Chereads / 2500 Tahun Setelah Menyatunya Tujuh Dunia / Chapter 9 - Pertarungan Di Arena

Chapter 9 - Pertarungan Di Arena

Di pagi hari aku bangun dari tidurku yang nyenyak. Aku melanjutkannya dengan mandi, memakai baju, lalu keluar dari penginapan. Aku masih memakai pakaianku yang kemarin. Aku sudah melengkapi pakaianku dengan dengan kemampuan untuk bisa membersihkan dirinya sendiri.

Meski pakaianku seluruhnya ternoda oleh lumpur, lumpur-lumpur itu akan lenyap dengan sendirinya dalam waktu singkat, tanpa perlu mencucinya dengan air. Hebat kan skill Penciptaanku? Tentu saja hebat.

Oh iya, disaat aku membuka ponselku aku mendapatkan pesan dari Neyla.

Isi pesannya adalah...

" ke arena di jam 3 sore. Kami menunggumu. Kalau kau memang pengecut, menyerahlah. Kalau kau memang ingin menantang kami, maka datanglah. Kami akan menghajarmu habis-habisan."

Kemudian aku membalas...

"Tentu aku akan datang. Kita buktikan siapa yang salah nanti."

Setelah membalas pesannya, aku langsung menutup ponselku. Kemudian aku pergi ke berbagai tempat di kota untuk bersenang-senang sampai jam 3 sore.

Beruntungnya, banyak penduduk kota yang tidak menyadari bahwa aku adalah Arde. Itu karena penampilanku yang sudah berubah 180 derajat, berbeda ketika terakhir kalinya aku tinggal di Ibukota.

Tempat pertama yang kudatangi adalah restoran. Aku kesini untuk sarapan dengan makanan yang enak.

Tempat kedua yang kudatangi adalah perpustakaan. Aku kesini untuk belajar sejarah dunia Tarthalus. Disini dijelaskan, ketika pertama kalinya tujuh dunia menyatu, semua manusia dari masing-masing dunia mulai bekerja sama untuk membangun kembali peradaban yang telah hancur. Seiring berjalannya waktu, umat manusia kembali bangkit ke masa jayanya dan teknologi mulai berkembang ke tingkat yang lebih tinggi. Dunia sihir dulunya hanya mengandalkan sihir, dan teknologinya pun kuno. Kemudian karena bantuan dari dunia Esper dan dunia Robot, teknologi Dunia Sihir semakin berkembang hingga menjadi semaju sekarang, menyaingi kedua dunia tersebut. Tak hanya bekerja sama dalam membangun peradaban, kami juga melakukan pertukaran budaya dan sistem kekuatan. Dunia sihir dulunya hanya mengandalkan sihir untuk bertarung, sekarang mengandalkan senjata seperti pedang, tombak, panah, dan lainnya. Bahkan meski sekarang sudah ada senapan dengan teknologi lebih modern, senjata-senjata kuno itu masih digunakan oleh banyak orang karena keefektifannya dalam membunuh berbagai jenis monster.

Karena ketujuh dunia telah menyatu menjadi satu dunia yang bernama Tarthalus, kemudian masing-masing dari dunia tersebut mengganti nama "Dunia" mereka, dengan nama "Wilayah". Lalu disebutkan juga 26 benua telah muncul, lalu mereka semua menyatu menjadi lima benua besar. Masing-masing dari lima benua itu adalah, Benua Magosia (tempat dimana wilayah/Kerajaan Sihir berada), benua Ausfrica (tempat dimana wilayah Supernatural berada), benua Nulsia (tempat dimana wilayah Esper dan wilayah Apokaliptik berada), benua Rumblaves (tempat dimana wilayah musim dingin abadi dan wilayah Robot berada), dan benua Tauriziei (tempat dimana wilayah pedang berada). Benu Hi'af tidak termasuk, karena benua itu dari dulu memang sudah besar, dan tidak ada satupun benua lain yang menyatu dengannya.

Setelah mempelajari sejarah di perpustakaan, tempat kedua yang kudatangi adalah taman. Disini aku hanya duduk untuk menikmati keindahan taman ibukota.

Dan akhirnya jam 3 sore aku datang ke arena pertarungan ibukota. Aku terlebih dahulu ke panitia pendaftaran untuk mendaftar menjadi peserta pertarungan Arena.

"Biayanya lima koin emas tuan." Kata panitia.

Aku sedikit terkejut karena harganya yang begitu mahal. Lima koin emas adalah biaya yang bisa digunakan untuk kuliah satu semester di universitas terbaik di kerajaan sihir. Ingatlah bahwa koin emas sangat bernilai tinggi, jauh lebih tinggi dari koin perak. Satu koin emas setara dengan 25 koin perak. Biaya masuk untuk bertarung di Arena Pertarungan bisa mahal, karena ini bukanlah hari dimana turnamen pertarungan diadakan. Turnamen pertarungan diadakan setahun sekali, setiap tanggal 23, bulan ke 8. Sekarang baru tanggal 11, bulan ke 5.  Jadi kurang 3 bulan lagi turnamen diadakan.

Kembali ke cerita...

Aku membayar sebanyak lima koin emas. Kemudian panitia langsung menerimanya. Lalu dia mengetikkan sesuatu pada komputernya.

"Selesai! Sekarang anda bisa menunggu sebelum pertarungan dimulai, di ruang tunggu nomor 5. Ada petunjuk arah yang akan menunjukkan tempat itu pada anda. Semoga berhasil!"

"Baik, terima kasih."

Aku pergi menuju ke tempat yang dikatakan oleh panitia pendaftaran. Arena pertarungan adalah sebuah bangunan yang luas. Ada banyak lorong bercabang yang bisa membuat orang tersesat kalau tak melihat petunjuk. Setelah berjalan beberapa menit, akhirnya aku sampai di ruang tunggu nomor 5. Ruangan ini agak besar. Fasilitas disini terlihat bagus. Terlihat Disini, ada banyak kursi stainless yang berbaris. Aku duduk di salah satunya.

Aku melihat jam digital pada dinding ruangan ini, ternyata sudah jam 3 lebih 17 menit. Namun pertarungan masih belum dimulai. Disaat aku menunggu dengan sabar, seseorang yang kukenali memanggil namaku dari belakang.

"Arde."

Aku menolehkan kepalaku pada orang yang memanggilku. Ternyata itu adalah Neyla. Dia memakai jubah penyihir berwarna ungu yang elegan.

Kedua tangannya memegang tongkat sihir. Tatapan matanya terlihat merendahkan.

"Apa?" Jawabku.

"Kau serius ingin bertarung melawan kami?" Tanya Neyla.

"Tentu. Ini adalah kesempatan terbesarku, untuk membalas semua perbuatan yang telah kalian lakukan padaku dulu."

"Kau tak ingin menyerah? Ini adalah arena. Disini membunuh lawan bertarung bukanlah tindakan kriminal. Bertarung sampai mati... itu adalah tradisi pertarungan di Arena ini. Dan... kami akan membuatmu menderita sebelum mati. Kau yakin tak ingin menyerah?" Kata Neyla dengan tatapan membunuh.

Aku meresponnya dengan tersenyum.

"Seharusnya aku yang menanyakan itu. KAU YAKIN TAK AKAN MENYERAH???" Aku bertanya balik dengan nada rendah.

Kulihat Neyla kesal padaku.

"Buat apa kami menyerah?! Dasar pecundang! Rendahan! Kami akan membuatmu bersujud lalu mencium kaki kami!!! Ingatlah kami adalah Party Permata Hitam!!! Kami adalah Party petualang paling populer di seantero kerajaan sihir, bahkan dunia!!! Sedangkan kau... kau hanyalah pecundang! Lihatlah betapa buruknya reputasimu! Tak ada satupun orang yang menyukaimu, semua orang membencimu!!! Kau hanyalah aib bagi Guild petualang! Kau petualang yang gagal!!!" Oceh Neyla dengan nada yang tinggi.

Aku hanya mengorek-ngorek telinga kiriku. Lalu tersenyum santai dan berkata...

"Heh, memang siapa dalang dibalik semua kegagalan yang kualami? Siapa dalang yang membuatku menjadi pecundang? Siapa dalang yang membuat banyak orang membenciku? Bukankah itu kalian?"

"Apa maksudmu?!" Tanya Neyla.

"Jangan pura-pura tak tahu. Kalianlah yang sengaja membuatku selalu gagal dalam mengerjakan quest penting. Sudah berkali-kali kalian melakukan itu." Ucapku dengan tatapan tajam.

"Memang apa buktinya?" Tanya Neyla dengan marah.

"Aku memang belum memiliki bukti, dan mungkin selamanya tak akan bisa menemukan bukti itu. Namun aku sudah tahu semua kebusukan kalian. Aku tak perlu membuka kebusukan kalian didepan umum. Menghajar kalian sampai mati saja sudah cukup untuk membalaskan dendamku. Mungkin dengan begitu, semua orang akan semakin membenciku, bahkan bisa saja mereka menargetkanku sebagai orang yang harus dibunuh. Namun aku tak peduli. Aku hanya ingin...

KALIAN TERSIKSA SEBELUM MATI..."

Aku mengatakannya dengan senyum lebar, namun tatapan mataku seperti predator yang siap menerkam mangsanya. Kulihat Neyla sedikit bergidik ketika mendengar kata-kataku dan melihat ekspresiku.

"Teruslah bermimpi pecundang. Aku bosan dengan dialog tak berguna ini. Lebih baik selesaikan langsung di arena!"

Setelah mengatakan itu, Neyla pergi dari ruangan ini, lalu membuka pintu dan menutupnya dengan keras. Aku hanya tertawa kecil melihat tingkahnya. Kita lihat saja, siapa yang benar dan siapa yang salah.

*****

Jam setengah 4 sore...

Suara seorang wanita memanggil namaku.

[Peserta Arde, pertarungan akan dimulai sebentar lagi. Harap meninggalkan ruang tunggu, dan pergi menuju ke arena pertarungan.]

Menuruti suara itu, aku berdiri, meninggalkan kursi stainless, dan berjalan menuju ke sebuah lorong yang akan mengantarku menuju arena pertarungan.

Langkah demi langkah berlalu. Kulihat di ujung lorong terdapat cahaya terang. Itu adalah jalan keluar. Jalan keluar tersebut tak memiliki pintu. Jadi aku hanya perlu melewatinya saja dan langsung masuk ke lokasi yang ditunggu-tunggu.

Setelah aku keluar dari lorong, kulihat di sini adalah sebuah area luas dengan lantai semen halus yang kuat, yang dikelilingi oleh dinding, dan dibalik dinding terdapat tempat duduk berundak seperti tangga, tempat dimana banyaknya penonton yang duduk melihat pertarungan. Ada banyak sekali para penonton disini. Jumlahnya... ribuan.

Di bagian atasnya berupa atap yang terbuka, sehingga cahaya matahari dapat masuk menyinari area ini.

Jauh didepanku, seorang pria berkulit gelap dengan rambut pirang, yang memakai armor lengkap, dan di pinggangnya terdapat pedang yang disarungkan. Semua penonton bersorak dan bertepuk tangan padanya.

Kemudian sang komentator yang merupakan seorang pria, bersuara mengawali acara.

"Wahai para penonton yang terhormat, selamat datang di Arena pertarungan kota Dvalgirz!!! Kalian akan menyaksikan pertarungan luar biasa, yang bukan dilaksanakan saat turnamen pertarungan yang diadakan setahun sekali! Pertarungan salah satu anggota party permata hitam yang terkenal melawan penantangnya!!! Acara ini disiarkan di semua media secara langsung!!! Dan mari kita perkenalkan para pesertanya."

Para penonton semakin bersorak. Seluruh arena ramai oleh teriakan gembira para penonton. Aku mulai melihat sekeliling. Lalu kutemui anggota party permata hitam lain yang duduk di tempat yang terpisah dari penonton lainnya. Tempat duduk mereka adalah tempat duduk VIP. Mereka duduk bersama beberapa petualang yang kuduga adalah petualang kelas S.

"Di sebelah Utara adalah salah satu anggota Party Permata Hitam dan dia adalah pemimpinnya. Namanya adalah... Yuga Midford!!!"

Setelah komentator mengatakan itu, penonton bersorak pada Yuga dan meneriakkan namanya.

"Yuga!!! Kau keren sekali!!!"

"Aku mencintaimu!!!"

"Yuga, kalahkan pecundang itu!"

"Tunjukkan kehebatanmu padanya!!!"

"Yuga, kami mendukungmu!!!"

Semua penonton mendukung Yuga.

Yuga melambaikan tangan pada para penonton dan tersenyum

"Di sebelah selatan adalah penantangnya, seorang petualang kelas B yang berani menantang Party Permata Hitam untuk bertarung di arena. Dialah... Arde!"

Para penonton terdiam. Kemudian mereka saling berbisik.

"Pecundang, matilah kau!"

"Tak kusangka ternyata dia memang Arde. Dia berbeda dari yang dulu."

"Pasti dia bukan Arde, dia adalah orang lain yang mirip, yang disewa oleh pecundang itu!!"

"Tidak, dia benar-benar Arde!"

"B*jingan itu tidak mungkin..."

Begitulah ocehan mereka. Mereka ribut hanya karena aku berbeda dari yang dulu. Karena geram, aku menunjukkan lisensi petualangku. Setelah itu, sebuah layar hologram empat sisi muncul di atas arena dan memperjelas informasi diriku yang ada pada lisensiku. Para penonton menjadi terkejut. Setelah klarifikasi singkat ini selesai, aku kembali memasukkan lisensi petualangku kedalam kantongku.

"Nah, karena pembuktian indentitas Arde sudah jelas, maka tunggu apa lagi. Pertarungan dimulai!!!!"

Suara bell besar menggema di arena tiga kali. Pertarungan telah dimulai. Seluruh penonton bersorak gembira.

"Yuga, berjuanglah!"

"Kalahkan pecundang itu!!!"

"Dia hanya petualang kelas B!"

"Dia masih tak ada apa-apanya dibandingkan denganmu!!!"

"Bunuh Arde!"

Aku mengabaikan gonggongan para penonton dan fokus pada Yuga. Yuga menyeringai padaku. Dia melangkah kedepan, menuju padaku.

"Hey Arde! Lihatlah, semua orang mendukungku! Dan kau dibenci disini! Kalaupun aku kalah, kau tak akan dihargai, kau tak akan dipuji, kau tak akan pernah merasakan kemenangan. Lagipula aku tak mungkin kalah darimu, karena... aku akan serius membunuhmu disini! Inilah akibat dari kau yang menantang orang sehebat kami!!!" Kata Yuga dengan suara yang lantang.

Penonton semakin menggila saat Yuga berkata-kata. Aku hanya tersenyum kecil.

"Teruslah mengoceh, Yuga! Kita lihat siapa yang akan mati disini!!!" Kataku dengan suara yang juga lantang.

"Hahaha!!! Tentu saja kau, bodoh!!"

Yuga melesat kearahku sambil mencabut pedangnya dari sarungnya.

Pedang miliknya adalah pedang lurus dengan bilah berkilau dan gagang emas. Gerakannya cepat, bahkan dia yang awalnya berjarak 120 meter dariku, sekarang telah berjarak 2 meter dariku dalam waktu 5 detik!

"Terpotonglah kau!"

Yuga mencoba menebasku dengan pedangnya. Aku menghindarinya dengan mundur. Tebasannya cepat, sehingga dia sedikit menggores jubahku.

"Apa? Kau menghindarinya?"

Yuga bertanya dengan wajah terkejut.

"Kenapa kau bertanya? Sudah jelas aku menghindar kan? Apa kau memang sebodoh itu sampai-sampai kau bertanya apakah aku menghindar?" Kataku dengan nada mengejek.

"Sialan kau!"

Yuga kembali mengayunkan pedangnya dengan gerakan yang cepat dan terlatih. Namun aku masih bisa melihatnya dengan jelas, juga menghindarinya dengan mudah. Para penonton tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi. Mereka tetap mendukung Yuga untuk menghabisiku.

"Sialan, berhenti menghindar dasar pengecut! Apa kau terlalu lemah sampai-sampai kau hanya bisa menghindar saja! Cobalah untuk menyerang!"

Yuga berhenti menebasku. Nafasnya tersengal. Dia terlihat kesal padaku.

Aku tersenyum lebar dan berkata...

"Oh, baiklah kalau itu yang kau mau. Aku akan menyerang..."

Aku mengepalkan tanganku keatas.

Kemudian memanggil pedang suciku.

"Wahai pedang es surgawi, datanglah padaku... bantulah pemilikmu ini di pertarungan yang sedang dihadapinya. Azheryo!!!"

Suaraku menggema di seluruh arena.

Seluruh arena, suasananya berubah menjadi suram dan gelap. Para penonton dan seluruh orang di arena mulai panik. Yuga terlihat kebingungan dengan apa yang terjadi.

Kemudian cahaya biru terang muncul di tanganku, menyinari seluruh arena yang suasananya suram dan gelap. Cahaya itu membentuk sebuah pedang besar. Hanya menunggu beberapa detik saja cahaya mulai sirna, menunjukkan wujud asli dari apa yang dibuat olehnya. Apakah itu? Itulah Azheryo! Sebuah pedang besar dengan bilah biru terang, memiliki gagang emas dengan ukiran indah yang membentuk seperti sayap. Dan dihiasi oleh satu permata Safir biru tua, membuatnya terlihat seperti pedang legendaris milik seorang pahlawan. Pedangku terlihat sangat indah, bahkan dengan keindahan itu seolah-olah dia tak pantas digunakan dalam pertarungan.

"Pedang apa itu!"

"Apakah itu pedang legendaris?!"

"Tidak mungkin! Itu pasti cuma desainnya saja yang keren, tapi aslinya adalah pedang bobrok!"

"Cahaya tadi pasti hanyalah trik murahan!"

"Dia tetaplah pecundang! Tak ada yang berubah!"

"Yuga, hajar dia!"

"Bunuh pecundang itu!"

"Kau lebih hebat darinya, Yuga!"

Para penonton dengan akal mereka yang rendah, masih saja mendukung Yuga dan mencoba menjatuhkanku. Ini membuatku jengkel. Andai aku benar-benar jahat, aku akan membunuh semua orang disini dengan seluruh kekuatanku. Namun itu bukanlah tujuanku. Tujuanku adalah, mempermalukan Party Permata Hitam didepan semua orang.

Yuga melihat semua penonton yang mendukungnya. Kemudian dia menghadap padaku dengan percaya diri.

"Heh, trik yang bagus. Tapi pedang jelekmu itu tak akan mengubah apapun!"

Yuga mengarahkan pedangnya padaku. Dia memasang sikap menyerang. Aura elemental api yang panas keluar dari dirinya. Membuat suhu di seluruh arena menjadi sepanas gurun. Para penonton terkagum lalu bersorak.

Melihat kelakuan mereka, aku tertawa, lalu mengarahkan pedangku pada Yuga.

"Hahahaha!!! Aura pemanas sayuranmu lumayan juga. Tanpa basa-basi lagi, mari kita mulai pertarungan yang sebenarnya. Pertarungan hidup atau mati!"

Sudut pandang Arde selesai.

_____________________________________

Sudut pandang Author.

Di arena pertarungan, dua orang lelaki bertarung dengan sengit. Sebenarnya tidak benar-benar sengit, namun lebih ke berat sebelah. Yang satunya berjuang susah payah untuk memberikan serangan kuat. Yang satunya lagi menangkis serangannya dengan santai sambil tertawa.

Mereka adalah Yuga dan Arde. Yuga memberikan berbagai jenis serangan. Entah itu serangan sihir, fisik, ataupun serangan fisik yang digabungkan dengan sihir.

"Cambuk Api Naga!"

Yuga meneriakkannya dengan lantang. Kemudian pedangnya mulai diselimuti oleh api yang menyala. Api itu semakin memanjang keatas, lalu membentuk cambuk yang talinya melayang di udara.

Para penonton di arena berdecak kagum, lalu bertepuk tangan. Sang komentator ternganga melihat teknik yang dipakai Yuga.

"Woow!!! Yuga memakai salah satu tekniknya yang luar biasa! Sedangkan bagaimana dengan Arde?! Kita lihat apa yang akan terjadi selanjutnya!!!" Kata komentator dengan semangat.

"Yuga!!! Kau benar-benar keren!"

"Kalahkan pecundang itu!"

"Bunuh Arde!"

Penonton bersorak bergemuruh mendukung Yuga. Sedangkan Arde tak memiliki satupun orang yang mendukungnya. Namun Arde tak masalah dengan itu. Dia masih berdiri dan tersenyum santai. Senyuman dan tatapan Arde menyimpan seribu makna dibaliknya, Yuga dan yang lainnya tak sadar akan hal itu.

Yuga yang didukung oleh banyak orang, mengayunkan cambuk apinya pada Arde. Cambuk api Yuga melesat dengan cepat dan menghantam Arde.

Namun sebuah penghalang yang kuat menghalangi cambuk itu untuk menggores Arde.

"Mati kau!!!"

Yuga terus mencambuki Arde yang dilindungi penghalang kuat. Cambukan dari cambuk apinya menghasilkan ledakan beruntun yang kuat. Suaranya pun juga keras, sehingga semua penonton mulai ketakutan, namun mereka tetap kagum pada Yuga. Cambukan masih berlanjut, namun penghalang milik Arde tak bisa ditembus, bahkan tak tergores sedikitpun. Yuga yang melihat itu mulai kesal.

"Sialan kau! Bagaimana dengan ini!"

Yuga mengayunkan cambuk apinya lagi, namun bukan untuk mencambuk Arde. Dia melilit penghalang Arde dengan cambuk apinya. Kemudian...

"Wahai roh agung api, tunjukkanlah amarahmu. Tunjukkanlah panasnya api neraka yang membakar dunia!

Sihir api tingkat tinggi 1, Tornado Api Neraka!"

Cambuk api berubah menjadi tornado api yang besar. Pedang Yuga kembali ke bentuk asalnya, tak lagi diselimuti oleh api. Arde beserta penghalang yang melindunginya telah terlahap oleh tornado api dengan suhu 3000°C. Yuga berhasil mengontrol suhunya supaya tidak terpapar kepada para penonton dan hanya terfokus pada Arde. Apakah semua telah berakhir? Begitulah yang dipikirkan Yuga beserta semua penonton di Arena. Komentator mengusap matanya berkali-kali. Lalu dia berkata...

"Uwoooow!!! Ini mengagumkan! Yuga langsung mengakhiri pertarungan dengan sihir tingkat tinggi! Sepertinya semua sudah berakhir. Arde, yang menjadi penantang Yuga, telah kalah telak!"

"Yuga menang!"

"Yuga luar biasa!"

"Hahaha bodoh sekali pecundang itu menantang Yuga!".

"Lihatlah, Arde terlahap api besar, dia pasti sudah hangus."

Para penonton bertepuk tangan. Mereka mengucapkan selamat pada Yuga. Sorak gembira memenuhi arena, dengan Yuga sebagai bintang utama.

Sementara itu di sisi lain, tempat duduk VIP, dimana anggota Party Permata Hitam, yaitu Neyla, Miya, Charles, Landlous, dan Benrade duduk. Mereka berlima juga bertepuk tangan pada Yuga sebagai bentuk apresiasi pada rekan mereka.

"Ah, serangga itu sudah kalah. Pecundang akan selalu menjadi pecundang." Kata Neyla dengan ekspresi sombong yang menjengkelkan.

"Itulah akibatnya karena macam-macam dengan kita kemarin." Kata Miya, perempuan cantik berambut pirang panjang yang memakai jubah hijau. Dia tersenyum sinis. Tatapan matanya mengarah pada tornado api yang ada di tengah arena.

"Sayang sekali, kita tidak punya lagi orang yang bisa kita tindas." Ucap Miya sambil tertawa kecil.

"Biarlah dia mati. Aku sangat jijik padanya. Bahkan tadi ketika aku berbicara padanya, aku merasa ingin muntah. Walaupun begitu, memang sangat disayangkan. Padahal aku ingin melihatnya disiksa lebih dulu sebelum mati, hahaha!"

Neyla tertawa jahat, membayangkan bahwa hal tersebut lucu baginya. Neyla dan Miya terus menjelekkan Arde, tanpa tahu bahwa mereka akan mengalami hal mengerikan. Landlous, Charles, dan Benrade tidak bercerita apapun. Mereka hanya melihat pertandingan dengan wajah puas.

Para penonton masih bersorak, meramaikan kemenangan Yuga di Arena. Dan Yuga dengan bangga berdiri di depan tornado, melambaikan tangannya pada pada penonton.

Tik... Tok... Tik...

Sratt!!

Hal mengejutkan terjadi. Tangan kanan Yuga terpotong, lalu menggelinding di lantai arena. Darahnya menciprat kemana-mana. Dan seketika itu, Yuga mengerang kesakitan dengan badan yang tergeletak di lantai.

"Aaaaaarghh!!! Tanganku!!!"

Teriakan Yuga terdengar menyedihkan, ditambah dengan air mata yang mengalir keluar dari matanya dengan deras. Para penonton tak menduga hal ini. Terutama Neyla dan yang lainnya, semuanya terkejut dan mulai panik.

Di kala paniknya para penonton, tornado api telah lenyap. Dan di tempat Lenyapnya tornado api, berdirilah Arde yang masih segar bugar. Dia tertawa jahat seolah-olah dia adalah penjahat super yang tak terkalahkan.

"Hahaha!!! Dasar orang-orang bodoh! Hahahahaha!!! Lihatlah wahai para penggemar Party Permata Hitam, aku masih hidup! Bahkan aku tak tergores sedikitpun oleh api kecil Yuga yang kalian kagumi!!!"

"E-eh? Oh, lihatlah!!! Arde, sang penantang masih hidup! Keadaan sepertinya akan berbalik! Mari kita lihat bagaimana pertarungan akan berlanjut!"

Pertarungan belum berakhir...

Pertarungan selanjutnya akan menjadi pertunjukan mimpi buruk bagi semua orang.

                      Bersambung