Chereads / gravitasi | lee haechan / Chapter 2 - [02 | beda itu relatif]

Chapter 2 - [02 | beda itu relatif]

Kini Kinan duduk sendiri disebuah bangku panjang menghadap hamparan sawah hijau, sembari menggosokkan kedua telapak tangannya yang masih kedinginan.

Karena ulah Harislah mereka terpisah dengan teman-temannya.

"Kenapa gak lo pake jaketnya?" Tanya Haris dengan membawa satu gelas plastik berisi teh hangat.

Kinan hanya diam dan mengeratkan flanelnya. Bahkan gadis itu tak menoleh saat Haris duduk tepat disampingnya. Haris meneduhkan pandangannya dan meletakkan gelas plastik tersebut digenggaman Kinan.

Namun, tak ada yang berubah. Kinan tetap diam dan menggenggam gelas tersebut untuk menghangatkan telapak tangannya.

Haris bangun dan meraih jaketnya yang terlipat diatas bangku. Tangannya bergerak membuka lipatan jaket tersebut, kemudian menyampirkannya ke tubuh Kinan dengan menarik sedikit bagian depan jaket tersebut.

Selesai. Haris berlutut didepan Kinan dan menggenggam tangan Kinan yang mulai menghangat itu.

Kinan yang sadar akan tangan dingin Haris yang menyentuhnya, sontak langsung menunduk menatap Haris.

"Lo kedinginan," Ucapnya dengan nada khawatir.

Dengan cepat Kinan memindah gelas teh tersebut menjadi digenggam Haris dan telapak tangannya yang hangat membungkus tangan Haris.

Sementara, Haris tertawa renyah saat menerima perlakuan Kinan yang menurutnya istimewa itu.

"Gue beli teh ini buat lo minum, enggak dipake gini," Ucapnya sembari melepas genggaman Kinan.

"Minum," Pinta Haris dengan menyodorkan gelas plastik tersebut ke hadapan Kinan.

"Tapi lo kedinginan,"

"Gue gapapa, udah lo minum aja, biar gue coba hubungin anak-anak bentar," Ucapnya dengan perlahan berdiri.

Tangan kanan Kinan bergerak menerima gelas tersebut. Dan tangan kirinya digenggam oleh Haris sebentar dilengkapi dengan senyum manis darinya, kemudian pergi untuk menghubungi salah satu temannya.

Kinan meminum perlahan teh hangat yang masih mengepulkan asap itu dengan menatap punggung Haris yang sedikit menjauh.

Kinan menggenggam kembali gelas plastik tersebut dan tetap fokus menatap ke punggung Haris.

"Haris... kenapa care ke gue?"

Haris berbalik dengan memasukkan ponselnya ke saku celana dan senyum manis diwajahnya.

"Anak-anak baru nyampe, mereka abis neduh karna hujan katanya,"

"Lo tau villanya Nadif dimana?"

"Tau kok, berangkat sekarang?" Tanya Haris sembari meraih tas ransel Kinan.

Kinan mengangguk setuju. Mereka pun berjalan beriringan menuju motor Haris.

"Ris.. ini lo minum tehnya, biar tubuh lo anget juga, maaf gue kasih sisa," Ucap Kinan sembari mengulurkan gelas tersebut.

Haris yang hendak mengambil helmnya pun lantas menoleh dan tersenyum. Begitu berbeda dengan hari-hari biasanya disekolah.

Haris meraih gelas berisikan teh yang tinggal separuh itu. Dia meneguknya hingga tandas dan membuang gelas plastik itu ke tempat sampah.

"Kenapa lo ambil tas lo? Dan jaketnya napa lo lepas juga?" Tanya Haris saat Kinan telah menggendong tas ranselnya dan meletakkan jaket Haris diatas jok motor.

"Lah? Terus? Lo ntar kedinginan,"

Haris langsung mengambil jaket itu dan kembali memakaikannya ke tubuh Kinan, ditambah Haris juga mengambil tas tersebut tanpa menjawab pertanyaan Kinan.

Bahkan remaja laki-laki itu langsung menghidupkan motornya sedetik setelah meletakkan tas Kinan di atas tasnya.

"Stirnya gak berat kalo tas gue juga ditaro depan?"

"Enggak, udah naik." Titah Haris yang langsung dituruti oleh Kinan.

Mereka pun melanjutkan perjalanan lagi yang hanya tersisa beberapa kilometer saja.

Tak membutuhkan waktu lebih dari 30 menit. Kini, mereka telah sampai di pelataran villa minimalis dengan beberapa motor telah terparkir tepat didepan teras.

Haris menerima uluran helm dari Kinan. Haris juga membawa tas ransel mereka berdua untuk diletakkan kedalam kamar.

"Ris, tas gue biar gue bawa sendiri aja,"

"Ayo masuk!"

Mereka berdua pun berjalan beriringan masuk ke dalam villa, saat diteras mereka langsung disambut oleh teman laki-laki mereka yang sedang menyantaikan diri dan beberapa diantaranya merokok.

Baik Kinan dan Haris langsung menyalami satu persatu temannya dengan akrab.

"Gue masuk duluan ya, Ris, tas gue sini!" Minta Kinan namun ditolak oleh Haris.

"Lo masuk aja dulu, cuci kaki sama tangan, habis ini gue anter ke kamar lo,"

Kinan mengulum bibirnya dan mengangguk. Gadis itupun langsung masuk kedalam villa tersebut dan segera membersihkan dirinya.

"Nyasar lo? Napa bisa ketinggalan sih?" Tanya Jeno.

"Ada masalah dikit tadi dijalan," Jawab Haris sembari meneguk kopi susu milik Marcel.

"Lo nabrak orang?" Tebak Renan.

"Enggak elah! Gue sekamar sama siapa nih?"

"Sama gue," Jawab Marcel yang diangguki oleh Haris.

"Gue masuk dulu,"

Mereka semua mengangguk dan Haris langsung masuk kedalam villa tersebut. Dia menghampiri Kinan yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Kamar lo dimana?"

"Eung? Oh, itu disana, gue sekamar sama Alyn," Jawab Kinan sembari menunjuk pintu kamar yang bersandingan dengan pintu kamar sebelahnya.

Haris mengangguk dan langsung berjalan diiringi oleh Kinan. Haris meletakkan tas ransel Kinan disofa single dan beralih menatap Kinan.

"Kenapa?" Tanya Kinan bingung.

Haris meraih tangan kanan Kinan dan mengenggamnya, membuat sang empu semakin bingung dibuatnya.

"Kenapa, Ris?" Ulang Kinan.

"Enggak, cuma mau cek lo masih menggigil atau enggak,"

"Ah, udah enggak kok," Jawab Kinan sembari menarik tangannya.

Haris mengangguk. "Kamar gue disebelah, kalo perlu apa-apa lo bisa panggil gue,"

"Iya," Jawab Kinan singkat.

Haris tersenyum dan pergi meninggalkan Kinan sendiri.

"Haris kok.. beda?"

Tanpa mereka semua sadari, waktu bergulir begitu cepat. Matahari perlahan terbenam diujung timur, namun keindahannya tak dapat dinikmati dengan sempurna karena awan mendung yang perlahan menutupi langit secara merata, diiringi dengan rintik gerimis.

"Nan, lo mau temenin gue beli bahan makanan gak?" Tanya Nadif ke Kinan yang sedang menyantaikan diri diruang tengah.

"Eh? Boleh, siapa aja?"

"Lo sama gue aja," Jawabnya santai.

"Hah? Oh oke, gue ambil dompet bentar,"

"Gue tunggu luar oke?"

"Iya.."

Kinan segera masuk kedalam kamarnya untuk mengambil dompet dan cardigannya. Saat keluar kamar, dia berpapasan dengan Haris yang baru saja selesai berganti pakaian.

"Mau kemana lo buru-buru gitu?" Tanya Haris yang mengalihkan pandangan Kinan.

"Eh? Mau keluar bentar, bai, Haris!"

Kinan segera keluar dengan langkah cepat dan langsung menghampiri Nadif yang telah berada didalam sebuah mobil.

Nadif menatap Kinan yang keluar, kemudian melambaikan tangannya untuk segera masuk. Kinan yang paham pun langsung berlari kecil untuk menahan agar air gerimis tidak mengenai kepalanya.

Selama perjalanan yang terbilang singkat itu. Nadif lebih mendominasi percakapan yang menceritakan tentang hidupnya.

Ya seperti itulah adanya Kinan bagi Nadif sejak 11 tahun yang lalu, hanya sebagai pendengar dari semua cerita keluh kesah maupun suka dari Nadif.

"Eung.. Nan," Panggil Nadif.

"Iya?"

"Maafin gue ya, tadi gue gak bisa bonceng lo karna Tania udah minta lebih dulu,"

"Iya gapapa, santai aja kali,"

"Gue merasa cukup bersalah tadi, mana tadi gue sempet salip lo kan, seharusnya gue tadi gak salip lo dan gak ngejar si Marcel,"

"Udahlah, gapapa, lagian juga bukan salah lo sepenuhnya.. oh ya, bunda apa kabar? Udah baikan kan? Kapan open kue lagi?"

"Bersyukur gue, udah baikan, makasih udah mau repot selama uas kemaren buat bantuin bunda,"

"Gapapa, lagian gue juga suka buat kue dan bunda lo kan emang lagi gak jaga ulangan juga, jadi ya pasti cari kesibukan, tapi ternyata malah jatuh sakit,"

Nadif mengangguk menyetujui jawaban Kinan, dan tiba-tiba menoleh kearah Kinan yang segera disadari oleh gadis itu.

"Kenapa?"

"Kayanya lo gak lama bakalan direkrut bunda jadi pegawainya.. bunda ada niatan buat buka toko kue soalnya, kan habis ini pensiun,"

Kinan yang mendengar perkataan Nadif langsung antusias dan menatap remaja disebelahnya dengan penuh minat.

"Eh? Seriusan? Boleh lah, buat isi kegabutan gue,"

"Buat isi gabut lo apa biar bisa ketemu gue terus?"

◈ ━━━━━ ⸙ 𝐠𝐫𝐚𝐯𝐢𝐭𝐚𝐬𝐢. ⸙ ━━━━━ ◈