Bab 1
Sepertinya mentari mulai menunjukkan sinarnya kembali di tempat itu, setelah berbulan-bulan tertutup mendung. Terlihat para warga yang menetap disana, memulai latihan. Anak-anak juga terlibat latihan berat ini. Bela diri, menembak, menangkap buruan, mendahului cheetah berlari dan lainnya. Benar-benar berat. Untuk sesi mendahului cheetah belum pernah ada yang bisa melewatinya kecuali gadis bermata abu-abu itu.
Red. Begitulah orang-orang memanggilnya. Ia selalu terlihat dingin. Tak pernah tersenyum. Dia memimpin tentara lapis pertama dan hanya satu-satunya wanita yang memimpin pasukan disana. Sejak kejadian aneh yang menimpa gadis itu, semua tentara yang ada di kamp menghormatinya. Para warga pun di perintahkan untuk menghormatinya. Gadis itu diperlakukan layaknya ratu. Seperti seorang pemimpin yang harus ditakuti. Tak ada yang tahu alasan yang sebenarnya. Padahal dia hanya seorang gadis aneh yang mengungsi. Namun mereka tetap menaati perintah dari pemimpin kamp. Siapapun yang tidak melakukannya, dia akan mendapat hukumannya meskipun itu adalah anak kecil sekalipun.
Saat kemampuan gadis itu mulai terlihat, barulah warga paham kenapa pemimpin memerintahkan mereka untuk menghormati gadis ini. Dia sangat berguna untuk tujuan revolusi. Dengan kemampuan seperti itu, tentu rencana revolusi akan terwujud dengan mulus. Karena tidak ada yang bisa menyentuh kamp ini selama dia hidup.
Di suatu waktu makan malam. Gadis dingin itu tengah menyantap makanannya bersama tentara dan warga. Tidak ada yang berani duduk di sampingnya. Akan tetapi, tiba-tiba seorang anak kecil berumur 7 tahun menghampirinya dan menarik-narik jubahnya.
"Kakak... Kakak, aku ingin digendong," pintanya polos. "Aku tak tahu dimana ayah ibuku, aku ingin digendong."
Ekspresi Red tak berubah. Tapi, ia berhenti menyantap makanannya dan beranjak pergi. Dengan sigap beberapa anak buahnya menangkap anak itu karena telah mengganggu makan malam ketua mereka.
"Kakak! Aku salah apa?!" jerit anak itu ketakutan. Tapi, Red tidak menghentikan langkahnya.
"KAKAK!!" jerit anak itu lagi ketika cengkraman para tentara semakin kuat dan menyakitinya. Kali ini, langkah gadis itu terhenti.
Komandan kamp terlihat terkejut ketika melihat reaksi Red membuatnya sedikit tegang. Sampai seorang anak buahnya membisiki sesuatu tapi pria itu acuh. Red membalikkan badan dan menghampiri anak itu. Ia memberi isyarat kepada mereka untuk melepaskan anak itu. Setelah para tentara mundur, Red menatap anak itu tajam.
"Kamu mau digendong?" tanyanya tetap dingin.
Anak itu mengangguk. Ia merenggangkan tangannya untuk Red.
"Kalau begitu," Red mengangkat tinggi-tinggi pedangnya. "Temui orangtuamu dan mintalah pada mereka," Bass! Pedangnya menari di atas tubuh anak itu.
Wajah girang anak itu tadi perlahan memudar. Tangan kecilnya yang tadinya merenggang, perlahan turun lemah ke arah perutnya. Sinar matanya mulai meredup. Darahnya mengucur dari perut ke atas.
"K... ak... kak" gumam anak itu sebelum tubuhnya jatuh tepat di kaki Red. Darah anak itu sedikit mengotori wajahnya. "A..pa salah..."
Mengerikan sekali. Ekspresi Red bahkan tidak berubah. Ia justru mengelap pedangnya yang berlumur darah. Ia berbalik dan melanjutkan jalannya tanpa mempedulikan anak yang tadi ia tebas.
"Zikran, kamu urus dia. Jika mati, kamu tahu kan harus apa?" suruhnya tanpa menghentikan langkahnya.
Sang pemilik nama turun dari pohon dan segera menggendong anak itu. Seorang pria dengan rambut hitam dan iris mata kemerahan.
"Jika kamu tidak mau, kamu hanya perlu menolak." ketus pria bernama Zikran itu.
"Kamu terlalu banyak bicara, Zikran." tanggap Red.
Zikran menggelengkan kepalanya. Dia pun pergi dari sana sambil menggendong anak itu. Ia menatap wajah polosnya. Bisa-bisanya Red menebas anak kecil seperti dia. Pria itupun segera membawa anak itu jauh dari perkumpulan ini. Dari kamp besar itu. Jauh ke dalam hutan. Komandan selalu memerintahkan untuk membuang orang-orang sekarat. Tapi tidak dilakukan oleh Zikran. Sesampainya ditempat persembunyiannya, ia membaringkan anak itu di atas kasur yang ada disana.
Beberapa remaja dengan sigap datang dan membantu menangani anak itu. Mereka sangat berhati-hati bahkan saat mengusap darahnya dikarenakan lukanya begitu dalam untuk tubuhnya yang mungil. Setelah di bersihkan, para remaja itu keluar. Zikran mengoleskan sejenis salep diatas tubuh yang terluka.
"Red?" tiba-tiba seorang gadis berambut gelombang kecoklatan muncul. Ia menghampiri Zikran lalu duduk disisi anak itu.
"Yap."
"Apa parah, lukanya?"
"Kamu tahu sendiri kemampuan Red bukan?" Zikran membalikkan pertanyaannya.
"Aku tahu. Pasti luka anak ini sangat..." gadis itu berhenti memeriksa. Ekspresinya nampak begitu kaget. Ia menatap Zikran. "Ini hanya luka sabetan biasa," gumamnya heran.
"Ya, kamu benar.. Aneh bukan?" Zikran mengingat lagi ekspresi Red saat itu. Kali ini, dia menunjukkan sesuatu yang lain. Entah apa itu, ia tak bisa menerkanya.
Namun dalam sekejap setelah menebaskan pedang, wajah Red langsung berubah seperti semula. Dingin dan kejam.
"Sudah 4 tahun, aku bahkan tidak diizinkan berbicara dengannya. Ramone menjaga ketat gadis itu, dia tidak mau rahasianya terbongkar," keluh Zikran.
"Red kehilangan adik-adiknya dan parahnya sekarang dia tidak ingat siapa dirinya. Aku sudah mencari keberadaan adik-adiknya itu, tapi nihil. Hanya mereka yang bisa menyadarkan Red,"
Gadis itu meremas bahu laki-laki itu lembut. Ia tersenyum.
"Mereka akan datang di waktu yang tepat. Dan jika kamu ingin coba berbicara dengan Red, sepertinya ga sulit buat kamu. Kamu kan dokternya disana. Red itu penyakitan dan hanya kamu yang memiliki obatnya. Jadi kamu tidak perlu izin dari Ramone untuk menemui gadis itu," ujarnya menenangkan hati Zikran.
"Parah banget kamu. Untung Red gak punya radar pendengaran sampai sini," pria itu terkekeh.
Laki-laki itu menatapnya dalam. Sejurus kemudian ia tersenyum.
"Makasih," ucapnya singkat sembari membelai rambut gadis itu. "Kamu memang yang terbaik Bee,"
"Sama-sama Zikran. Ya sudah, aku harus kembali melatih anak-anak," pamitnya kemudian menghilang dari balik pintu.
Laki-laki itu menghembus nafas berat. Ia membelai rambut anak itu sekali lagi. Otaknya memutar memori beberapa tahun lalu, ketika Red datang bersama dengan penyakit anehnya. Sebenarnya, ia masih belum mengetahui akar hitam yang menjalar di tubuh Red saat itu merupakan sebuah penyakit atau bukan.
Tapi yang jelas, akar hitam itu bisa membuat gadis itu sangat kuat. Gadis itu bisa merasakan gerakan dari jarak 1000 km. Sesuatu yang biasa dimiliki penyihir tingkat tertinggi. Belum lagi kemampuan pedangnya yang tidak pernah meleset. Sayangnya, ia dilarang bertemu dengan Red setelah mengecam Ramone sewaktu pertama kali gadis itu dibawa kesana. Obat-obat racikan untuknya pun hanya diberikan kepada penjaga tanpa boleh masuk menemui pasiennya itu.
Ya, Zikran bertugas sebagai dokter disana dan guard khusus masyarakat. Obat-obatan yang diberikan pada pasien adalah hasil racikannya sendiri. Laki-laki ini tidak bekerja dibawah perintah Ramone, melainkan sang pemilik kamp sekaligus pemimpin revolusi, Grammartia Omax. Kedudukannya disana hampir sama dengan Ramone. Tapi, ia lebih suka berbaur dan tidak memerintah seperti pria itu.
Maka dari itu, ia mendirikan sebuah kamp kecil jauh di dalam hutan, khusus untuk mereka yang terluka akibat latihan dan mendapat hukuman langsung dari Red. Zikran akan membuat mereka terlihat sekarat dan Red biasanya akan memerintahkannya untuk membuang orang-orang ini di hutan. Untuk menjadi makanan binatang disana.
Kebanyakan isi kamp ini adalah anak-anak dan remaja. Karena jika ia membawa para orangtua untuk diobati disini, tempat ini akan diketahui oleh Ramone dan yang pasti akan di hancurkan. Pria itu tidak mentoleransi orang-orang lemah untuk hidup.
Gadis yang menemaninya itu bernama Bee alias Bianca. Ia sahabat Zikran sejak bertemu di kamp. Mereka dibawa ke tempat ini bersamaan. Sama seperti yang lain, mereka mendapatkan nama baru dan tidak pernah berjumpa dengan orangtuanya lagi setelah tinggal disana.
Keahlian yang dimilikinya pun sama dengan Zikran. Ia menjadi dokter di kamp ini. Penghuni kamp disana tidak pernah menyadari ketidakhadiran Bee. Begitupula para penjaga. Ia juga melihat keanehan dalam diri Red sewaktu pertama tiba.
Gadis muda itu tak pernah melihat akar yang menjalar di tubuh seseorang seperti itu. Sangat mengerikan. Namun setelah itu, ia segera meninggalkan kamp untuk mencari tahu. Sayangnya, tidak ada satupun info yang ia dapatkan. Zikran bilang, ia perlu menaruh obat tidur yang pengaruhnya tidak lama agar Red bisa sadar lebih cepat. Mereka tahu Ramone akan melakukan sesuatu pada Red seperti pada anak lain sebelumnya.
Memang sebelumnya, beberapa anak datang dengan keanehan tapi tidak semenyeramkan Red. Setelah diobati oleh Zikran dan tinggal bersama Ramone, ia tidak pernah melihat gadis itu lagi. Ketika Bee ingin mencoba meneliti penyakit gadis ini, para tentara menghadangnya. Ia tak sempat melakukan apapun. Tabib muda ini hanya sempat bisa melihat salah satu mata abu-abu milik sang gadis.
"Kakak, aku penasaran... Sebenarnya kakak yang memakai jubah merah itu kenapa?" Tiba-tiba, suara seorang anak kecil mengagetkan Zikran. Jauh di luar dugaan, anak itu sadar lebih cepat.
"Kamu, sudah sadar?" Lelaki itu segera memeriksanya.
"Aku enggak apa-apa kak, Red hanya sedikit melukaiku... Aku sudah terbiasa dengan luka-luka seperti ini," jawab anak itu sambil tersenyum kemudian berdiri.
"Aku melihat airmata Red saat menebasku." Mata hitam anak itu menatap Zikran dalam-dalam. "Red seperti menyembunyikan sesuatu. Kakak harus menemukan alasannya."
Alih-alih mendengarkan perkataan anak itu, Zikran justru heran. Kenapa dia berbicara layaknya orang dewasa? Memang luka yang diberikan Red tidak fatal. Tapi anak seusianya seharusnya membutuhkan 2 hari untuk pulih. Anak itu tersenyum melihat ekspresi bingung Zikran.
"Tidak perlu kakak pikirkan. Saat sudah waktunya, kita akan bertemu lagi." Sinar keemasan mengelilingi tubuh kecil anak itu. "Sampai jumpa lagi, tuan."