Di kediaman Debvora, dalam sebuah ruangan yang dirancang dengan sangat apik. Cahaya lilin yang lembut dan kuning memberikan taburan cahaya yang dramatis dan membuat suasana terasa sangat misterius. Ruangan itu terasa seperti sekumpulan misteri yang menunggu untuk dipecahkan oleh orang yang berani.
Dinding-dindingnya dilapisi dengan kain sutra warna merah tua yang dihiasi oleh pola bunga cantik yang terjalin dengan sempurna.
Udara di dalam ruangan itu terasa sejuk dan pencahayaannya yang samar-samar membuat suasana sangat dramatis dan misterius. Terdapat beberapa furnitur antik, dengan warna-warna coklat tua dan biru yang mencolok dipadukan dengan pemilihan kain yang bagus.
Di atas perapian, terdapat lukisan asli yang tampak indah, dengan penuh rahasia, keberadaannya menggambarkan suatu cerita yang pasti belum terungkap.
Arriena setengah sadar terbaring di kasur di sudut ruangan. Wangi antiseptik menyerap nasakar dan ruangan menciptakan suasana yang lebih morbida. Arriena mengerang keras, menahan sakit yang dahsyat, dan dengan setiap teriakan yang keluar dari mulutnya keadaannya tampak semakin buruk.
"Ibu, Arriena terlihat sangat kesakitan." Ucap Leah dengan perasaan panik. Sedangkan Debvora terlihat fokus mengobati sekujur tubuh Arriena yang terluka, terlebih lagi di bagian paha kirinya. Ia merapalkan beberapa mantera penyembuh dan kemudian meracik ramuan, ia terlihat sangat fokus.
Debvora memoles ramuan yang telah ia racik ke paha Arriena dan mengikatnya dengan kain putih. Selama beberapa saat, tidak ada yang terdengar selain suara nafas Arriena yang terengah-engah. Setelah itu, Arriena terlihat lebih tenang dan tidak lagi mengeluhkan rasa sakit yang dahsyat.
Debvora memandangi Arriena dengan perasaan lega dan berkata, "Dia memerlukan istirahat yang cukup, tapi kondisinya belum sepenuhnya stabil."
Selesai merawat Arriena, Debvora berjalan menuju sebuah meja kecil yang terletak di sudut ruangan. Ia duduk di kursi yang ada di depan meja tersebut dan membuka sebuah buku setebal telepon genggam.
"Leah, ayo ke sini." panggil Debvora pada Leah yang masih duduk di dekat tempat tidur Arriena.
Leah memenuhi panggilan Debvora dan duduk di kursi yang tersedia di hadapan sang ibu.
Debvora membuka buku itu dan mulai membaca dengan seksama. Ada beberapa catatan yang ditulis dengan tulisan bergaris tangan yang terlihat sangat berbeda dengan tulisan lain di dalam buku tersebut. Setelah membaca beberapa halaman, Debvora menarik nafas panjang dan menutup bukunya.
"Molten Ember," ucapnya. Leah nampak bingung setelah mendengar perkataan ibunya.
"Ini adalah sebuah kutukan," lanjutnya melihat raut wajah bingung dari putrinya.
"Arriena, di dalam tubuhnya, ia memiliki sebuah kutukan yang telah di segel sejak ia lahir." Pernyataan tersebut mutlak membuat Leah terkejut.
Debvora melanjutkan penjelasannya, "Kutukan ini membuat kehidupannya beberapa kali terancam, tapi ia mampu menahan kemungkinan terburuk itu terjadi. Namun, di dalam kejadian terbaru ini, kutukan itu mulai muncul. Dan jika tidak ditangani dengan cepat maka nyawa Arriena akan semakin dalam bahaya."
Debvora mengamati Leah dan melanjutkan, "Tidak banyak orang yang tahu tentang kutukan ini. Hanya beberapa anggota keluarga yang mengetahui tentang hal ini dan mereka telah menutupi hal ini selama bertahun-tahun." Leah masih dalam kebingungan dan bertanya,
"Apa artinya, Ibu?" Debvora mengambil napas dalam-dalam dan berkata, "Ada kutukan elemen api yang terkenal dengan nama Kutukan Molten Ember yang terwariskan dari generasi ke generasi pada satu keluarga tertentu. Kutukan ini memberikan kemampuan kepada mereka untuk mengeluarkan api dan magma yang mematikan, serta kekuatan fisik yang luar biasa, namun dengan harga yang mahal untuk dibayar. Siapa saja yang terkena kutukan ini akan merasakan sakit bakar dari dalam tubuh mereka termasuk perasaan seperti terbakar yang tidak dapat dikendalikan, terutama saat mereka merasa stres atau marah."
"Apakah Arriena ini tipe orang yang pemarah?" Lanjut nya bertanya, Leah dan Arriena baru kenal beberapa hari dan belum mengetahui karakteristik masing-masing, ia menggeleng tidak tahu.
Leah melihat ibunya dengan tatapan cemas dan bertanya, "Tapi Bu, kutukan itu benar-benar ada di dalam tubuh Arriena? Bagaimana itu mungkin?"
Debvora mengangguk, "Iya, kutukan itu melekat pada garis keturunan keluarga yang memiliki marga, terkadang muncul pada salah satu anggota keluarga. Kau tahu kan dalam dunia sihir nama belakang atau marga itu sesuatu yang sakral? Dan kali ini, Arriena lah yang terkena kutukan tersebut."
Leah merasa sangat khawatir tentang hal ini dan berkata, "Apa yang harus kita lakukan, Ibu? Apakah ada cara untuk menghilangkan kutukan ini dari tubuh Arriena?"
Debvora menggeleng, "Sayangnya tidak ada cara untuk menghilangkan kutukan Molten Ember. Kutukan ini bersifat permanen dan akan melekat pada tubuh Arriena seumur hidupnya."
"Bagi orang yang terkena kutukan Molten Ember, pelatihan dan pengendalian diri menjadi penting untuk membantu mereka mengontrol kekuatan mereka dan tetap hidup di masyarakat tanpa menimbulkan bahaya dan kerusakan lingkungan." Ia melanjutkan kata-katanya.
"Tapi untunglah, segel di tubuhnya hanya rusak sedikit dan ibu sudah memperbaikinya."
"Mungkin orangtuanya yang memberi ia segel. Ibu akan melatih Arriena untuk mengendalikan kekuatan itu." Ucap Debvora.
Setelah mengetahui tentang kutukan Molten Ember yang melekat pada tubuh Arriena, Leah merasa semakin penasaran tentang kehidupan Arriena dan kekuatannya. Ia memutuskan untuk menanyakan lebih banyak hal tentang kutukan tersebut.
"Ibu, apa yang membuat kutukan Molten Ember begitu berbahaya?" tanya Leah.
Debvora menjawab, "Kutukan Molten Ember memberikan kekuatan yang luar biasa kepada orang yang terkena kutukan tersebut. Mereka memiliki kemampuan untuk mengeluarkan api dan panas dengan sangat kuat dan bisa menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya. Kemampuan awal yang dapat terlihat adalah dengan munculnya sayap api setelah merapalkan sebuah mantera. Namun, kekuatan tersebut sangat sulit dikendalikan dan bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain jika tidak diatur dengan baik."
Leah memandang Arriena yang sedang tertidur di tempat tidurnya. Matanya terpejam, napasnya lembut dan tenang. Bagaimanakah hidup Arriena sehari-hari dengan kekuatan itu? Bagaimana ia menyesuaikan diri dengan kekuatannya? Leah semakin penasaran dan merasa ingin tahu tentang kehidupan Arriena lebih dalam lagi.
"Lalu, bagaimana Arriena mengendalikan kekuatannya sehari-hari?" Tanyanya lagi.
Debvora tersenyum, "Arriena telah mengikuti pelatihan intensif sejak usia dini untuk mengendalikan kekuatannya. Selain itu, orangtuanya juga memberikannya segel untuk membantu mengontrol kekuatannya."
Leah terdiam, menyadari sesuatu, "tunggu dulu!" Ucapnya tiba-tiba.
"Yang temannya Rin kan aku, bagaimana ibu bisa tahu segala hal tentang nya?!" Tanyanya heran. Debvora tersenyum singkat, lalu berkata.
"Nak ku, bertemanlah dengan nya. Dia tidak memiliki banyak teman, bahkan ia tinggal sendirian, selalu temani ia dalam Academy itu ya." Pinta Debvora, lagi-lagi membuat Leah bingung. Saat ingin mengajukan pertanyaan lagi, terdengar suara teriakan dari sudut yang lain.
Itu Arriena.
Namun, dengan wujud yang berbeda, tubuh Leah membeku, Debvora dengan wajah panik menyuruh Leah untuk mundur. Itu sosok Curffern, Sosok dari kutukan Molten Ember telah merasuki penuh tubuh Arriena.
"Ahhh Debvora, bocah yang dulunya tidak tahu apa-apa, sekarang sudah semakin tua." Ucap Arriena tertawa jahat, namun dengan suara berat, tunggu, itu bukan suara Arriena.