Chereads / AL HIKAM / Chapter 3 - Ketentuan Allah dan Penghidupan Manusia

Chapter 3 - Ketentuan Allah dan Penghidupan Manusia

Berkata Al-Imam Ibnu Athaillah Askandary tentang Kalam Hikmahnya 

yang kedua sebagai berikut:

"Kehendak anda kepada tajrid di samping Allah s.w.t. mendirikan (meletakkan) anda di dalam asbab (causes) adalah merupakan syahwat yang tidak nampak dilihat. Kehendak anda kepada asbab di samping Allah mendirikan anda di dalam tajrid berarti turun dari himmah (determination) Yang Maha Tinggi."

Pengertian Kalam Hikmah ini sebagai berikut:

Kita menjumpai perkataan "Al-Asbaab" (causes), maksudnya ialah:

"Sesuatu yang sampai dengannya kepada maksud yang dicapai di dalam dunia."

Yakni segala sesuatu di mana dengannya kita boleh sampai untuk maksud-maksud yang diperlukan di dalam kehidupan duniawi, misalnya mencari rezeki yang halal dengan berniaga atau bekerja dalam sifat yang diridhai Allah s.w.t.

Perkataan kedua kita dapati "At-Tajrid" (divestment), ialah:

"Melepaskan diri dari Al-Asbaab (causes)

Manusia dalam penghidupan terbagi kepada dua macam.

1. Manusia yang ditentukan Allah dalam status Al-Asbaab. Manusia dalam status ini untuk menghasilkan penghidupannya dalam dunia adalah dengan jalan bekerja. Apabila tidak bekerja maka tidak boleh hidup. Sebagaimana dimaklumi pekerjaan manusia dalam mengatasi hidup banyak sekali corak-sifatnya adakalanya sebagai pedagang, pegawai, supir, guru, petani dan lain-lain sebagainya.

Apabila hidup kita selamat, tenteram atau dapat diatasi dengan pekerjaan kita yang kita kerjakan itu, maka menurut akhlak ilmu Tasawuf tidak diperbolehkan kita meninggalkan pekerjaan tersebut untllk ktta pindah pada status yang lain, yakni meninggalkan pekerjaan yang sudah berkat itu karena tujuan semata-mata melaksanakan ibadat kepada Allah s.w.t. Apabila pekerjaan kita itu kita tinggalkan, sehingga kita beribadat saja tanpa menghiraukan penghidupan kita dengan pekerjaan yang menjadi pekejaan kita itu, maka akhlak Tasawuf mengajarkan kepada kita bahwa hal keadaan itu adalah syahwat semata-mata yang tersembunyi di dalam diri kita. Disebutkan dengan "syahwat" oleh karena kita tidak mau menuruti atau tidak mau sejalan dengan kehendak Allah s.w.t. Tuhan berkehendak untuk kemaslahatan kita dalam hidup dan kehidupan kita, agar kita bekerja, beramal dan berusaha.

Arti "tersembunyi" yakni syahwat itu disebut dengan syahwat yang tersembunyi (the dosed desire), ialah ambisi yang besar pada menghampirkan diri semata-mata kepada Allah untuk kebahagiaan ukhrawi meskipun kehidupan duniawi morat-marit dan menyusahkan. Ambisi yang begini pada lahirnya secara sepintas lalu adalah baik, tetapi pada hakikatnya sudah menyimpang dari ketentuan Allah disebabkan keinginan kita seperti tersebut di atas. Ambisi begini tidak kkelihatan bagi manusia biasa, tetapi dilihat oleh manusia yang mengamalkan ajaran akhlak Tasawuf atau yang mengetahui ajaran ini.

2. Manusia yang ditentukan Allah dalam status Tajrid. Manusia dalam tingkatan status ini sudah tinggi nilainya pada sisi Allah. Penghidupannya telah dimudahkan Allah, sehingga ia tidak sulit lagi dalam mengatasi hidup dan kehidupannya. Dia tidak perlu bekerja dan berusaha untuk menghasilkan rezeki, tetapi rezekilah yang datang kepadanya. 

Manusia dalam status ini dapat kita lihat dalam dua gambaran:

[a] Manusia yang meskipun dia bekerja dan berusaha tetapi seolah-olahnya dia bekerja itu sebagai iseng-iseng belaka, karenhatinya tertuju selalu bagaimana ia dapat melaksanakan ajaran agamanya dengan sebaik-baiknya, dan bagaimana ia selalu taqwa kepada Allah s.w.t. Maka manusia yang semacam ini meskipun ia beramal dan bekerja, tetapi tidak memberatkan otaknya, bahkan pula Allah memudahkan rezekinya dan memberikan keberkatan pada usahanya yang tidak dikiranya sama sekali. Inilah yang dimaksudkan dengan firman Allah:

"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah maka Allah akan memberikan jalan keluar (dari kesulitan-kesulitan) untuk orang itu. Dan Allah akan memberikan rezeki kepadanya dari (sumber-sumber) yang tiada pernah difikirkannya. Dan barangsiapa yang tawakkal kepada Allah, maka Allah akan mencukupkan keperluannya. Sesungguhnya Tuhan itu melaksanakan kehendakNya. Sungguh Allah telah mengqadarkan bagi tiap-tiap sesuatu." (At-Thalaq: 2-3)

[b] Ada makhluk manusia sama sekali tidak bekerja dan bcrusaha, selain hanya beribadat saja kepada Allah Yang Maha Esa. Ibadat itu macam-macam sifatnya. Apakah pekerjaannya mengajar saja tanpa memungut upah tetapi menuntun ummat kepada ajaran-ajaran agama. Misalnya dapat kita lihat pada sebagian ulama-ulama kita di pesantren-pesantren. Pekerjaan mereka adalah melulu mengajar, jangankan bekerja seperti bersawah dan lain-lain, bahkan pula harta pun tidak ada, tetapi rezeki didatangkan Allah kepadanya. Beras diantarkan orang, ikan dibawakan, musim buah-buahan, maka buah pertama kalinya diniatkan buat sang Kiyai dan lain-lain. lni terjadi di daerah.

Apabila di kota tentu lain pula sifatnya, sesuai dengan alam kemajuannya. Maka hamba-hamba Allah yang telah sampai dalam tingkatan ini berarti ia telah sampai atau telah diangkat oleh Allah ke maqam tajrid.

Hamba-hamba Allah yang telah diangkat martabatnya oleh Allah ke maqam tajrid seperti dalam dua bagian di atas, maka akhlak Tasawuf menganjurkan kepadanya supaya jangan turun ke maqam Al-Asbaab; apabila ia turun ke maqam asbaab berarti ia menurunkan nilai dirinya dari himmah (tekad) yang bermutu tinggi. Maksudnya, ia jangan turun untuk bekerja dan berusaha seperti orang-orang biasa, karena apabila ia turun ke tingkat ini, maka ibadatnya akan terganggu, keberkahan yang telah diberikan Allah kepadanya akan dicabut Allah s.w.t.

Walhasil, tiap-tiap status atau tingkatan keadaan yang telah ditentukan oleh Allah kepada setiap kita hendaklah kita menerimanya dengan ridha dan ikhlas. Meskipun maqam-maqam antara kita sama kita berlainan. Kita tidak boleh mencuba-cuba memindahkan diri kita dari satu maqam (status) ke maqam yang lain, apakah maqam yang lain itu lebih tinggi dari semula, ataukah lebih rendah, seperti turun dari maqam tajrid ke maqam asbaab, terkecuali apabila Allah s.w.t. telah mcmindahkan kita dengan jalan adakala Tuhan tidak memberkati kita lagi pada satu-satu maqam, sehingga kita harus berpindah daripadanya.

Misalnya saja kita melihat bahwa dalam pekerjaan sehari-hari tidak menguntungkan kita lagi, baik pada dunia maupun pada agama kita, namun begitu kita berkewajiban membereskan duniawi dan ukhrawi kita sebagaimana mestinya.

Dengan demikian berarti sudah ada keinginan Allah kepada kita buat meninggalkan maqam Al-Asbaab untuk naik ke maqam tajrid, dan demikian pulalah kebalikannya.

Untuk ini dapat kita fahami firman Allah dalam Al-Quran:

"Dan katakanlah (hai Muhammad): Ya Tuhanku masukkanlah aku secara masuk yang benar, dan keluarkanlah aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang dapat memberikan bantuan." (Al-Isra': 80)

Apabila kita dalam tiap-tiap keadaan hidup dan kehidupan, selalu berperang kepada Allah, bertawakkal, menyerahkan diri dan tidak melupakanNya, maka Allah Maha Pengasih dan Penyayang akan menuntun kita kepada jalan yang benar. Firman Allah dalam Al-Quran:

"Barangsiapa yang berpegang teguh kepada Allah, maka sesungguhnya orang itu telah diberikan petunjuk kepada (jalan) yang lurus."(Ali Imran:101)

Demikianlah pengertian Kalam Hikmah di atas mengenai ketentuan Allah dan kehidupan manusia. Pahamilah artinya dan pengertiann dan rasakanlah sampai di mana kita menurut pengajaran ini. Karena itu ambillah manfaat daripadanya! Moga-moga Allah s.w.t. selalu menuntun kita kepada jalan yang benar dan lurus.