Di kamar tidur utama,
Xander, yang baru saja keluar dari kamar mandi, merasa telinganya berdengung seolah-olah ada yang membicarakan dirinya. Dia berhenti sejenak, merasa penasaran siapa yang mengumpatinya.
Beberapa saat kemudian, ia hanya menggelengkan kepala dan mengenakan pakaian santainya; kaos hitam dan celana latihan hitam.
Sebelum pergi ke ruang belajarnya, ia tiba-tiba ingat apa yang ingin ia katakan tentang aturan rumah pada Scarlett.
Dia berjalan keluar dari kamarnya dan berdiri di depan pintu kamar Scarlett. Setelah mengetuk beberapa kali, tidak terdengar gerakan dari dalam. Dia mengintip melalui pintu yang sedikit terbuka dan tidak melihat ada orang di dalamnya.
"Scarlett? Apakah kamu di dalam?" tanya Xander. Dia menunggu sejenak, tetapi Scarlett tetap tidak muncul.
"Apakah dia tidur di sofa?"
Ia tak bisa melihat area tempat duduk dari tempat ia berdiri sekarang. Setelah insiden di pulau B, gadis itu tiba-tiba sakit. Entah mengapa dia merasa khawatir.
Sekarang dia ragu. Haruskah dia masuk tanpa izin wanita itu atau apakah dia membutuhkan izin?
Setelah berpikir sejenak, ia memutuskan untuk masuk.
'Wanita! Jangan salahkan aku jika aku masuk tanpa izin. Siapa suruh kamu tidak mengunci pintu kamar tidurmu!? Yah, aku ingin memeriksa kondisimu...'
Dia mencari-cari alasan sebelum dia masuk. Namun, dia tidak melihat Scarlett di ruangan itu, bahkan tidak di sofa. Dia hanya melihat kedua kopernya tergeletak di dekat kamar mandi.
'Dia di kamar mandi?'
Xander berjalan ke arah kamar mandi dan mencoba mendengar suara dari dalam. Dia mendengar suara berbisik dari dalam — Scarlett sedang bernyanyi.
Senyum samar muncul di sudut bibirnya.
Dia memutuskan untuk menunggu di ruang tengah. Tapi sebelum dia bisa melewati pintu, dia mendengar suara telepon berdering dari tempat tidur. Dia berhenti melangkah ragu. Dia ingin tahu apakah harus melihat siapa yang menelepon Scarlett.
_setelah beberapa detik berpikir, dia berbalik dan berjalan menuju tempat tidur. Dia mengerutkan kening saat melihat 'Tuan Muda Rex' muncul di layar ponsel.
Tuan Muda Rex?
Siapa dia!?
Rasa ingin tahu semakin besar dalam dirinya. Xander ingin tahu siapa tuan muda ini. Jelas, 'Tuan Muda Rex' ini bukan rekan kerjanya.
"Halo!"
Xander mencaci dirinya sendiri karena melanggar batas. Tapi, sekarang, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia sudah mengangkat teleponnya. Tidak ada cara lain selain memuaskan rasa ingin tahunya.
Siapa sebenarnya 'Tuan Muda Rex' ini?
Mengapa dia menelepon sekarang?
Tidak ada jawaban dari ujung sana, bahkan tidak ada suara sedikit pun. Dia melihat layar ponsel lagi untuk memastikan telepon masih tersambung.
'Apakah 'Tuan Muda Rex' ini bisu?' batin Xander.
"Jika kamu tidak bicara, aku akan menutup telepon!" kata Xander lagi. Beberapa detik kemudian, masih tak terdengar suara dari ujung sana. Dia mulai curiga bahwa pria ini pasti kaget mendengar suara pria yang mengangkat ponsel Scarlett.
"Siapa kamu?" Nada dingin akhirnya terdengar dari ujung sana.
Xander terkejut. Suara pria ini membuatnya tegang — suara yang dalam dan menuntut membuatnya semakin penasaran tentang siapa pria ini.
"Aku suaminya. Kamu siapa?"
Xander terkejut mendengar kata-kata sendiri. Dia sudah gila!! Pasti gila. Bagaimana dia bisa berkata dengan santai tentang statusnya untuk teman Scarlett!?
'Bip!'
Hubungan telepon segera terputus.
"Sialan!! Apakah dia sudah menutup telepon? Siapa dia? Apakah Rex pacarnya?" Xander bergumam. "Tidak! Scarlett tidak mungkin punya kekasih. Jika dia punya kekasih, dia pasti tidak akan setuju untuk menikah kontrak denganku, bukan?"
Merasa kesal, Xander mengetik sesuatu di ponsel Scarlett, setelah itu dia kembali meletakkannya di tempat tidur dan meninggalkan ruangan itu. Wajahnya tampak muram saat memasuki ruang belajarnya.
Tak berapa lama kemudian, Scarlett keluar dari kamar mandi dengan memakai hoodie hitam yang besar dan celana ketat hitam. Dia duduk di meja belajar di ujung ruangan.
Sebelum tidur siang, ia ingin memeriksa surel kantor yang tak ia buka dalam waktu lama. Dia juga harus mengikuti panggilan video ke kantornya di Los Angeles. Dia ingin meminta orang-orang yang dipercayainya pindah ke kota ini sementara waktu karena kantor mereka sedang direnovasi.
Tapi sebelum membuka surel, dia mendengar suara 'ding' dari ponselnya. Setelah menemukan ponselnya di tempat tidur, dia memeriksa pesan dan terkejut.
[Tak Dikenal:] Ini nomor ponselku. Tolong, keluar sekarang. Aku perlu bicara denganmu 䳁
"Xander? Akhirnya aku punya nomormu, sayang!" Dia bergumam sambil menggelengkan kepala, mencoba menghilangkan fantasinya yang liar.
Beberapa saat kemudian…
Xander terkejut saat melihat Scarlett keluar dari kamarnya.
'Apakah gadis ini kehilangan akal? Kenapa dia pakai kacamata hitam di dalam ruangan dan menutupi rambutnya?'
Satu-satunya hal yang bisa Xander lihat hanyalah dahinya dan bibir cherry.
"Kamu mengenakan pakaian seperti ini di rumah?" akhirnya Xander bertanya kepadanya setelah ia duduk di seberangnya.
Gadis ini benar-benar menghina kecantikannya sendiri. Dia memiliki wajah cantik dan bentuk tubuh yang seksi, namun dia menyembunyikannya. Dia mengenakan pakaian yang biasanya dihindari oleh wanita dan umumnya dipakai oleh pria.
Xander benar-benar ingin membawanya ke penata gaya yang dikenalnya. Dia bisa diajarkan cara berpakaian yang pantas untuk terlihat elegan dan tidak mengabaikan kecantikan alaminya.
"Huh!? Tentu saja tidak…"
Scarlett menarik kencang tudungnya, khawatir beberapa pembantu bisa melihat rambutnya.
"Aku pakai ini karena takut para pembantu melihatku. Kamu tahu kan? Aku tidak ingin ada yang melihat wajahku." Dia sudah mencuci rambutnya, dan akan menjadi masalah jika harus mengenakan wig lagi. Dia tidak punya pilihan lain selain mengenakan hoodie untuk menyembunyikan rambutnya.
'Wanita aneh!' Xander masih belum mengerti cara berpikirnya. Dia terlihat aneh.
"Mengapa kamu meminta saya untuk keluar?" tanya Scarlett sambil melihat sekelilingnya. Khawatir seseorang akan datang ke lantai ini.