Chloe duduk lemas di atas kursi toilet sejenak. Dia merasa putus asa, terlalu putus asa, hingga dia mulai berpikir apakah dia bisa melarikan diri dari bajingan itu, Vincent Gray.
Dia menghalangi jalan keluarnya. Dia tak punya pekerjaan, tak ada cara untuk membayar biaya kuliah putrinya, dan tak ada uang, meskipun bila dia mengajukan gugatan karena pengabaian anak. Secara teknis, apa yang dikatakan Vincent benar. Dia akan memberi semua uang, selama dia bersedia bertemu dengannya lagi. Pengadilan mungkin akan menyarankan Konseling pernikahan sebagai gantinya.
Karena Vincent tidak pernah menyakitinya secara fisik, pengadilan akan menganggap ini sebagai pertengkaran biasa antara pasangan.
Tetapi Chloe juga merasa bahwa bertemu dengan Vincent hanya akan mengarah pada kehancurannya. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan, tetapi dia menolak untuk bertemu dengan bajingan itu lagi.
Maka, dia sudah kehabisan pilihan… kecuali satu itu…
Chloe mengusap air matanya sebelum keluar dari kamar tidur kalau-kalau Mackie tiba-tiba bangun.
Chloe membuka tasnya dan mengeluarkan kartu nama yang diberikan padanya sebelum dia keluar dari kantor CEO dengan marah-marah.
—
Vernon Phoenix Gray
917 - 111 - xxxx
—
Tidak ada jabatan, alamat, dan sebagainya. Hanya kartu sederhana yang menampilkan nama dan nomor telp.
Jujur, Chloe ragu untuk menelepon pria ini. Dia tidak berbeda dengan Vincent. Mereka berdua sama-sama orang yang menyimpang, hanya tubuh yang berbeda. Mereka juga memiliki pandangan yang sama tentang perempuan, menganggap mereka tak ada apa-apanya selain alat untuk melampiaskan hawa nafsu mereka.
"Saudara-saudara Gray ini memang jago bermain dengan wanita terdesak seperti aku..." gumam Chloe dan lebih memilih tidak perlu menelpon siapa pun saat ini.
Tetapi dia benar-benar membutuhkan uang sekarang juga, tidak peduli bagaimana. Ini demi kepentingan belajar dan kesejahteraan Mackie.
Chloe menutup matanya untuk memberanikan diri sebelum menelepon iblis yang menawarkan kontrak untuk menjual tubuhnya. Dia menoleh ke Mackie yang tertidur di tempat tidur, dan meyakinkan dirinya, "Aku akan melakukan apa saja. Ini demi putriku, meskipun itu berarti aku harus... menjual tubuhku pada iblis."
Chloe memasukkan nomor Vernon dan menelepon. Dia menelepon sebanyak tiga kali sampai akhirnya Vernon mau menjawab panggilannya.
—
"Selamat malam, Mertua," sapa Vernon dengan suara magnetisnya. Melihat nada bicaranya yang ceria, dia tampaknya sudah menyadarinya ada sesuatu. "Aku berasumsi kau meneleponku karena tawaran pekerjaan itu, kan?"
"Y—Ya," jawab Chloe. Dia mencoba bersikap lebih sopan, menyadari bahwa dia menjilat ludahnya sendiri dalam waktu kurang dari sehari dan meneleponnya karena putus asa.
"Aku... aku akan menerima tawaran itu," jawab Chloe. Dia gelisah sambil tubuhnya terbakar karena malu dari kepala hingga kaki. "Aku akan... aku akan melakukan apa saja selama aku mendapatkan uang...."
"Hmm, maksudku, aku selalu ingin tahu sensasi bercinta dengan Mertuaku sendiri," jawab Vernon.
"Lalu, bisakah aku—"
"—Tapi aku mendapat panggilan dari Kakak laki-laki-ku sekitar tiga jam yang lalu. Sekarang kasusnya berbeda."
Kulit kepala Chloe mati rasa. Dia sudah menebak Vincent pasti sudah menghubungi adiknya lebih dulu. Mereka mungkin tidak memiliki hubungan yang baik, tetapi mereka tetap saja saudara laki-laki. Jadi sudah jelas siapa yang akan diambil sisi Vernon.
"Dia meneleponku, mengatakan bahwa dia ingin aku tidak menerima kamu jika kamu datang ke kantorku. Dia ingin kamu memastikan bahwa kamu tidak akan datang ke kantorku," informasi Vernon. Dia terdengar cukup meyakinkan sehingga Chloe langsung percaya. "Aku tidak yakin apakah aku mau bermain-main denganmu sekarang, Mertua. Aku tidak ingin membuat dia marah. Dia lah yang memiliki bisnis Gray, bukan aku."
"T—Tolong, Vernon, aku benar-benar membutuhkan pertolonganmu! Tolong abaikan saja kata-kata Vincent dan biarkan aku bekerja di kantormu!" kata Chloe di telepon. "Vincent telah menghentikan dua perusahaan dari menghire aku, menghalangi aku untuk mendapatkan pekerjaan apa pun untuk Mackenzie!"
"Sial, dia akan memanfaatkan kekuasaannya untuk menghentikan siapa pun yang ingin menghire kamu?" tanya Vernon terkejut, bermain-main dengan Chloe, yang terdesak untuk pekerjaan yang dia tolak beberapa jam yang lalu. "Apa dia perbuatan yang jahat. Aku tidak tahu kalau kakakku itu akan menggunakan kekuasaannya untuk menggertakmu!"
"Itulah kenapa...". Chloe bersandar di dinding, mencoba tetap tenang saat dia merasa kesempatannya semakin menipis. "Tolong terimalah aku. Aku benar-benar membutuhkan pekerjaan itu...."
"Jika aku menghire kamu, berarti aku akan menghadapi kemarahan kakakku sendiri," kata Vernon. "Tapi, mari kita lihat apakah kamu layak untuk semua masalah ini. Datanglah ke kantorku besok pagi. Aku harus melakukan tes untukmu terlebih dahulu."
"T—Tes? Tes seperti apa—"
"Selamat tidur, Mertua."
Beep.
"Sial!" umpat Chloe saat dia merasa lututnya mulai lemah. Dia duduk di lantai, memeluk kakinya dan menenggelamkan mukanya di pahanya. Dia takut apa yang akan Vernon lakukan kepadanya besok.
Dia berharap bahwa Vernon bukan monster seperti Kakak laki-laki-nya. Tapi pada saat yang bersamaan, perasaan dalam hatinya mengatakan kepadanya bahwa Vernon tidak berbeda dari Vincent. Dia mungkin lebih buruk daripada bajingan tanpa perasaan itu.
Chloe sudah selesai berurusan dengan Keluarga Gray. Tetapi dia tidak punya jalan keluar sekarang. Tidak ada yang akan membantu dia selain Vernon Phoenix Gray.
Chloe merangkak menuju tempat tidur dan berbaring di samping Mackenzie yang tidur dengan nyenyak.
Dia mencium pipi putrinya dan mengingatkan dirinya, "Ini demi putriku. Semua ini demi dia, bahkan jika aku harus—"
Chloe tidak punya keberanian untuk mengatakan bahwa dia akan menjadi pelacur kepada Gray muda itu, terutama di depan anaknya. Jadi dia menutup matanya dan berharap bahwa semuanya hanyalah mimpi buruk.