Kini Elena, Andry dan Ghina sudah berada diluar. Mereka berdiri didepan mobil mereka.
"Mau apa lagi kalian, hah?" teriak Andry.
"Mau kami kalian berdua serahkan bocah ingusan itu!" teriak sang pemimpin sembari menujuk kearah Elena.
Andry dan Ghina melihat kearah tunjuk pemimpin kelompok itu. Mata mereka berdua melotot saat melihat kearah adik perempuan mereka. Lalu mereka berdua kembali menatap tajam kearah sang pemimpin.
Saat Andry ingin berucap, Elena sudah terlebih dahulu bersuara dengan nada kesalnya.
"Yak! Siapa yang kau bilang bocah, hah? Dasar manusia-manusia bau comberan!" bentak Elena sembari mengumpat.
Andry dan Ghina hanya tersenyum gemas dan geleng-geleng kepala mendengar penuturan dari adik perempuannya. Tapi tidak dengan para kelompok tersebut. Mereka semua sudah naik pitam saat mendengar penuturan dari Elena.
"Berani sekali kau mengatai kami sebagai manusia-manusia bau comberan. Dasar makhluk jadi-jadian. Siluman kelinci sialan!" bentak pemimpin tersebut.
Andry dan Ghina berusaha untuk tidak tertawa saat mendengar ucapan dari pemimpin kelompok tersebut yang mengatakan bahwa adik perempuannya adalah manusia-manusia jadi-jadian dan siluman kelinci. Di dalam hati mereka membenarkan akan ucapan dari pemimpin kelompok tersebut.
Elena melirik kearah kedua kakaknya. Dapat dilihat olehnya bahwa kedua kakaknya itu berusaha untuk menahan tawa mereka. Elena yang melihat hal itu hanya mendengus kesal. Lalu tatapan matanya menatap tajam kearah para kelompok tersebut.
"Lebih baik kalian pulang saja. Setelah sampai di rumah, jangan lupa cuci kaki dan langsung tidur. Itu baru benar. Dari pada kalian kelayapan seperti ini. Gak ada untungnya juga buat kalian. Nanti jika induk-induk kalian semua pada mencari kalian, bagaimana!" seru Elena yang memang niatnya membuat para kelompok itu marah.
"Sialan. Banyak bacot juga kau ya!" teriak pemimpin itu. "Aku katakan sekali lagi. Serahkan bocah itu pada kami. Kalau tidak nyawa kalian berdua taruhannya!" bentak ketua kelompok itu.
"Enak saja main nyuruh-nyuruh. Memangnya kau dan kelompokmu itu siapa, hah?!" teriak Ghina.
"Serang!"
Dan terjadi perkelahian yang tak seimbang.
Bugh
Bugh
Duagh
Sreettt
Swiingg
Bugh
Duagh
Duagh
Kreettt
Elena, Ghina dan Andry berhasil melumpuhkan masing-masing 25 orang dari kelompok tersebut. Tersisa 60 orang lagi.
Perkelahian masih berlanjut dengan 60 lawan 3 sehingga membuat Elena, Ghina dan Andry kewalahan. Tapi ketiga masih tetap semangat dan masih sanggup untuk mengalahkan para sampah-sampah itu. Walau sesekali mereka terkena pukulan dan tendangan.
"Aish! Kalau seperti ini bisa-bisa kita bakalan mati. Kita hanya bertiga, sedangkan mereka berjumlah 60 orang. Gilaaa." Ghina menggerutu saat melihat lawannya begitu banyak.
"Kakak lebih milih mati demi melindungi kalian berdua adik perempuan kakak, dari pada kakak menyerahkan salah satu dari kalian pada mereka." Andry berucap sembari menatap tajam kearah para kelompok tersebut.
Ghina dan Elena tersentuh mendengar ucapan dari kakaknya, terutama Elena.
"Ka-kakak Andry," lirih Elena.
Andry dan Ghina melihat kearah Elena lalu mereka tersenyum.
"Percayalah! Semuanya akan baik-baik saja. Kakak tidak akan menyerahkanmu, Elen." Andry menatap wajah cantik adik perempuannya itu
"Iya, Elen. Kakak Andry benar. Kak Ghina rela mati demi melindungimu." Ghina akan melakukan apapun untuk adik perempuannya.
"Sekarang fokuslah. Jangan sampai kalian terluka!" seru Andry.
"Baik, kakak Andry." Ghina dan Elena menjawab secara bersamaan.
Duagh
Duagh
Bugh
Bugh
Sreettt
Kreettt
Duagh
Duagh
Elena, Ghina dan Andry berhasil melumpuhkan 30 orang. Sisa 30 orang lagi.
"Gila. Kakak Andry, lihat!" seru Ghina sembari menunjuk kearah beberapa orang yang datang.
Andry dan Elena melihat kearah tunjuk Ghina. Mereka membelalakkan matanya saat melihat musuh-musuh mereka makin bertambah. Bukannya berkurang, ini malah makin bertambah.
"Sial. Kalau begini caranya kita bisa mati benaran, kakak Andry. Seharusnya mereka tersisa 30 orang lagi. Dan sekarang coba lihat!" Ghina melihat kearah musuh-musuh yang makin bertambah.
Baik Andry, Ghina maupun Elena. Ketiganya sudah sama-sama lelah. Dan mereka juga mendapatkan beberapa pukulan dan juga tendangan. Dan jangan lupa luka sayatan beberapa tubuh mereka.
Mereka kembali mengerahkan kemampuan mereka saat para kelompok-kelompok itu kembali menyerang.
Bugh
Bugh
Bugh
Duagh
Duagh
Kreettt
Sreettt
Duagh
Duagh
"Maaf kami terlambat, Elen!" seru Davian dan Adora.
Mendengar suara dari Davian dan Adora. Elena, Ghina dan Andry melihat kearah Davian dan Adora. Dapat mereka lihat Davian dan Adora datang dengan membawa banyak kelompoknya.
Elena mengetahui kelompok siapa saja yang datang membantunya dan kedua kakaknya.
"Maaf, Elen. Kami terlambat. Kau dan kedua kakakmu baik-baik sajakan?" tanya Steven selaku ketua kelompok mafia THE BLOODS.
"Kami baik-baik saja, kakak Steven." Elena sangat senang saat melihat kedatangan kakak angkatnya itu. "Terima kasih telah datang," saut Elena.
"Tak masalah, Elen. Kau adik perempuan kami! " seru Colin ketua dari kelompok mafia THE CRIPS.
"Apa kau dan kedua kakakmu masih sanggup untuk bertarung?" tanya Steven.
"Kami masih sanggup!" Andry, Ghina dan Elena menjawab secara bersamaan.
"Baiklah, kalau begitu. Mari kita habisi mereka semua!" seru Colin.
Lalu mereka semua pun kembali menyerang kelompok-kelompok tersebut dengan brutal dan bringas. Davian dan Adora melemparkan beberapa senjata kearah Elena, Ghina dan Andry dan langsung ditangkap dengan sangat baik oleh ketiganya.
Swiiinngg
Swiinngg
Elena menebas kepala musuh-musuhnya. Lima orang mati dengan kepala yang sudah putus.
Duagh
Duagh
Jleb
Jleb
Andry menendang perut para musuhnya, lalu menghentakkan pedangnya kejantung para musuh-musuhnya itu. 10 orang mati seketika.
Bugh
Bugh
Duagh
Duagh
Sreettt
Sreettt
Ghina memukul dan menendang orang-orang yang menyerangnya, lalu detik kemudian, Ghina menebas tubuh musuh-musuhnya itu. 10 musuhnya mati dalam keadaan tubuh terpotong.
Begitu juga dengan Davian, Adora, Steven dan Colin. Mereka juga melakukan seperti yang dilakukan oleh Elena, Ghina dan Andry. Mereka membunuh para musuh-musuh dengan sangat sadis.
Saat mereka tengah fokus pada lawan mereka masing-masing. Andry sedikit lengah. Tanpa disadari olehnya, salah satu kelompok musuh pun langsung menyerang Andry dari belakang dengan cara menembak.
Elena yang berdiri tak jauh dari Andry langsung menyadari bahwa kakak laki-lakinya dalam bahaya. Saat orang itu ingin menembakkan peluru kearah Andry, Elena langsung berlari dan mendorong tubuh Andry.
Dor
Dor
Brukk
Tubuh Elena ambruk ke tanah dan langsung tak sadarkan diri.
FLASBACK OFF
"Hiks.. hiks.. kak Ghina.. kakak Andry." Elena terisak saat mengingat kejadian naas itu.
Tangis Elena makin pecah saat mengingat kejadian tersebut. Dirinya tidak tahu apa penyebab dari Andry, kakaknya itu meninggal dan Ghina, kakaknya itu koma. Yang Elena tahu, dirinya tidak sadarkan diri selama 1 minggu di rumah sakit. Dan ketika dirinya sadar, Elena langsung memutuskan untuk pulang ke rumah. Dirinya tidak peduli dengan kondisinya. Yang ada dipikirannya adalah kedua kakak kesayangannya itu.
"Kemungkinan kak Colin, kakak Steven, Davian dan Adora tahu. Aku akan bertanya pada mereka," ucap Elena.
Tanpa Elena sadari, sedari tadi anggota keluarga William tengah memperhatikannya. Baik orang tua angkatnya, kedua kakak angkatnya, Paman, Bibi, kakak-kakak sepupunya serta Kakek dan Neneknya.
Mereka semua berdiri tak jauh dari ruang tengah. Mereka semua menangis saat mendengar perkataan dan juga melihat kondisi Elena.
"Sayang. Aku benar-benar tidak tega melihat Elena seperti ini," ucap Adila William.
"Iya sayang. Aku juga benar-benar tidak tega melihatnya seperti ini. Hatiku merasa sesak dan sakit melihatnya," saut Faris William.
"Aku benar-benar tidak menyangka dengan apa yang telah dilakukan oleh keluarga kandungnya. Seharusnya mereka itu menjaganya, memberikan dukungan padanya, memeluknya. Tapi ini apa? Mereka malah menuduh Elena yang telah membunuh Andry dan menyebabkan Ghina koma!" seru Damar William adik laki-laki Faris William.
"Bahkan mereka lebih memilih percaya pada anak angkat mereka dibandingkan anak kandung mereka sendiri. Benar-benar menjijikkan," ucap Agneta Robert adik perempuan Faris William.
"Aku bersumpah akan selalu menjaga, Elena Drea William. Apapun yang akan terjadi, Elena akan selamanya menjadi adik perempuanku. Dan aku tidak akan membiarkan mereka menyakitinya lagi." Razig William benar-benar marah akan kelakuan keluarga Jecolyn.
"Kakak juga. Jika mereka berani menyakiti Elena. Bahkan mereka berani menyentuh Elena. Kakak tidak akan segan-segan untuk mematahkan tangan mereka!" sela Keenan William menambahkan.
"Kami juga akan melakukan hal yang sama pada mereka, jika mereka berani menyakiti Elena!" para sepupu berucap secara bersamaan.
Mereka adalah Malkie Robert, Sofia Robert, Ivan William, Davian William, Darka William dam Juan William.
"Ya, sudah. Lebih baik kita kesana. Kasihan Elena!" seru sang kakek, Nizam William.
Setelah itu mereka semua pun menghampiri Elena yang masih menangis di ruang tengah. Matanya masih menatap foto kedua kakak kesayangannya itu.
Mereka semua sudah duduk di sofa. Elena belum menyadari kehadiran mereka.
Adila menduduki pantatnya di samping putrinya itu, lalu tangannya mengelus lembut kepala Elena. Dan hal itu sukses membuat Elena langsung menolehkan wajahnya melihat kearah Adila.
"Mama," lirih Elena.
Adila menghapus air mata putrinya itu. Adila tersenyum tulus saat menatap wajah cantik dan wajah manis Elena, lalu kemudian Adila mencium keningnya.
"Kenapa perasaanku sangat nyaman sekali jika berada didekatnya. Tatapan matanya mirip sekali dengan tatapan mata putriku yang hilang. Elena! Apa kau putri Mama yang hilang?" batin Adila.
"Ya, Tuhan. Aku mohon kembalikan putriku. Jika memang aku tidak ditakdirkan untuk bertemu dengan putri kandungku, paling tidak buatlah putriku Elena selamanya berada disampingku. Jangan kau rampas dia dariku," batin Adila lagi.
"Mama," Elena melihat kearah ibunya yang sedang melamun.
Mendengar panggilan dari Elena, hal itu sukses membuat Adila terkejut.
"Aish. Kau ini mengagetkan Mama saja. Dasar nakal." Adila mencubit pelan hidung mancung Elena.