Chereads / Fallen Orions Tales / Chapter 77 - Amarah

Chapter 77 - Amarah

Di atas tembok kota, beberapa orang sedang berkumpul. Mereka bersembunyi dan berbicara di tengah kegelapan malam. Cherry, Reina, Wei, dan Yuika duduk sambil bersandar, sedangkan sisanya berdiri sambil mengawasi keadaan.

Shiro bersandar di tembok. "Siapa sangka Ousbundle berani sejauh ini terhadap perwakilan kita."

"Mereka hendak menjadi anggota ketujuh dari aliansi 6 kerajaan," ucap Fori. "Papa Ardent terlambat mendapat informasi itu, jadi saya hanya bisa menyampaikan permintaan maafnya disini."

"Yah, ini juga bukan salahnya," jawab Ashborn. "Setidaknya mereka baik-baik saja sekarang."

"Bagaimana kalian bisa tertangkap?" tanya Rikka pada seluruh anggota Slow Kill Party.

Yuika menghela nafas. "Hah ... Mereka melakukan sesuatu pada makanan kami."

Cherry mengangguk. "Ya. Pada awalnya, mereka menyambut kami, jadi kami tidak mengira hal ini akan terjadi."

"Obat tidur itu juga sangat kuat. Aku bahkan sampai ikut tertidur," tambah Wei.

Ashborn berjalan mendekat ke mereka. "Apakah mereka melakukan sesuatu pada kalian?"

Reina meringkuk di kakinya. "Kami bisa mendengar mereka saat menginterogasi Wei ..."

Shiro, Rikka, dan Ashborn menengok ke arah Wei, melihatnya dari atas hingga ke bawah.

"Ah, aku tak apa-apa kok," ucap Wei.

Rikka menghampiri Wei dan memeriksa lebih jelas wajahnya. "Kau yakin? Kau tidak dipukuli oleh mereka?"

"Yah ... Dipukul sih ada, tapi luka kecil pada tubuhku akan cepat sembuh."

"Dipukul?" tanya Shiro. "Selain itu, apakah ada?"

"Hanya serangan fisik saja sih sejauh ini. Mereka tidak menggunakan metode penyi-"

Reina memotong ucapan Wei. "Mereka berkata akan mengeksekusi kami berempat, jika Wei tidak buka mulut."

Wei melirik sesaat. Ia paham dengan Reina yang masih sangat ketakutan. "Begitulah, tapi untungnya kami diselamatkan duluan."

"Kapan mau di eksekusinya?" tanya Ash.

"Mari kita pulang," ucap Army memotong pembicaraan mereka semua.

Ia memangku wajahnya di atas tembok sambil menatap kota. "Lebih baik kita langsung pulang daripada membicarakan itu. Aku tak mau mendengarnya lebih banyak."

Semua yang melihat Army bisa merasakan sesuatu yang berbeda padanya. Ia tetap terlihat tenang seperti biasa, tapi entah bagaimana terasa ada yang aneh dengannya. Tersenyum, tapi tidak tersenyum, itulah yang tergambar pada bibirnya. Tidak ada yang bisa menebak dengan jelas ekspresinya pada saat itu. Ditambah dengan penutup mata, ia menjadi semakin sulit untuk dibaca. Atmosfir di sekitar juga menjadi lebih berat. Matanya tertutup, tapi efek Fear seperti tembus keluar.

Setelah beberapa saat, Rikka kembali berdiri. "Baiklah, mari semuanya!"

Fori berjalan menghampiri Army yang masih menatap kota. "Tuan. Karena misi sudah berhasil, aku akan sampaikan pesan dari Papa."

"Hmm? Dari Ardent?" Army menatap Fori, menunggu pesannya disampaikan.

Sambil menirukan suara Ardent sebisanya, Fori berkata, "Lakukan saja sesukamu pada kerajaan itu, termasuk seluruh kota dalam wilayahnya."

Shiro, Rikka, dan Ashborn terkejut. Hanya mereka selain Army dan Fori yang memahami apa maksud pesan Ardent tersebut. Suasana menjadi hening selama beberapa saat setelah Fori selesai menyampaikan pesannya.

"Benarkah itu, Fori?" tanya Army.

Fori mengangguk. "Ya. Papa sendiri yang menyuruh mengatakanya setelah misi selesai."

Fori menunduk di hadapan Army. "Tidak memberitahu kalian mengenai detail misi juga adalah perintahnya. Maaf."

Suasana menjadi hening kembali untuk sesaat. Tidak ada yang berani untuk berbicara karena tiba-tiba atmosfir menjadi semakin berat. Mereka benar-benar merasa ada yang salah dengan sekitarnya pada saat itu.

Army menepuk bahu Fori. "Terimakasih, Fori."

Fori mengangkat kembali tubuhnya. "Sama-sama, Tuan!"

Army kemudian menatap Shiro dan berkata, "Shiro. Bersiaplah."

Shiro menghela nafasnya dan tertawa. "Haha, tak perlu kau suruh!"

Army berjalan ke pinggir tembok dan kembali menatap kota. "Begitu ya ... Ia mengirim kami kesini bukan tanpa alasan."

Tiba-tiba, Army tersenyum dengan sangat lebar. Itu bukanlah senyumnya yang biasa. Senyuman itu tidak menyebarkan keceriaan, tetapi sebuah teror.

"Terimakasih, Papa!"

Ia melepas penutup mata dan mengaitkannya di lengan. Atmosfir menjadi semakin berat. Sangat jelas bahwa Army adalah penyebab memberatnya atmosfir di sekitar.

"Tofu, mari kita lakukan."

Aura ungu gelap tiba-tiba muncul di seluruh tubuhnya. Aura itu sangat pekat hingga membuat ia tak bisa dilihat. Setelah beberapa saat, aura itu memadat, menciptakan sebuah pakaian baru pada Army. Ia mengenakan pakaian sama yang Cherry pakai dalam mimpinya, ketika ia mengamuk dan memaksa Tofu memberinya kekuatan. Pakaian abu-abu dengan lengan panjang, serta garis ungu pada bagian punggungnya. Kali ini ukurannya pas, sehingga jarinya bisa terlihat keluar dari lengan bajunya.

"Baju itu!" Cherry terkejut ketika melihatnya. Ia masih mengingat jelas mimpi yang dialaminya 5 tahun lalu.

Army menengok ke arah Cherry. "Kalian akan melihat sebuah skill yang hanya bisa digunakan olehku."

Mata kanan Army yang buta tiba-tiba terbuka. Akan tetapi, mata yang berada dibaliknya berwarna hitam pekat dengan pupil mata berwarna ungu. Mata itu bergerak sendiri ke segala arah selama beberapa saat, sebelum akhirnya berhenti dan selaras dengan mata kirinya.

"Devil's Incarnation!"

Dua tangan hitam raksasa tiba-tiba muncul dari belakang tembok sambil mengangkat dua rumah. Tangan itu menghempaskan kedua rumah itu dan menghancurkan beberapa bangunan yang dikenainya. Orang-orang mulai terbangun dan menyadari ada sesuatu yang terjadi. Kubah Paradiso pun muncul, memerangkap semua yang ada di dalam kota. Sudah sangat jelas apa yang akan dilakukan oleh Army sekarang juga.

"Shiro, mari."

Army menghampiri Shiro dan menepuk bahunya.

"Eh, apa?"

Shiro mendadak merasa aneh. Tubuhnya terasa sangat berenergi tanpa tahu alasannya.

"Oi, Ar, apa yang kau lakukan?"

Army hanya tersenyum melihat tubuh Shiro tiba-tiba bercahaya. Saat menyadari ada cahaya dari tubuhnya, Shiro tahu apa yang akan terjadi, tapi ia tidak tahu bagaimana Army melakukannya. Divine Dragon dalam tubuhnya disapa oleh Tofu hingga membuatnya terbangun secara paksa. Cahaya tersebut bersinar emakin terang hingga menutupi seluruh tubuh Shiro. Setelah beberapa saat, muncul sosok naga putih yang langsung terbang mengitari kota.

Army menjatuhkan dirinya ke bawah dan berkata, "Sampai nanti!"

Muncul lagi dua tangan raksasa dari bawah tanah yang mengangkat rumah lalu menghempaskannya. Army berlari mencincang semua orang yang bisa ia lihat dengan sabit Soul Hunter dan tangan raksasanya. Dari atas, Shiro membakar bangunan kota pada sisi yang belum dijelajahi oleh Army. Mereka berdua menghancurkan kota itu dalam mode perubahannya masing-masing.

Kejadian yang hampir sama terulang kembali, tapi kali ini lebih brutal. Army dan Shiro tidak membunuh orang-orang dengan cepat, tapi dengan cara paling sadis yang mereka bisa. Shiro membakar dan memakan mereka hidup-hidup, sedangkan Army mencincang tubuh mereka hingga beberapa bagian.

Seorang wanita yang sudah terpojok di sebuah gang memohon ampun pada Army. Ia memohon sambil menangis, dengan tubuh penuh berkeringat setelah mencoba berlari menyelamatkan diri. Ia sudah berada di ambang keputusasaan.

"Tolong, tidak! Asal jangan bayiku!"

Ia hendak memperlihatkan bayinya yang sedang menangis keras.

"Kau boleh membunuhku, tapi kumohon jangan an-"

Belum selesai wanita itu berbicara, bayinya dibelah dua oleh Army menggunakan sabit Soul Hunter.

"TIDAKKK!!!"

Wanita itu histeris melihat anaknya terbelah di depan mata.

Army menatap potongan tubuh bayi yang jatuh "Anak-anak ..."

"BAYIKU! BA-"

Kepala wanita itu dipenggal oleh Army sebelum ia berteriak lebih keras lagi.

"Wanita ..."

Army berbalik badan meninggalkan jasad ibu dan bayinya itu. Ia keluar gang dan melihat mayat berserakan di jalanan, dengan penerangan dari api Divine Dragon Shiro yang sudah membakar hampir setengah kota.

"Mereka semua tak bersalah, tapi rasa ini terlalu kuat untuk dilawan."

Ia berjalan menginjak genangan darah yang cukup dalam. "Jika terlambat beberapa hari, mungkin aku tak akan bisa bertemu Cherry dan teman-temannya lagi."

Ia kembali tersenyum dengan senyum penuh terornya. "Benar, kematian seperti ini adalah yang paling cocok untuk kalian!"

Semua yang berada di tembok tak bisa berkata apa-apa melihat dua iblis yang sudah bergerak. Rikka, Ashborn, dan Fori mulai memikirkan kata-kata tepat untuk menjelaskan hal yang terjadi pada seluruh anggota Slow Kill Party. Dua orang yang merupakan figur terbaik dari Fallen Orions kini sedang membantai seisi kota dengan keji, membunuh orang-orang yang bahkan tidak tau pemimpin mereka berbuat apa.

"Army," panggil Tofu dengan suara lembut. Ia tidak menunjukkan wujudnya, hanya suara saja. "Tidak biasanya kau marah."

Army menjawab sambil menebas orang-orang di depannya, mengabaikan teriakan minta tolong mereka. "Aku juga tidak percaya, tapi kurasa kita sama-sama tahu apa pemicunya"

"Yah, aku juga diuntungkan disini karena darah mereka adalah hiburanku, jadi aku tak berhak menghakimimu."

Army tersenyum. "Terimakasih."

Ia kembali mengeluarkan tangan raksasa dan menghempaskan rumah-rumah yang ia genggam. "Disaat iblis lain senang dapat kendali tubuh seseorang, kau malah memberikan kendali sepenuhnya padaku, dan justru khawatir karena perasaanku sedang tidak tenang."

"Haha. Aku hanya ingin pengalaman berteman dengan manusia, itu saja."

Army menengok ke kiri dan kanan, mencari orang yang masih selamat. "Dan kau menikmati pengalaman itu sekarang?"

"Tentu saja. Kau sendiri bagaimana?"

Army tertawa kecil. "Haha tentu saja. Saat ini aku sangat senang."

Tiba-tiba, senyum penuh teror itu muncul kembali pada wajahnya. "Tentu saja. Aku sangat senang sekarang!"

Di bawah cahaya bulan, manusia setengah itu iblis mengamuk. Ia berlari mengejar semua orang sambil menghancurkan rumah dengan tangan raksasanya. Suara tawanya tak berhenti terdengar selama pembantaian berjalan. Setiap orang yang bersembunyi gemetar ketakutan ketika mendengar suara tawa yang mendekat ke arahnya.

"Jika Cherry sampai tidak selamat ..."

Army menemukan dan mencincang seseorang yang sedang bersembunyi.

"... Aku tak bisa membayangkan apa yang akan kulakukan ..."

Army mengayunkan sabit Soul Hunter yang berlumuran darah sambil terus berjalan. Ia telah menyisir area hingga ke tengah kota, tempat Shiro sudah membakar setengahnya.

"Tidak ada yang bisa kumaafkan disini ..."

Ia menatap tangannya yang mengepal dengan keras. "Siapapun yang mengancam keselamatan Cherry, akan mati bersama segala sesuatu yang ia kenal."

Area sekitarnya mulai terbakar akibat api yang menyebar dengan cepat. Shiro juga mulai membakar setengah bagian kota yang belum terbakar.

"Oi Shiro!" Army berteriak pada Divine Dragon Shiro yang terbang di atasnya. "Ini harus cepat kita selesaikan. Masih ada kota lain yang menunggu!"

Purgatorio diaktifkan untuk melihat apakah masih ada yang bersembunyi atau tidak. Setelah melihat kesana kemari, tak ditemukan orang yang masih hidup di sana. Semuanya telah mati, entah terbakar oleh api, diproses dalam perut naga, atau tercincang di tengah jalan kota. Army kemudian memunculkan tangan raksasa dari bawahnya dan naik ke atas kepala Shiro.

"Sudah kosong. Ayo ke Fori."

Shiro terbang bersama Army melewati kota yang telah menjadi lautan api. Bau asap yang bercampur dengan bau darah segar menciptakan suasana yang sangat mengganggu. Mereka juga bisa mendengar suara kayu terbakar dan bangunan yang rubuh.

Setelah sampai di depan Fori, Army langsung berdiri dan mengulurkan tangannya. "Kita akan langsung ke kota selanjutnya. Fori, bantu kami dengan G-Out."

"Baiklah tuan!" Fori menarik uluran tangan Army dan ikut naik di kepala Shiro.

Army menatap mereka yang masih berdiri di tembok kota. Rambutnya tertiup oleh angin, membuat mata ungunya terlihat dengan sangat jelas. Ia tidak memiliki aura ungu seperti Shiro yang sedang mengamuk, tapi ia sama mengerikannya.

"Carilah tempat istrahat yang tak jauh diri sini. Kami tak tahu kapan akan kembali, tapi kami akan berusaha secepatnya."

Army, Shiro, dan Fori kemudian pergi dari kota tersebut dengan sangat cepat, melesat ke kota selanjutnya. Mereka yang masih berada di tembok hanya bisa melihat kota yang kini telah terbakar sepenuhnya. Beberapa menit lalu kota itu baik-baik saja, tapi sekarang kota itu sudah hampir menjadi debu. Saking cepatnya pembantaian yang terjadi, mereka tidak bisa mengingat teriakan dan kematian tragis orang-orang. Semuanya kini telah tertutupi oleh api, hilang untuk selamanya. Tak bisa mengingat kejadian spesifiknya adalah hal yang bagus, tapi mereka tetap ingat bahwa dua iblis Fallen Orions melakukan pembantaian di kota itu dengan sangat cepat dan brutal.

Ashborn berbalik badan dan menerbangkan semua orang dengan sihirnya. "Ayo. Tidak ada lagi yang bisa kita lihat disini. Jika terlalu lama, kita akan sesak nafas."

Tak ada satupun dari mereka yang berbicara selama terbang. Angin malam yang dingin menerpa selagi mereka memikirkan berbagai hal. Gelisah, sedih, takut, dan terkejut terukir pada wajah mereka semua, kecuali pada Wei dan Rikka yang terlihat tenang. Mental baja keduanya sebagai tank tidak bisa digoyahkan oleh apapun. Keberadaan tank memang sangat dibutuhkan, karena mereka bisa menjadi satu-satunya yang bisa berpikir logis dalam kondisi paling ekstrim.

"Cherry," panggil Rikka sambil terus menatap ke depan.

"A-ah, iya?" Cherry menjadi gugup saat tiba-tiba dipanggil oleh Rikka.

"Kumohon untuk tidak takut atau membenci kakakmu. Ini adalah perintah secara tidak langsung dari Ardent. Meski tidak terdengar seperti itu, tapi percayalah, aku dan Ashborn tau bahwa inilah yang Ardent inginkan. Kakakmu yang tiba-tiba menjadi sangat menakutkan hanyalah sebuah ceri di atas kue."

Cherry menjawab dengan nada sayu "Mana mungkin aku begitu kan?"

Saat Rikka menengok ke arah Cherry, ia bisa melihat air mata yang keluar dari matanya.

Sambil mengusap air matanya, Cherry tersenyum. "Kakak begitu karena ia khawatir denganku dan yang lainnya. Mana mungkin aku bisa menjahatinya dengan berbuat seperti itu."

Melihat senyum tulus pada wajah Cherry. Rikka menjadi lega. Ia telah mengetahui bahwa sisanya akan mudah. Sebuah penjelasan yang padat akan membuat mereka tenang kembali.

Rikka kembali melihat kedepan. "Kalian semua luar biasa."