Chereads / AL HIKAM / Chapter 83 - Antara Kurnia Lahiriah dan Kurnia Batiniah

Chapter 83 - Antara Kurnia Lahiriah dan Kurnia Batiniah

Apabila Qabadh dan Basath merupakan kurnia-kurnia Allah s.w.t. kepada sebagian hamba-hambaNya, sedangkan pada sebagian hamba-hamba Allah yang lain, Allah tidak memberikan kurniakurniaNya itu. Kenapa? Tentu ada hakikat sebab-sebabnya. Untuk mengetahui hakikat sebab-sebabnya itu, yang mulia Ibnu Athaillah Askandary telah merumuskan dalam Kalam Hikmah beliau yang ke-83 sebagai berikut:

"Kadangkala Allah memberikan kurnia (kesenangan dunia) pada anda, tetapi Ia menahan dari memberikan (taufik) pada anda. Dan kadangkala Allah menahan kurniaNya (kesenangan dunia) pada anda, tetapi Ia memberikan (taufik) kepada anda."

Pengertian Kalam Hikmah ini sebagai berikut: 

I. Kadang-kadang Allah s.w.t. memberikan nikmat kepada kita, seperti nikmat dunia dalam gambaran sihat badan, murah rezeki, bertambah kaya, naik pangkat dan lain-lain sebagainya. Di samping itu Allah menghentikan kepada kita taufiq pada ibadat dan taat. Atau dengan kata lain ibadat kita bertambah kurang, perhatian kita kepada agama bertambah turun, ajaran-ajaran agama itu tidak menjadi perhatian kita, baik secara peribadi atau secara keluarga atau sebagai anggota masyarakat. Atau kebalikan daripada itu, yakni Allah s.w.t. memberikan kurniaNya kepada kita dengan taat yang bertambah-tambah kepadaNya. Keimanan bertambah kuat, keislaman kita bertambah mantap, dalam ibadat bertambah rajin dan tekun, dalam taubat dan mengingat Allah selalu tidak lupa dalam waktu-waktu tertentu. Pengamalan syariat Islam terlihat pada peribadi kita, terlihat pada anggota keluarga kita, dan terlihat pula pada kita sebagian dari anggota-anggota masyarakat. Tetapi di samping itu nikmat lahiriah tidak begitu lagi licin jalannya, macet atau bertambah turun, yakni kita dicuba oleh Allah dengan cubaan-cubaan lahiriah, seperti sakit, tidak maju dagangan kita dan lain-lain sebagainya.

Kenapa demikian?

Jawabannya adalah apa yang telah dikatakan oleh alim besar tasawuf Muhyidin Ibnul 'Araby sebagai berikut: "Apabila Tuhan menahan sesuatu dari anda, berarti itu kurniaNya. Dan apabila Tuhan memberi anda berarti itu penahananNya. Pilihlah oleh anda meninggalkan atas mengambil!"

Karena wajib atas si hamba meninggalkan campur tangan dan turut menentukan pada hak Allah di mana segala sesuatu dalam kekuasaanNya. 

Dengan demikian si hamba itu menolak kebaikan daripadaNya. Dalil perkataan alim besar tasawuf ini dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut:

[a] Apabila Allah tidak memberikan nikmat dunia, tetapi yang diberikan olehNya ialah nikmat taufiq dan petunjuk kepada taat dan ibadat, berarti itu adalah kurnia yang paling besar.

[b] Apabila Allah memberikan nikmat dunia, tidak membcrikan nikmat taufiq dan petunjuk ke jalan yang benar, berarti itu bukan kurnia yang hakiki dan bukan nikmat dan rahmat.

[c] Janganlah campur tangan kepada ketentuan-ketentuan yang 

ditentukan oleh Allah. Sebab Tuhan yang Maha Menentukan atas segala-galanya.

Atau jawaban dari pertanyaan di atas dapat difahami bahwa kita jangan hanya melihat lahiriah pemberian Allah, atau lahiriah apa yang dihentikan oleh Allah, tetapi lihatlah kepada hakikatnya kadang-kadang nikmat itu lawan daripada lahiriah pemberian, dan kadang-kadang nikmat dan rahmat itu lawan daripada apa yang dihentikan oleh Allah, yakni lawan apa yang tidak diberikan olehNya. Sebab itu jangan sekali-kali kita turut campur tangan dan memilih lahiriahNya saja, padahal kita tidak melihat kepada hakikatnya.

II. Apabila hal keadaan di atas terjadi pada kita, yakni Tuhan memberikan nikmat lahiriah, tetapi menghentikan nikmat batiniah. Atau Tuhan berikan nikmat batiniah, tetapi menghentikan nikmat lahiriah, bagaimana tanggapan kita? Tanggapan kita ialah, bahwa kita hendaklah berdiri pada pendirian antara takut dan harap. Takut pada nikmat lahiriah, tetapi mengharapkan nikmat batiniah. Mengharapkan nikmat lahiriah, tetapi takut pada cubaan-cubaanNya. Atau dengan kata lain takut pada nikmat-nikmat dunia yang dilimpahkan oleh Allah s.w.t., tetapi mengharap taufiq dan petunjuk daripadaNya. Atau mengharap taufiq dan petunjukNya supaya berkekalan, tetapi kalau-kalau ia tidak sabar atas cubaan-cubaanNya. Sebab 

itu tidak dapat tidak kita harus berlindung kepada Allah s.w.t. pada ketentuan-ketentuan yang ditentukan olehNya, sebab kita tidak mengetahui selain Dialah yang Maha Mengetahui.

Kadang-kadang tidak sama antara gambaran lahiriah dengan hakikat yang sesungguhnya. Janganlah melihat lahiriah itu sekadar lahirnya saja, tetapi kadang-kadang di balik lahiriah itu, itulah yang baik, atau yang lebih baik. 

Dalam hal ini Allah s.w.t. telah menggambarkan dalam Al-Quran Al-Karim:

"Maka adapun manusia itu apabila diuji oleh Tuhannya, lalu dibetikanNya kemuliaan dan kesenangan hidup, maka manusia itu mengatakan: Tuhanku telah memuliakan daku! Dan apabila Allah mengujinya dan membatasi Allah rezekinya, dia berkata pula: Tuhan telah menghinakan aku. Sekali-kali tidak (demikian) ...." (Al-Fajr: 15-17)

Maksudnya jangan kita menanggapi demikian, dan jangan kita melihat lahiriahnya saja, tetapi lihatlah kepada hakikatnya. Kadang-kadang sesuatu yang tidak diberikan oleh Allah adalah merupakan kurniaN ya, yakni biarlah kita tidak diberikan nikmat duniawi oleh Allah asal saja nikmat agamawi diberikan olehNya. Sebab pemberian duniawi tanpa agamawi adalah suatu kehinaan dan kerendahan. 

Karena itu janganlah gembira melihat lahiriah, tetapi bergembiralah pada hakikat yang terkandung di dalamnya. Demikian pula kebaikannya, jangan melihat yang lahir, asal saja hakikatnya menguntungkan dan mendekatkan hubungan kita dengan Allah s.w.t. 

Amat bodohlah orang yang melihat lahirnya saja! Amat dangkallah orang yang tertipu kepada lahirnya sesuatu! Tapi orang yang berakal ialah orang yang melihat hakikat yang tersembunyi di balik lahiriah yang terbuka. Melihat isi dan bukan melihat kulit, karena isilah yang dituju, dan isinyalah yang menjadi tujuan utama.

Kesimpulan:

Antara lahiriah dan hakikat, kadangkala berjalan bersama-sama, berbimbingan antara keduanya. Kadangkala keduanya merupakan nikmat. Kadangkala tidak seirama dan tidak sejalan bergandengan sedemikian rupa. Sebab itu sering kita dapati lahiriahnya baik, tetapi sebenarnya tidak baik. Yang baik adalah batiniah yang tersembunyi. 

Itulah lahiriah yang bersifat duniawi dan batiniah yang bersifat imani, ihsani dan rohani. Justeru itulah hamba-hamba Allah yang saleh, biarlah mereka bersabar atas cubaan-cubaan duniawi, tetapi mereka beruntung atas kurnia-kurnia Allah yang bersifat agamawi.