Pagi yang cerah memancarkan sinar terang di langit, menerangi setiap sudut sekolah. Cahaya matahari yang hangat dan segarnya udara pagi memberikan semangat kepada para murid yang berjalan menuju sekolah. Jinan melangkah riang bersama teman-temannya, mengobrol dan tertawa. Suara tawa mereka bergema di lorong sekolah, mengisi udara dengan keceriaan yang tak tertahankan. Aura cerah Jinan terpancar dengan jelas, mencerminkan kebahagiaan dan semangatnya yang membara.
Namun, tak jauh darinya, Jishan berjalan sendirian dengan tatapan kosong dan aura yang gelap. Wajahnya murung, dan kesedihannya terlihat jelas dalam setiap langkahnya. Seperti langit yang mendung, aura Jishan memancarkan kehampaan dan kegelapan yang menyelimuti hatinya. Tanpa senyum, ia menyusuri lorong sekolah dengan langkah lesu, tidak menghiraukan keramaian yang ada di sekitarnya.
Keduanya melanjutkan perjalanan menuju kelas. Jinan dengan lincahnya mengucapkan "Sampai jumpa" kepada teman-temannya yang berada di kelas yang berbeda. Namun, tanpa disengaja, Jinan dan Jishan saling tersenggol saat berpapasan di tengah lorong yang ramai.
Jishan terdiam sejenak, tampak terkejut dengan kejadian tersebut. Tatapan matanya menatap ke arah Jinan, mencoba mencari tahu siapa yang telah mengganggunya. Namun, setelah melihat wajah Jinan yang sinis, Jishan merasa tertekan dan kehilangan semangat. Ia memutuskan untuk pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Langkahnya yang cepat dan tergesa-gesa menunjukkan betapa terganggunya ia dengan kejadian tadi.
Jinan, sambil mengusap lengan bajunya yang tersenggol oleh Jishan, menatap kepergiannya dengan ekspresi sinis. Ia tidak bisa mengerti mengapa seseorang yang begitu murung dan suram bisa membuatnya merasa seperti itu. Jinan merasa terganggu dengan ketidakberdayaannya untuk memahami apa yang sedang terjadi dalam kehidupan Jishan.
Setelah saling tersenggol, keduanya melanjutkan langkah menuju kelas masing-masing. Jinan, dengan aura hitam yang gelap gulita, duduk di bangku dan mencoba berkonsentrasi pada pelajaran. Namun, pikirannya terus melayang ke perasaan aneh yang ia rasakan. Ia merasa terasing dan tidak nyaman dalam kegelapan yang menyelimuti dirinya. Rasanya seperti ada sesuatu yang tersembunyi di dalam dirinya yang ia tidak dapat mengungkapkannya.
Di sisi lain, Jishan, dengan aura yang memancar sinar terang, duduk dengan tenang di bangkunya. Ia mendengarkan dengan penuh perhatian dan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Meskipun perasaannya sedikit terganggu oleh perubahan yang ia alami, namun ia mencoba tetap fokus pada materi pelajaran. Aura bahagia dan terang yang terpancar darinya menarik perhatian teman-temannya yang duduk di sekitarnya.
Setelah pelajaran berakhir, keberuntungan dan kesialan mereka berdua pun tertukar tanpa mereka sadari. Langit yang semula cerah kini mendung, dan hujan mulai turun dengan lebatnya. Saat keduanya menuju keluar dari gerbang sekolah, hujan semakin deras.
Jinan, dengan aura hitam gelap gulita, tidak terduga mendapati dirinya dijauhi oleh teman-temannya dan tidak membawa payung. Tatapan tak peduli dan jarak yang tercipta membuat Jinan merasa semakin terisolasi dan kesepian. Namun, tekadnya untuk pulang tetap kuat, dan ia berusaha mendekati teman-temannya yang berlarian di tengah kerumunan yang bergegas.
Jinan: "Hai, bolehkah aku meminjam payungmu? Hujannya semakin deras."
Namun, satu persatu teman-temannya berjalan menjauh dan menghindarinya. Jinan merasa hatinya terluka oleh perlakuan mereka. Ia tidak dapat memahami mengapa semua orang tiba-tiba menjauh dan tidak ingin membantunya. Rasa frustrasi dan kesal melanda dirinya, meninggalkannya merasa kesepian dan terabaikan. Ia merenung sejenak, berusaha mencari jawaban atas perlakuan tersebut, namun tidak menemukan kejelasan.
Jinan berdiri di tengah gerombolan murid yang saling menyalip dan berlarian. Hujan semakin deras, tetapi ia tetap tak berdaya tanpa payung. Dalam keputusasaan, ia memutuskan untuk pulang tanpa payung dan mempercepat langkahnya. Saat berlari pulang, hujan semakin deras dan angin semakin kencang. Jinan terkena semburan air dari mobil yang melintas di sampingnya. Tubuhnya basah kuyup, dan rasa marah serta frustasinya semakin memuncak.
Jinan: "Ah, aku basah kuyup. Betapa sialnya hari ini."
Di sisi lain, Jishan yang kini memancarkan aura sinar terang, mendapati banyak orang mendekatinya dan memberikan payung saat ia keluar dari sekolah. Mereka melihat keceriaan dan kebahagiaan yang memancar darinya, dan ingin berbagi kebaikan dengan memberikan perlindungan dari hujan.
Orang 1: "Kamu bisa menggunakan payungku. Aku tidak membutuhkannya saat ini."
Orang 2: "Silakan, ambil payungku. Semoga kamu tidak kehujanan."
Jishan terkejut dengan perhatian dan kebaikan orang-orang di sekitarnya. Ia tidak pernah merasakan perlakuan seperti ini sebelumnya. Rasa hangat dan terima kasih memenuhi hatinya saat ia menerima payung dari orang-orang baik hati tersebut. Karena berdesakan, Jishan tidak tahan dengan situasi tersebut.
Jishan: "Ehm, terima kasih banyak sudah menawarkan payung padaku. Tapi sebenarnya aku lebih suka berlari di bawah hujan. Terima kasih atas perhatiannya."
Dengan hati ringan dan senyum yang tak terbendung, Jishan berlari pulang tanpa menggunakan payung. Meskipun hujan deras, tidak ada tetesan air yang mengenai tubuhnya. Ia merasa aneh dan bingung, tidak mengerti mengapa ia tidak terkena air hujan seperti orang lain. Tapi rasa bahagia dan kelegaannya mengatasi segala kebingungannya.
Jishan: "Aneh, mengapa hanya aku yang tidak terkena air hujan? Mungkin ini adalah keajaiban, atau mungkin ada hal lain yang tak terlihat yang sedang terjadi."
Setelah perjalanan yang basah dan berliku, rumah mereka berdua begitu dekat dan berseberangan jalan. Jinan dan Jishan akhirnya tiba di rumah masing-masing. Jinan memasuki rumahnya lebih dulu, diikuti oleh Jishan yang masuk ke rumahnya terakhir.
Setelah melepaskan pakaian basahnya dan mengeringkan diri, Jinan duduk di pinggir tempat tidur dan merenung. Ia masih merasakan kegelisahan dan keanehan yang menghantuinya sepanjang hari ini. Ada rasa ketidaknyamanan yang membebani hatinya, dan ia merasa tidak mampu mengungkapkannya dengan kata-kata.
Jinan: (dalam hati) "Apa yang terjadi padaku? Aku merasa begitu aneh hari ini, semuanya terasa berbeda. Apa yang menyebabkan perasaan gelap dan berat ini?"
Sementara itu, Jishan merasakan ketenangan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia merasa berbeda, lebih bahagia dan terang. Namun, rasa ingin tahu menghantuinya, ingin tahu apa yang menyebabkan perubahan yang tiba-tiba ini.
Jishan: (dalam hati) "Mengapa aku merasa begitu ringan dan bahagia hari ini? Apa yang membuatku berbeda? Aku harus mencari tahu."
Mereka berdua merasa tidak biasa dan ingin mencari tahu apa yang menyebabkan perubahan ini. Hingga larut malam, mereka terus memikirkan hal tersebut di kamar mereka masing-masing, membiarkan imajinasi mereka melayang dan mengaitkan setiap peristiwa yang terjadi.
Jinan: (merenung) "Aku tidak bisa tidur. Semua ini terlalu membingungkan. Kenapa perasaanku begitu berat dan gelap? Apakah aku sedang menghadapi masalah yang belum aku sadari? Mungkin aku harus mencari jawabannya, mencari cahaya di tengah kegelapan ini."
Sementara itu, Jishan memikirkan hal itu sampai akhirnya tertidur lelap dengan nyenyak. Ia merasakan ketenangan yang datang padanya, tetapi rasa ingin tahu tetap membara di dalam dirinya.
Jishan: (dalam mimpinya) "Apa yang sebenarnya terjadi pada diriku? Mengapa semuanya begitu berbeda hari ini? Aku perlu mencari jawabannya, menemukan cahaya yang memandu jalanku."
Dengan tekad yang baru ditemukan, Jinan dan Jishan memulai perjalanan mereka untuk mencari jawaban atas perubahan yang mereka alami. Meskipun mereka belum tahu persis apa yang sedang terjadi, mereka siap menghadapi tantangan dan mencari cahaya di tengah kegelapan yang menyelimuti hati mereka.
Bersambung...