. "Tak masalah!"

Kumine, Fori, dan Tan menunggu Shougo sambil menikmati terbitnya matahari. Cahayanya perlahan menyinari mereka, sekaligus memperlihatkan seluruh kota Strena yang sangat luas. Dari jalanan di depan, terlihat seorang bocah yang berlari sambil membawa beberapa tas belanja di tangannya. Mulutnya terbuka, terengah-engah akibat berlari tanpa henti sambil membawa beban. Keringat mengalir deras dari wajahnya meski pagi itu masih cukup dingin.

"Nona Kumine, Nona Fori!" panggil Shougo.

Ia berlari hingga berada tepat di hadapan mereka, lalu menunduk sambil tangannya memegang lutut. "Hah ... Hah ... Ini semua barangnya!"

Fori mengambil semua tas tersebut, lalu meletakannya di atas kabut. "Bagus. Kita akan langsung berangkat!"

Kumine naik pertama ke atas kabut. "Ayo naik!!"

Tan kemudian ikut berjalan di belakang kabut secara perlahan. Fori dan Shougo kemudian naik bersamaan ke atas kabut, lalu menyesuaikan posisi duduk mereka. Setelah semuanya siap, lintasan G-Out kembali muncul untuk membawa mereka pergi menuju tujuan selanjutnya.

Karena tidak sempat sarapan, Kumine memasak sarapan untuk mereka bertiga di atas kabut. Dengan kompor kecilnya, ia hendak menggoreng telur serta beberapa potong daging.

Disaat memasak, tiba-tiba Shougo bertanya, "Nona, kenapa kau melakukan perjalanan jauh hanya untuk membuat baju?"

"Tentu saja agar bisa memastikan kualitas bahannya benar-benar bagus," jawab Kumine sambil membalik telur.

"Maksudku, kenapa kau begitu berniat untuk membuatnya?"

Shougo menatap Fori dengan penuh keseriusan. "Kurasa, dari sekian banyak hal, baju bukanlah hal yang penting."

Seketika, suasana menjadi hening. Hanya desisan minyak dalam wajan yang terdengar oleh ketiganya. Kumine terdiam sambil memandangi telur yang hampir matang, seakan berpikir keras untuk memilih jawaban yang akan ia ucapkan.

"Kau tahu bagaimana rasanya dikerumuni oleh orang-orang hebat? Sampai kau mulai mempertanyakan apa kegunaan dirimu sendiri ..."

Kumine menciptakan senyum kecil yang terpaksa pada bibirnya. "Bahkan dua orang sahabatmu seakan menjadi sesuatu yang tak akan pernah bisa kau gapai."

Ia mengangkat ketiga telur yang sudah matang dan meletakannya ke dalam piring. "Rikka, Tank luar biasa yang pernah aku temui. Penjaga garis depan party yang sangat bisa diandalkan ..."

Beberapa potong daging dikeluarkan olehnya dari tas makanan. "Tan, petualang sekaligus pebisnis handal. Kerajaan bisnisnya sangat luas hingga bisa memiliki senjata apapun untuk memperkuat dirinya. Dunia seakan bisa dibeli olehnya seorang ..."

Daging yang dikeluarkan kemudian dipotong-potong menjadi beberapa bagian. "Mereka berdua sangat menyayangiku. Apapun yang aku butuhkan pasti akan mereka beri, jika aku memintanya pada mereka."

Daging yang telah dipotong kemudian dimasukan ke dalam wajan, lalu ditambahkan minyak baru. "Begitupun para senior. Orang-orang luar biasa yang keberadaannya tak pernah bisa dibayangkan. Mereka semua sangat baik kepadaku."

Senyum kecil pada bibirnya perlahan menghilang bersama dengan munculnya suara desisan pada wajan. "Semua orang memeluk diriku, tapi aku merasa bahwa aku semakin menjauh dari mereka setiap harinya."

Beberapa kali daging pada wajan diputar agar matang dengan sempurna. "Aku tidak memiliki sesuatu yang bahkan bisa mendekati tingkatan mereka."

Ia terus memperhatikan daging tersebut sampai matang. "Tapi pada akhirnya, aku menemukan sebuah jawaban."

Ia meraih tas lainnya untuk mengambil beberapa alat makan. "Aku sangat suka membuat pakaian, dan cukup mahir dalam bidang itu."

Daging yang telah matang ditaruh bersama telur pada piring, lalu diberi sendok dan garpu. "Sihirku tidak akan sebanyak Eevnyxz dan Need yang mampu merapal berbagai mantra. Tubuhku juga tidak akan sekuat Army dan Shiro yang setiap harinya menahan kekuatan kegelapan. Aku pun tidak akan bisa menjadi jenius seperti Shacchi atau Saki. Jadi, untuk apa membandingkan diriku menggunakan hal itu?"

Dua piring makanan yang telah siap kemudian diberikan pada Fori dan Shougo. "Aku akan berfokus pada satu hal yang sangat aku kuasai, yaitu membuat pakaian."

Tiba-tiba, senyum lebar sekaligus ekspresi bahagia terukir dengan sangat indah pada wajah Kumine.

"Aku akan membuktikan pada diriku sendiri bahwa aku itu berharga, dengan mendesain pakaian hebat untuk orang-orang yang hebat juga!"