Bbrrssshhh. Bbbrrssshhh.
Terdengar suara semburan air yang disemprotkan di halaman.
Pagi bersinar cerah dengan ditemani kesegaran wangi banyak tanaman.
Waktu menunjukkan pukul 06.30.
Ruang makan berdekorasi vintage telah penuh dengan suguhan makanan dan minuman yang disiapkan.
Seorang wanita paruh baya memasuki ruang tersebut. "Anak-anak belum bangun, Gemma?" tanya Mrs. Hansen. "Sudah, tante. Mereka akan segera turun sekarang," jawab Gemma. Wanita berambut merah tembaga itu beranjak ke tangga di samping ruang keluarga dan meneriakkan beberapa nama.
"Marie, Albertine, Agathe ... cepatlah turun! Mrs. Hansen sudah menunggu kalian di ruang makan!" kata Gemma.
"Ya, Mami. Tunggu. Kami akan ke bawah segera!" jawab seorang gadis kecil yang kemudian beranjak muncul di sisi tangga atas. Umurnya sekitar 7 tahun. Rambutnya pirang ikal dikuncir kuda. "Albertine, jangan lupa membawa bunga tulip nanti!" lanjut Gemma. "Ya, Mami," kata Albertine.
Tidak lama setelah Albertine turun, kedua saudarinya juga beranjak turun dari tangga dengan setengah berlari. Suara kaki mereka membuat anak-anak tangga berderak keras.
"Hati-hati!" omel Gemma.
Marie dan Agathe hanya cekikikan menanggapi ibu mereka. Kini ketiga anak perempuan itu berdiri di depan Mrs. Hansen. Wanita paruh baya itu menatap mereka dengan lembut. Mrs. Hansen adalah tante dari suami Gemma, yang telah meninggal tiga tahun lalu disebabkan oleh kanker darah. Sedangkan ayah dan ibu mertua Gemma juga sudah lama tiada. Mereka bekerja sebagai peneliti bangunan bersejarah yang sempat hilang beberapa waktu dan ditemukan meninggal di sebuah hotel dengan alasan yang tidak jelas. Banyak yang mengatakan mereka meninggal keracunan namun sebagian orang lain tidak percaya. Mrs. Hansen, adik dari ayah mertua Gemma, meminta Gemma membawa anak-anaknya untuk tinggal bersama dirinya. Beliau pernah menikah namun tidak pernah punya anak dan sering merasa kesepian. Kehadiran anak-anak bisa membuat hidupnya menjadi lebih bersemangat. Usia wanita itu sudah 70 tahun namun kondisi badannya masih segar bugar. Beliau bergerak cukup lincah.
"Selamat pagi, anak-anak. Namaku Mrs. Hansen. Tapi kalian boleh memanggilku Nenek. Aku harap kalian senang untuk tinggal di sini. Pekaranganku luas jadi nanti kalian boleh bermain sepuas hati kalian," ujar nenek Hansen tersenyum.
Ketiga anak kecil itu mengiyakan bersamaan. Anak perempuan yang sulung bernama Agathe dan berusia 8 tahun. Anak perempuan yang kedua bernama Albertine dan berusia 7 tahun. Sedangkan yang paling terakhir bernama Marie dan berumur 5 tahun. Selain warna dan bentuk rambut mereka sama, warna bola mata mereka juga sama yaitu hijau. Mata mereka cukup besar untuk menatap galak orang lain. Namun dari segi kulit, Agathe tampak lebih putih dan kemerahan dibandingkan kedua saudarinya.
"Aku senang penampilan kalian hari ini. Kalian tampak seperti boneka. Makanlah. Nanti kita akan beranjak melayat dan setelah itu pulangnya berbelanja. Hati-hati dengan baju kotak-kotak kalian jangan sampai kotor. Kalian senang sekali berpenampilan kembar," kata nenek Hansen sambil tertawa.
Bersama-sama, mereka menyantap hidangan yang telah disajikan oleh Gemma. Namun mereka tidak tahu, bahwa hari itu adalah awal mula suatu hal yang istimewa sedang menunggu untuk terungkap.