Chereads / i have secret that you never know / Chapter 2 - Kebersamaan

Chapter 2 - Kebersamaan

"Hah." Suara itu keluar dari mulut Stefan. Dia kaget dengan mimpi yang dialaminya barusan. Matanya terbelalak kaget saat dia sadar akan mimpi itu.

"Yang mulia?" gumam Stefan yang bingung dengan mimpinya. Dia menghela napas. Merasa itu hanyalah kebetulan yang salah.

Cristela melihat Stefan membuka matanya. Dia langsung merasa lega. Begitu juga dengan yang lainnya. Rasa khawatir dan takut hilang saat melihat Stefan bangun.

"Udah mendingan?" tanya Sena menatap Stefan yang masih terbaring di kasur. Kepalanya berbalut kain kasa, tangannya penuh dengan plester, dan kakinya juga di balut tebal dengan kain kasa. Stefan mengangguk sambil tersenyum menandakan bahwa dia baik-baik saja.

"Kok gue bisa disini?" tanya Stefan yang heran. Dia sadar bahwa dia sedang berada di rumah sakit, tetapi, bagaimana caranya mereka membawa dirinya ke rumah sakit ini?

Kai menunjuk Cristela. "Pakai mobil dia." Cristela mengangguk, menandakan perkataan Kai benar.

"Oh, lu bisa nyetir Cris?" tanya Stefan yang sedang beranjak duduk.

"Bisalah! Gak mungkin anak lulusan universitas ternama gak bisa nyetir mobil," sombong Cristela. Dia tersenyum bangga. Sena yang melihat itu langsung menatap tajam dia. Cristela merasa tatapan itu dari Sena, dia seperti ingin membunuh dan membalaskan dendam kepadanya.

"Kau tau, dirimu itu tidak normal, bagaimana bisa nilai rapormu bisa begitu sempurna, tanpa ada nilai dibawah seratus," kesal Sena. Dia tau bahwa nilainya tak jauh berbeda dari Cristela, hanya sedikit lebih rendah.

"Heh, kenapa begitu? Kau kesal ya? Ya, nilai kita hanya berbeda dua, kau tau itu kan?" ujar Cristela yang semakin membuat Sena kesal.

Kai dan Stefan hanya menyimak pembicaraan mereka berdua. Karena mereka berdua selalu beradu nilai saat sekolah dulu. Sudah hal biasa bagi mereka saat melihatnya.

"Kau tau, hanya nilai matematika kita yang berbeda," ujar Sena sambil menatap Cristela. Wajahnya tampak kesal.

"Benarkah? Aku tak ingat," sindir halus Cristela. Memandang remeh Sena.

Sena menggenggam tangannya. Dia sangat ingat dengan nilainya yang lebih rendah dibandingkan dengan Cristela. Tapi Cristela tidak pernah menyesali nilai apapun yang dia dapat. Tak seperti Sena yang selalu kesal ketika mendapatkan nilai yang lebih rendah dari temannya.

Orang tuanya juga tidak terlalu peduli dengan nilai, karena mereka tahu, nilai bukanlah sesuatu yang membuat masa depanmu menjadi pasti, melainkan nilai ditunjukkan untuk mengetahui seberapa pahamnya dirimu dengan materi yang dipelajari.

"Ya. Saat itu nilai mtk kau 100 dan nilaiku 99,8. Sangat jauh bukan?" geram Sena dengan nada bicara yang agak tinggi. Dia mengerutkan keningnya dan mengingat saat-saat pembagian rapor. Sena menampar pipinya sendiri. Dia berpikir, "Bahwa tidak baik jika mengingatnya kembali." Sena menghela napas.

Duar. Suara petir menggelegar membuat suasana menjadi sunyi. Hujan mulai turun dengan cepat. Semua terdiam menatap hujan itu. Mereka menghela napas.

"Lihat tuh, langit marah lihat kalian kelahi," canda Stefan sambil menunjuk keluar jendela. Tawa kecil terdengar dari Stefan dan Kau.

"Salahkan Cris," protes Sena. Dia masih kesal dengan permasalahan tadi.

"Lah kok aku. Sudahlah lagi pun udah berlalu," usul Cristela yang menenangkan Sena. Dia tersenyum lembut seperti biasanya.

Sena menghela napas. "Baiklah."

"Btw Stef, kamu gak lapar?" tanya Cristela.

Stefan menatap Cristela. Bola matanya mengarah ke kanan, ke kiri, menandakan bahwa dia bingung. Stefan menggelengkan kepalanya. "Tidak, kurasa tidak."

"Oh baiklah." Mata Cristela menatap leher Stefan yang dilingkari oleh sebuah kalung. Dia merasa bahwa Stefan jarang atau bahkan tidak akan pernah memakai sebuah kalung.

"Sejak kapan kau memakai kalung itu?" tanya Cristela menatap mata Stefan. Kai dan Sena menatap Cristela dan lanjut menatap leher Stefan dengan wajah penasaran.

"Hemm… ini dari seseorang… yang aku sayangi," ungkap Stefan menatap balik mereka bertiga. Stefan tersenyum meyakinkan mereka. "Ouhh." Itulah yang keluar dari mulut mereka bertiga.

Hujan masih mengguyur rumah sakit. Suasana menjadi sunyi. Kai dan Sena sedang bermain ponselnya. Sedangkan Cristela dan Stefan sibuk dengan buku dan kertas mereka. Cristela menulis diary di bukunya. Stefan menggambar seseorang di kertasnya.

Sudah setengah jam. Hujan belum juga reda. Malahan menjadi lebih lebat. Cristela menghela napas. Sudah setengah jam dia menulis di buku hariannya. Kai tidur sambil duduk di sebelah Stefan. Kepalanya terbaring di atas kasur Stefan. Sena sedang berbicara di luar. Dia bertemu teman lamanya yang merupakan anak dari seorang dokter. Stefan sedang menatap ke luar jendela. Menatap hujan yang masih turun dengan deras. Dia terlihat sedih.

Sejujurnya Cristela ingin menanyai Stefan, alasan kenapa dia bisa terluka separah itu. Menurutnya, Stefan adalah anak yang tidak mudah untuk dilawan. Dia lumayan hebat dalam hal bertarung tetapi, kenapa dia bisa terluka? Cristela tidak yakin kalau Stefan diculik dan disiksa. Sangat tidak mungkin jika Stefan tidak melawan. Dia memiliki firasat buruk jika dia menanyakan hal itu. Cristela lebih memilih untuk diam.

"Kapan pulang?" tanya singkat Stefan. Dia terlihat bosan sangat bosan. Cristela menatap Stefan beberapa saat.

"Lukamu?" ujar Cristela yang masih mengkhawatirkan keadaan Stefan.

"Santai saja. Ayo pulang! Aku lelah," ajak Stefan dengan wajah cemberut.

Cristela tersenyum dan mengangguk. Kai masih saja tertidur di sebelah Stefan. Dia terlihat sangat nyenyak. Stefan menghela napas. Tak sanggup dirinya membangunkan sahabatnya yang terlelap itu. Beberapa saat berlalu. Pada akhirnya Stefan memukul kepala Kai dengan lembut dan membangunkannya. Kai kaget. Matanya terbuka sedikit. Stefan tertawa kecil melihat wajah Kai yang baru bangun tidur.

⛧♛♬

"Sudah?" tanya Cristela yang berada di dalam mobil bagian depan. Dia memegang setir mobil. Sena berada di sampingnya. Kai dan Stefan duduk dibelakang.

"Ya," jawab serentak mereka bertiga. Sabuk pengaman sudah terpasang.

Hujan masih saja turun tak henti. Membasahi atap mobil mereka atau lebih tepatnya mobil Cristela. Di jalanan mereka melihat beberapa orang yang berteduh di halte bus. Ada juga orang yang memakai payung dan jas hujan. Mereka berencana untuk menginap di rumah Kai. Karena rumah Kai tidak terlalu jauh dari rumah sakit.

Cuaca sangat dingin membuat mereka kedinginan. Wajar saja, mereka tidak memakai baju panjang. Sena memakai dress warna biru dengan bahu yang terlihat. Lengan dress itu pendek dan rok bawahnya hanya sampai selutut. Bagaimana tidak merasa kedinginan? Sama halnya dengan Kai. Dia memakai pakaian olahraga dengan celana dan lengan yang pendek.

"Disini dingin," ujar kesal Sena. Tangannya saling memegang satu sama lain. Dia mengalihkan pandangannya kepada Cristela. Melihat sekujur tubuhnya yang tertutupi oleh pakaian, bahkan dia selalu memakai sarung tangan. "Pantas saja dia tidak merasa dingin," batin Sena. Dia mengalihkan pandangannya ke depan lagi.

Cristela terdiam. Dia menatap Sena yang ada disampingnya. Dia menghela napas dan mengalihkan pandangannya ke jalanan karena dia sedang menyetir.

Waktu berlalu. Akhirnya mereka sampai di rumah Kai. Rumah yang tidak terlalu besar tapi terlihat cukup indah dengan halaman rumah yang dipenuhi bunga mawar dan tulip.

Mobil diparkirkan di garasi sebelah rumah Kai. Mereka pun masuk ke dalam rumah. Di dalam terlihat rapi dan bersih, tetapi sangat sunyi. Apa tidak ada orang disini?

Cristela, Stefan dan Sena di suruh untuk duduk di sofa depan televisi. Sena sudah terlihat sangat kedinginan. Kai berjalan ke dalam kamar mengambil selimut untuk Sena.

"Apa kau tinggal sendiri Kai?" tanya Stefan yang memperhatikan suasana yang ada. Sunyi dan senyap.

Kai berjalan dari kamarnya sambil membawa empat selimut di tangannya. "Ya, orang tuaku sedang di luar negeri," jawab Kai dengan wajah yang sedih. Dia memberikan selimut kepada Sena yang bersandar di sofa.

"Sejak kapan?" tanya Cristela menatap Kai. Tangannya meraih selimut yang diberikan Kai meskipun sebenarnya dia tidak kedinginan.

Kai tidak menjawab. Dia berjalan memberikan selimut kepada Stefan. Tanpa sengaja matanya melakukan kontak dengan Stefan. Dia tersenyum berusaha menenangkan diri. Kakinya bergerak menuju sofa di sebelah Stefan. Dia duduk di sofa itu.

"Tiga tahun yang lalu," ujar singkat Kai yang menjawab rasa penasaran sahabatnya dan menimbulkan seribu pertanyaan lainnya. Dia mengambil remot televisi yang berada di dekatnya. Televisi pun menyala yang membuat suasana menjadi lebih baik.

"Baiklah, aku mengerti," jawab Cristela. Dia tersenyum dan diikuti oleh yang lain. Senyuman itu membuat Kai merasa lebih baik.

Waktu terus berlalu. Diisi dengan canda dan tawa. Tidak terasa hujan sudah berhenti, tepat pada pukul delapan malam. Mereka bahkan tidak tahu hujan sudah berhenti. Pembicaraan mereka berhenti. Mereka mendengar suara aneh. Seperti, suara serigala.

"Hei, apa kalian dengar?" tanya Cristela dengan ekspresi yang sedikit takut.

"Apa?" ujar Sena yang berada di sebelahnya. Dia mengambil beberapa makanan ringan di meja.

Kai dan Stefan masih fokus menonton televisi. Apalagi tayangan di televisi itu adalah tayangan kesukaan mereka.

"Aku mendengar suara serigala," jawab Cristela kepada Sena. Dia mengeratkan selimut yang mengelilingi tubuhnya.

Sena menatap Cristela. Dia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke pintu depan. Dia sedikit terkejut. Benar apa yang dikatakan Cristela. Ada serigala kecil di depan pintu. Dia tampak imut dengan bulu yang berwarna putih.

Sena mengerutkan keningnya. Dia tampak kesal dengan serigala itu. Tiba-tiba muncul Cristela di belakang Sena. Cristela melihat serigala itu dengan wajah senang. Bagaimana tidak? Serigala kecil itu sangat imut.

Serigala itu melihat ke arah Cristela. Lalu dia berlari menjauh dari Cristela. Sena melihat serigala itu dengan kecurigaan. Berbeda dengan Cristela. Dia tak rela melepaskan serigala yang imut itu. Dia berlari mengejar serigala itu.

"Cris jangan!" teriak Sena yang mengkhawatirkan. Hari sudah malam. Bagaimana jika Cristela tersesat? Cristela sudah terlalu jauh untuk mendengar suara Sena. Dia masih saja mengejar serigala itu dengan harapan dia bisa memeliharanya. Dia berlari cukup cepat. Sampai akhirnya dia menghantam sesuatu yang keras. Kepalanya sedikit memar tapi tidak terlalu sakit. Dia melihat sesuatu yang dia tabrak tadi. Matanya terbuka lebar. Dia cukup kaget dengan apa yang dia lihat.

"Apa ini?"