Chereads / NOTHING LIKE US / Chapter 5 - BAB LIMA

Chapter 5 - BAB LIMA

"Kau mau Bella mati diisini?" Seken berteriak melihat jeslyn.

"Aku tidak peduli. Waktu kalian dua puluh menit lagi. Setelah itu kalian bisa membantu Bella. Jika kalian tidak mau bergabung ke tim cheerleder. Ya sudah , kalian berdua bisa menolong Bella sekarang juga," kata jeslyn dengan tegas.

"Apa? Kau gila jeslyn!" Selen sangat geram sekali dengan perlakuan jeslyn.

Mereka berdua kini hanya bisa terus berada di tengah lapangan itu dan melihat Bella pingsan.

"Semoga saja dia akan baik baik saja setelah kita membawanya ke rumah sakit," kata Selena berkaca kaca melihat bella yang berbaring di lapangan.

"Ya Tuhan, aku tidak tega melihatnya. Tapi aku tidak mau mengubur impianku. Aku harus masuk ke tim cheerleder," kata Donna dengan penuh harap.

"Aku juga harus tetap masuk ke tim ini. Sehingga aku bisa menjadi ketua tim cheerleder dan membuat seleksi tidak akan membahayakan seperti ini," kata Selena dengan cita citanya yang membara.

"Aku mendukungmu jika memang kau menjadi ketua tim cheerleder. Tapi mungkin itu akan sulit karena orang tua jeslyn adalah penguasa di sekolah ini. Kau tahu itu kan?" kata Dona.

"Aku tidak peduli bagaimana pun juga aku harus menghapuskan seleksi cheerleder yang gila seperti ini!" Kata Selena dengan tegas.

Sementara jeslyn dengan teman temannya kini berada di tempat duduk yang nyaman tanpa terkena sinar matahari. Mereka melihat dengan bahagia bagaimana Selena,Dona dan bella menderita di lapangan sana.

"Mereka ternyata nyalinya besar juga!" Seru jeslyn menyeringai .

"Ya Tuhan, apa Bella akan mati?" tanya Sofia gadis berkulit hitam itu dengan wajah cemas.

Jeslyn melihat Sofia dengan geram.

"Dasar bodoh! Tidak mungkin Bella mati di sana. Dia hanya dehidrasi biasa," kata jeslyn dengan yakin.

Mendengar itu kedua gadis kembar bernama Ema dan Sofia itu hanya bisa meringis takut. Mereka berdua sangat takut jika terjadi hal buruk dengan Dona.

Sembari menunggu waktu selesainya seleksi. Kini jeslyn minum minuman dingin dengan memperlihatkan wajah segarnya.

"Dasar jeslyn benar benar gila. Dia sengaja membuat kita menderita seperti ini. Aku ingin sekali memukul wajahnya," kata Dona gadis dengan pipi chubby itu.

"Bertahanlah Dona. Waktunya lima menit lagi. Kita pasti bisa menjadi tim cheerleder yang hebat!" Kata Selena berusaha untuk menyemangati dirinya sendiri.

***

"Dari mana kau? Jam segini baru pulang?" tanya bea yang merupakan ibu dari selena.

"Kenapa tiba tiba ibu mengkhawatirkan aku?" tanya Selena dengan berani.

"Kau pulang larut malam sekali apa itu pantas?" Sang ibu mulai geram.

"Lalu bagaimana denganmu Bu? Sedangkan kau itu juga sangat tidak peduli denganku. Kau terus bekerja pagi sampai malam bahkan kadang kau tidak pulang ke rumah. Lalu bagaimana dengan aku? Kau itu egois Bu!" Selena membentak sang ibu.

"kau berani membentak ku? itu aku lakukan karena aku hanya ingin membuat hidupmu itu sempurna. kau bisa membeli apa saja itu karena aku adalah ibumu yang pekerja keras!' Bea begitu marah dengan sang anak. ia sangat kesa sekali.

"aku tidak peduli yang kau katakan Bu! yang aku rasakan adalah rumah ini bukanlah keluarga lagi bagiku. aku muak dengan semua ang ada di rumah ini!" Selena segera masuk ke dalam kamarnya. ia sangat frustasi sekali. sekarang sang ayah juga belum pulang ke rumah. bagaimana bisa ia hidup tenang jika ayah dan ibunya saja tida pernah memberikan kasih sayang yang lebih untuk dirinya.

kini Selena gadis dengan wajah imut dan rambut panjang itu hanya bisa menatap cermin. besok adalah seleksi terakhir ia seharusnya bersemangat. tapi giliran ya malah kacau gara gara sang ibu. padahal ia pulang malam karena membantu Bella yang pingsan saat di lapangan. ya ia harus ke rumah sakit juga bersama dengan Dona.

"aku harus berlatih malam ini juga!" kata Selena menatap cermin.

kini dengan cepat Selena menyetel musik dengan sangat keras. itu karena rasa benci yang ada di dalam dirinya membuatnya kini semakin bersemangat menari di kamar. ia berlatih dengan sangat keras. gerakan demi gerakan ia hafalkan untuk seleksi terkahir besok.

esok harinya ia berjalan menunju ke sekolah. ia bertemu dengan kakak Bella. namanya Agnes Agnes gadis dengan rambut sangat pendek seperti seorang laki laki. dia terlihat tombol dengan celana jeans yang robek dan Hoodie hitam yang di kenalannya.

"Selena!" Agnes tiba tiba saja segera mencengkram kain di leher Selena.

"kau sangat busuk Selena! kenapa kau membiarkan Bella pingsan begitu saja? bahkan kau lama sekali membantu Bella. kau sangat egois Selena!" kata Agnes dengan memandang wajah Selena dengan sinis.

"apa yang kau katakan heh?" Selena berani melepaskan tangan Agnes dari kain baunya.

"aku dan Dona membantu Bella. aku tahu kami berdua memang tidak membantu bela terlebih dahulu. tapi pada akhirnya aku membantu Bella. bahkan kami berdua membantu bella sampai ke rumah sakit!" ucap Selena dengan tegas. karena ia tidak mau di salahkan begitu saja oleh Kaka Bella.

"tapi seharusnya kaumembantu Bella terlebih dahulu.kaau kau membantu bElla terlebih dahulu itu pasti akan membuat Bella lebih sehat dan dia tidak perlu di bawa ke rumah sakit. kau itu hanya memikirkan tentang cheerleder saja. tapi ka tidak memikirkan temanmu sendiri! dulu limey dan sekarang kau menghancurkan mimpi Bella! mungkin sebentar lagi kau akan menghancurkan Dona. itu yang kau mau kan?"

Selena hanya diam saja. ia tahu dirinya mungkin salah. membela diri sendiri juga tidak mungkin ia lakukan . ia hanya bisa diam menahan emosi dan nanti ia bisa memperlihatkan kepada semuanya jika ia adalah orang yang bisa di andalkan .

"aku masa berbicara denganmu lagi Agnes!" kata Selena dengan cepat berjalan menuju ke gerbang sekolah.

"dasar egois!" seru Agnes dan tu sangat membuat Selena marah di dalam hatinya.

melihat dari kejauhan. Justin sangat kecewa sekali dengan apa yang di lakukan Selena.

seketika Justin berlari menuju ke arah Selena. tangannya menarik lengan Selena dengan keras.

"Justin" teriak Selena dengan kaget.

"apa kau benar benar masuk ke tim cheerleder? aku kan sudah mengatakan padamu jangan masuk tim itu!"

"kenapa kau menentang ku? memangnya kau itu siapa? kau bukanlah orang tuaku! kau bahkan bukan siapa siapa bagiku!"

Mendengar itu Justin sangat marah sekali. Ia sungguh ingin menyadarkan Selena. Tapi Selena sangat ambisius sekali.

"Kau sungguh tidak kasihan melihat Dona dan limey? Mereka di siksa oleh jeslyn kan? Lalu kau juga mau bergabung dengan jeslyn? Kau benar benar mirip dengan jeslyn! Kau benar benar jahat Selena!" Kata Justin dengan menatap tajam Selena.

Selena menghembuskan nafas berat. Ia menatap Justin dengan sungguh sungguh.

"Perlu kau ketahu bahwa aku tidak sama dengan jeslyn! Kau tahu itu!" Kata selena dengan tegas lalu kini i berbalik pergi dengan langkah yang panjang.

Justin menatap punggung Selena. Hatinya benar benar terasa hancur. Kini gadis yang selama ini menyita pikirannya telah menjauh darinya.

"Dia pasti sangat marah denganku," kata Justin dengan menunduk.

"Tapi aku hanya ingin menjaganya. Kenapa dia keras kepala sekali," kata Justin dengan lirih.

Kini telfon berdering. Ia segera mengangkat panggilan itu dengan cepat.

"Hallo apa kau mau lagi?" tanya Justin dengan cepat. Karena ia tahu siapa yang menelponnya.

"Ya, bawakan aku dengan cepat di tempat biasa," kata Deevano dengan tegas.

Justin segera pergi ke luar gerbang sekolah. Ia terpaksa harus bolos sekolah. Itu karena ia membutuhkan uang untuk biaya sang nenek.

"Terpaksa hari ini aku tidak masuk sekolah. Semoga saja Deevano memberikan aku banyak uang. Ya aku akan meminta lebih banyak kali ini," kata Justin di dalam hatinya. Ia berlari dengan cepat menuju ke halte. Beberapa lama setelahnya bus datang.

Sampai di sebuah restoran. Seperti biasa Deevano selalu saja curhat tentang hidupnya dan Justin terpaksa harus mendengarnya.

"Kau tahu? Sekarang rumahku sudah seperti hutan. Tak ada obrolan apapun. Kami hanya pulang istirahat dan pergi lagi untuk melakukan aktifitas masing masing. Istriku, anakku sibuk dengan kegiatannya. Ya begitu juga dengan aku. Bahkan kemarin istriku memarahi anakku . sekarang anak dan istirku saling membenci. Aku juga tidak lagi berselera dengan istriku. Entah kenapa aku juga tidak tahu. Kami selelu saja bertengkar. Bahkan malam tadi kami membicarakan untuk berpisah. Ya perpisahan memang yang terbaik," kata Deevano dengan wajah sedih.

"Ya sudah kalau itu maunya? Dari pada kau hidup bersama mereka tapi Tidak bahagia. Mending kau pergi saja," kata Justin dengan berbicara seadanya. Karena ia tidak terlalu ingin tahu masalah Deevano dan keluarganya jadi ia berbicara seenaknya saja.

"Ya ampun, kau berarti menginginkan perceraian?" Tanya devano.

"Ya untuk pa di pertahankan. Jika memang tidak ada Kebahagian di dalamnya. Karena kebahagian yang paling penting adalah ini," Justin memberikan kotak berisik paket terlarang. Sebuah obat obatan terlarang.

"Kau benar juga, ini untukmu," ucap Deevano mengambil kotak itu lalu menyerahkan uang untuk Justin.

"Aku harus pergi karena ada paket lagi yang harus aku antar," kata Justin dengan buru buru.

"Eh, sepertinya anakku sama umurnya denganmu. Kau dan anakku pasti cocok sekali. Karena anakku itu sangat cantik,"

Justin tidak mempedulikan itu. Ia hanya tersenyum saja. Lalu pamit untuk pergi.

"Benar benar malang sekali Deevano lelaki pengusaha kaya raya itu. Tidak seharusnya ia memakai narkoba. Tapi jika dia tidak membeli kepadaku. Aku yang murah dengan juga jadinya," kata Justin dengan santai. Kini ia segera saja menuju ke rumah sakit menuju ke ruangan sang nenek.

Dilihatnya sang nenek yang sedang di periksa.

"Apa kau adalah Justin,?"

"Eh, iya nek ini aku Justin," kata Justin dengan berkaca kaca.

Kini penglihatan nenek juga menjadi berbeda dari sebelumnya. Itu karena penyakitnya. Membuat nenek tidka bisa melihat dengan jelas.

"Maaf silahkan ke bagian administrasi. Karena nenek akan di lakukan kemoterapi lagi," kata suster.

"Baik sus," ucap Justin dan kini ia segara saja menuju ke administrasi.

Ia membayar semua tagihan.

"Untung saja deevnao memberikan aku uang yang cukup banyak. jadi aku bisa membayar semua tagihan," kata Justin dengan lega.

***

"Kalian akan bercerai? Lalu bagaimana dengan aku? Apa kalian tidak memikirkan aku?" Tanya Selena dengan wajah bersedih.