Pagi ini Lita tidak mengajar. Dia hanya berbaring di ranjang di bawah selimut. Dia bilang pada teman-teman sekamarnya, hari ini dia kurang enak badan. Setelah teman-temannya pergi, Lita hanya termenung di ranjangnya. Sebuah keputusan besar akan dia ambil untuk meninggalkan tempat ini. Dan dia sudah tidak berniat bertemu siapapun di tempat ini. Yang pelu dia lakukan adalah mengumpulkan kekuatannya untuk menjalani semua yang sedang terjadi. Apapun kebenaran yang Dion ceritakan, dia berharap kakaknya masih hidup. Karena bila ada kesempatan kedua, dia tidak akan pernah meninggalkan kakaknya lagi, seperti waktu itu dia berlari ke atas bukit, sementara kakaknya sedang dijamah dengan rakusnya oleh orang-orang yang beringas.
Hingga menjelang siang teman-temannya kembali ke kamar. Mereka langsung menemui Lita di pembaringan sembari senyum-senyum. Salah satu teman Lita membawakan satu bungkusan plastik buah jeruk.
"Asih, nih kamu dapat bingkisan dari Kak Daud," katanya sambil menggoda ," Tadi kita kan bilang ke Kak Daud, kalau kamu lagi sakit, eh malah dia ngasih jeruk sebanyak ini, jadi boleh dong kita dapet jatah sedikit."
"Itu buat kalian semua," kata Lita spontan. Dia tetap berusaha untuk terlihat sakit.
"Beneran nih," kata teman Lita dengan mata berbinar,"Makasih ya, Sih."
"Eh, ada satu lagi yang lebih penting nih," teman Lita satu lagi menyela,"Kita disuruh sampaiin surat dari Kak Daud, nih," lalu dia memberikan lipatan kertas pada Lita,"Bisa jadi isinya surat cinta lho, Sih,"tambahnya sembari ketawa ketiwi diikuti teman yang lainnya.
Tapi Asih hanya menerima lipatan kertas itu tanpa ekspresi dan langsung memasukkannya ke dalam selimut.
"Aku mau istirahat..." kata Lita. Dia sengaja membuat suaranya lemah.
Teman-temannya jadi maklum dan mulai meninggalkan kamar untuk mencuci di sumur. Setelah sendiri, walau terjaga, Lita terdiam lama. Lipatan kertas dari Daud masih di genggamannya di basah selimut. Akhirnya dia buka juga surat itu. Disana ada tulisan tangan Daud dan Lita mulai membacanya.
Assalamualaikum Asih,
Semoga kamu lekas sembuh ya, supaya kamu bisa cepat mengajar lagi. Anak-anak pasti sudah kangen sama bu gurunya yang baik hati dan murah senyum.
Asih, aku cuma mau bilang, kalau disini banyak yang sayang sama kamu. Banyak yang akan bimbing kamu untuk jadi muslimah yang baik.
Aku harap kamu bisa mendapatkan ketenangan dan kedamaian di sini. Bisa menjadi diri kamu sendiri yang selalu ceria dan murah senyum. Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan dan takutkan selama masih ada aku.
Daud
Lita melipat lagi kertas itu. Membayangkan seorang santri muda panutan dan jadi idola santriwati- santriwati. Pikirannya kini jadi terbelah. Tanpa disadari dia memang merasa nyaman berada di sini. Tapi itu Asih, bukan Lita. Lita punya kakak dan adik. Dan Lita percaya kakaknya masih hidup.
Siang ini, sendiri di kamarnya, Lita begitu galau. Kepalanya jadi pening. Dia buka-buka laci mencari obat sakit kepala. Tiga butir dia langsung telan. Lalu dia kembali meringkuk di ranjangnya. Sepertinya otaknya sudah tak kuasa untuk mencerna lagi. Dia pejamkan mata kuat-kuat. Hingga dia merasa berada di malam jahanam itu lagi. Kakaknya di sana dengan baju yang sudah berceceran di tanah. Dia telentang tak berdaya saat orang-orang beringas itu menjamahnya seperti gerombolan srigala berebut mangsanya. Lalu dia lihat api yang menyala-nyala merontokkan gubug pengasingan adiknya. Adiknya yang sengaja dilelapkan sudah tak sempat lagi menghindari jilatan api yang berkobar. Bahkan untuk berteriak pun dia sudah tak sempat. Justru Lita kini yang berteriak sekencang-kencangnya. Bagaimana dia hanya bisa mematung melihat semuanya ini terjadi. Teriakannya begitu kencangnya hingga memecah otaknya yang sudah mengeras. Sampai dia sadar telah terbangun dari mimpinya. Dia terduduk di ranjangnya dengan peluh membanjiri wajahnya. Mulutnya ternganga dan dia sadar telah berteriak begitu kencang. Dia melihat sekitar kamarnya yang kosong. Dia berharap tidak ada orang yang mendengar teriakannya tadi.
Pelan Lita beranjak dari ranjangnya. Dia mengambil secarik kertas dan sebatang pena. Dia mulai menulis buat Daud.
Assalamualaiukum Kak Daud,
Sebelumnya aku ucapkan terimakasih atas semua perhatian dan dukungan yang tulus padaku selama ini. Tapi aku bukanlah aku yang Kak Daud pikirkan. Sekarang aku tahu aku punya kakak dan adik. Aku tahu mereka sangat mencintaiku. Dan aku harus menemukan kakakku. Maafkan aku Kak Daud. Jika aku pergi, janganlah Kak Daud mencariku.
Asih
Hati-hati Lita melipat kertas itu dan dia simpan di bawah tumpukan bajunya. Tak berapa lama teman-temannya datang dari mencuci di sumur. Mereka bercerita tentang apa yang terjadi di luar sana.
"Sih, ada berita katanya tadi malam ada penyusup masuk ke asrama kita," kata salah satu teman Lita.
"Iya, ada yang denger suara motor malem-malem di luar," kata yang lain.
"Nanti malem Kak Daud dan yang lain mau jaga-jaga sampai pagi," kata yang lain lagi.
Lita terdiam, berharap rencana kaburnya bersama Dion tidak terhambat dengan rencana jam malam yang dilakukan Daud dan kelompoknya.
Malam hari, Lita pura-pura masih sakit. Teman-temannya melihat dia tidur lebih awal. Padahal Lita hanya menunggu mereka semua tertidur. Saat lampu kamar sudah dimatikan, Lita beranjak dari ranjangnya. Dia letakkan surat buat Dion di meja depan cermin. Di atas lipatan kertas itu dia tulis 'Kak Daud'.
Di depan cermin, tanpa sengaja Lita melihat bayangannya dalam remang. Sejenak dia tercenung memandangi sosoknya di cermin. Setelah berniat meninggalkan tempat ini, dia merasa tidak pantas mengenakan jilbab yang dia pakai sekarang. Pelan dia lepas jilbabnya. Dia lipat rapih dan dia letakkan di depan cermin. Surat buat Daud dia taruh di atasnya. Setelah mengambil ransel yang sudah dia siapkan. Lita berjingkat keluar kamarnya.
Kali ini Lita tidak langsung keluar asrama. Dia berdiri di sudut jendela dan memeriksa keadaan di luar. Beberapa lampu halaman yang tadinya padam sekarang sudah dipasang bohlam baru. Dua orang santri terlihat berjalan santai sembari tengak-tengok kanan kiri. Lita jadi cemas memandangi pagar yang semalam Dion muncul dari sana. Dan benar dugaan Lita. Seseorang terlihat mengendap-endap di luar pagar. Lalu orang itu berdiri dan terlihat sedang mencari-cari sesuatu di dalam pagar. Itu Dion, dia sedang mencari Lita. Lita pun buru-buru mengencangkan ranselnya untuk keluar, tapi langkah-langkah terdengar mendekat di luar. Begitu keluar, Lita berlari sekencang-kencangnya. Waktunya tidak banyak. Dia tahu orang-orang ada di belakangnya. Tapi yang dipikirkan sekarang adalah Dion yang menunggunya di balik pagar. Lita mengencangkan larinya. Dion sudah tidak jauh lagi.
"Lita, cepat..." Dion sedikit cemas karena tak jauh disana bayangan orang-orang terlihat berlari ke arah mereka dan langkah-langkah Lita terlalu kecil untuk berlari cepat. Tapi walau begitu, Lita kerahkan seluruh tenaganya hingga sampai juga dia di depan Dion.
"Dion..." nafas Lita hampir habis. Dion sudah begitu dekat di depannya. Tapi pagar besi yang tinggi memisahkan mereka berdua.
"Lita, kamu bisa manjat?" tanya Dion.
Lita memandang ke atas. Pagar itu begitu tinggi. Tapi langkah-langkah terdengar semakin dekat di belakang. Dengan nekat Lita mencoba memanjat. Susah payah Lita menjejak jeruji demi jeruji. Dion mencoba membantu memegangi agar tidak jatuh. Belum sampai ke atas, kain rok Lita menyangkut di salah satu jeruji. Dion berusaha melepaskan sangkutannya. Tapi belum juga terlepas, langkah-langkah itu sudah di dekat mereka.
"Asih! Apa yang kamu lakukan!" Daud terdengar berteriak.
Lita menoleh. Daud dan kelompoknya sudah tak jauh darinya.
"Asih, jangan ikuti dia... " kata Daud.
"Kak Daud biarkan aku pergi..." kata Lita sembari masih berusaha membebaskan roknya yang tersangkut.
"Asih tempatmu ada di sini..." kata Daud.
Lita tak menghiraukan. Begitu roknya yang tersangkut terlepas, dia berusaha naik lagi dan dia sudah menggapai bagian atas pagar. Daud pun maju diikuti yang lain. Tapi suara keras menghentikan langkah mereka.
"Daud! Biarkan dia pergi!" suara bapak Daud terdengar keras dari belakang.
Daud dan yang lain menoleh ke belakang. Mereka pun hanya terdiam disana melihat bapak Daud dan beberapa sesepuh tak jauh di belakang mereka.
"Biarkan dia pergi Daud," kata bapak Daud,"Dia tidak akan betah tinggal disini. Kita tidak bisa mengubahnya. Dia akan tetap mengikuti sifat nenek moyangnya. Sekali pengikut iblis tetap akan mengikuti iblis."
Daud dan lainnya jadi terpaku saja di tempatnya. Sedangkan Lita, dengan dibantu Dion sudah sampai di balik pagar. Lita sempat memandang ke arah Daud. Sebelum dia akhirnya menghilang di kegelapan bersama Dion. Bapak Daud pun menyuruh semua bubar, karena penghuni asrama sudah berhamburan akibat suasana ribut di luar. Sementara Daud masih memandangi pagar dimana tadi Lita keluar. Di lubuk paling dalam dia masih meyakini Lita bisa saja kembali ke sini menemukan jalannnya kembali. Dia yakin yang dia lihat tadi bukan Asih. Ada sebersit tekad dalam dirinya untuk suatu saat mencari Lita dan mengajak Lita kembali ke jalan yang benar.
Sementara Dion menggandeng tangan Lita, menuntunnya menyusuri jalan setapak yang gelap. Hingga mereka sampai di suatu tempat rimbun. Di tempat tersembunyi itu Dion memarkirkan mobilnya. Dion mempersilakan Lita masuk. Lalu tak berapa lama Dion sudah menginjak gas mobilnya. Dengan suara menderu mobil Dion menyusuri jalan-jalan tak beraspal, menembus kegelapan malam.
***
Lita membuka matanya. Dia ada di dalam mobil. Udara begitu dingin, tapi badannya telah terselingkup dengan selimut. Mungkin Dion yang memakaikan untuknya. Langit menjelang pagi terlihat semburat di kaca mobil yang berembun. Dion masuk ke mobil dengan membawa satu botol mineral lalu dia tawarkan ke Lita. Lita pun mengambil dan meneguknya. Lita melihat Dion yang tak pernah berkedip memandanginya.
"Dimana ini Dion?" tanya Lita. Dia melihat samar di kaca mobil banyak gundukan-gundukan sampah di luar sana.
"Kita di TPA pembuangan sampah,"jawab Dion.
Lita masih bengong, belum mengerti kenapa mereka disini.
"Dari kemarin aku cari-cari kuburan orang tuamu, kata orang mereka dikubur di sekitar sini," Kata Dion lagi,"Barusan tadi aku bicara sama orang warung, katanya ada kuburan di situ," Dion menunjuk tanah landai dekat sungai yang mengering,"Tadi aku lihat di situ ada dua nisan. Yang satu nisannya sudah ambles ke tanah."
Lita memajukan duduknya. Dia mencoba melihat ke arah Dion tadi menunjuk. Walau masih gelap, Lita bisa melihat dua nisan di sana. Di tanah antah berantah dekat pembuangan sampah orang tuanya dikuburkan. Tanpa sengaja air mengalir membasahi pipinya. Lita ingin keluar dari mobil tapi ditahan Dion.
"Aku pikir lebih baik kamu jangan keluar Lita," kata Dion,"Suasana masih genting setelah banyak penduduk yang mati. Takutnya ada yang mengenali kamu disini."
Lita pun mengurungkan niatnya.
"Tapi aku harus menemukan kakakku Dion..." Lita berguman dengan mata berkaca-kaca.
"Iya, kita akan mencarinya Lita..." kata Dion menghibur Lita. Sejatinya dia tidak tahu harus kemana mencari kakak Lita. Bahkan dia juga tidak begitu yakin kakak Lita masih hidup. Sebenarnya dia ingin bilang ke Lita untuk cek rumah sakit terdekat tapi untuk saat ini dia tidak tega."Mmm, menurutmu kita harus cari kemana?"
"Aku harus pergi ke suatu tempat dulu," kata Lita datar.
"Kemana?" Tanya Dion.
"Ke bukit..."
"Ke bukit?"
"Iya, ke bukit di belakang rumahku..."
"Ngapain?"
"Aku harus menemui sesuatu..."
"Sesuatu?"
"Iya, sesuatu yang bisa membantu menemukan kakakku..."
Dion terdiam memandangi Lita. Dia tahu Lita akan berhubungan dengan siapa. Tapi apapun akan dia lakukan untuk Lita.
"Dion... Anterin aku ke sana ya..."
"Iya, Lita... Kapan kita kesana?"
"Sekarang bisa?"
Dion menandang Lita sebentar lalu mengangguk. Dia nyalakan mesin mobilnya. Mobil Dion pun melaju kencang di jalanan yang masih lengang, menembus pagi yang berkabut. Hingga semburat cahaya pagi mulai muncul di ujung langit.
Catatan :
Cerita Lita Perempuan Iblis berlanjut ke cerita yang berjudul Lea Perempuan Iblis.
Blurb Lea Perempuan Iblis :
Lea adalah anak perempuan yang tersingkirkan karena orang tuanya dukun santet yang orang menganggap mereka telah bersekutu dengan iblis. Hingga di suatu malam jahanam, orang-orang yang marah menyerbu rumah mereka dan menghabisi orang tua Lea. Rumah mereka dibakar. Juga gubug pengasingan adik bungsunya ludes terbakar dimana adiknya masih ada di dalamnya. Lea menyuruh adik pertamanya yang bernama Lita menyelamatkan diri ke atas bukit dengan membawa jimat perlindungan dari iblis penguasa di sana. Sementara dia sendiri menjadi korban keberingasan massa yang liar. Hingga saat pagi hari tubuhnya ditemukan telentang kaku di tengah rerumputan halaman rumahnya.
Tidak ada yang tahu kalau Lea masih hidup kecuali Devan dan bapaknya. Devan seorang dokter muda yang mengautopsi tubuh Lea. Saat Devan menemukan Lea masih hidup, Lea seperti orang gila yang histeris tak terkendali. Devan menyerahkan Lea ke bapaknya yang punya klinik psikiatri di luar kota. Dua bulan dirawat di klinik psikiatri, Lea berangsur bisa terlihat tenang, tapi trauma peristiwa malam jahanam itu kadang masih menghantuinya, hingga dia belum berani keluar rumah.
Devan adalah dokter forensik yang mengautopsi mayat-mayat saat terjadi peristiwa terbunuhnya penduduk secara beruntun. Semenjak menangani tubuh Lea, Devan mulai terkoneksi dengan perempuan itu. Makin mengenal Lea, dia makin terobsesi. Hingga tanpa sadar berpengaruh pada hubungannya dengan tunangannya. Sampai diam-diam Devan menguak apapun yang berhubungan dengan Lea. Apalagi dia banyak teman di kepolisian. Dan Devan tahu pasti, penduduk yang terbunuh itu adalah orang-orang yang memperkosa Lea, karena dia punya semua sampel sperma yang ada di tubuh Lea waktu itu.
Pada akhirnya Devan harus bercerita apa yang diketahuinya pada Lea. Saat itu juga Lea berubah. Jiwanya mulai terbakar. Dan dia yakin, adiknya yang bernama Lita masih hidup. Dia mengira, Lita lah yang melakukan dengan apa yang terjadi dengan penduduk disana. Lea menganggap Lita masih punya jimat pemberian iblis penguasa bukit. Sampai Devan mendapat serangan santet, karena orang mulai tahu, Devan terlalu banyak tahu tentang peristiwa malam jahanam di rumah Lea. Lea pun menetapkan niatnya untuk mencari Lita. Dia memberanikan diri untuk keluar rumah. Dan yang pertama dilakukannya adalah menemui iblis penunggu bukit keramat.