Chereads / Trilogi Langgam Amerta Agni-Widhiwasa Akasa Bhumi / Chapter 40 - Bab 40-Pertempuran Semalaman

Chapter 40 - Bab 40-Pertempuran Semalaman

Pertarungan terkuat

adalah saat melawan keinginan

dan kehendak hati

yang berbahaya

dari sayap-sayap sandyakala

Pertarungan terhebat

adalah saat pagi melawan dinihari

juga segala jenis kegelapan

agar remah-remah matahari 

mampu menjatuhi temaramnya hati

Siluman Ngarai Raung menggeram marah. Berbeda dengan tubuhnya yang kecil pendek, geramannya ternyata sangat menggelegar. Mengimbangi suara gelegar Kawah Gunung Agung yang makin lama makin menakutkan. Raden Soca tetap bersiaga meski keningnya berkerut dalam. Keadaan di atas sini sangat berbahaya. Sewaktu-waktu gunung ini bisa meletus dan memuntahkan lahar yang bisa merebus mereka semua. 

Ratri Geni melentingkan tubuh setinggi mungkin sambil mengerahkan Sihir Ranu Kumbolo untuk memperkuat mata batinnya saat Siluman Ngarai Raung melepaskan pukulan Badai Ngarai Hitam sekaligus dengan Hawa Ledakan Raung. Dua pukulan sakti yang sama-sama berhawa panas. Bedanya pukulan yang pertama mengandung sihir tingkat tinggi dari dunia siluman. 

Dua pukulan mengerikan itu luput. Lompatan Ratri Geni sama sekali tidak lumrah. Jauh lebih tinggi dari lompatan seorang tokoh silat kawakan di dunia persilatan sekalipun. Hal ini karena dorongan hawa sakti Maruta yang membuatnya lebih ringan dari angin. Karena itulah jangkauan besar dua pukulan maut itu bisa dihindarinya. Namun belum juga tubuh gadis itu turun, selarik besar pukulan berwarna kehitaman menyambar tubuhnya yang masih di udara. Raden Soca tercekat! Situasinya sangat berbahaya bagi Ratri Geni dan berlangsung begitu cepat. Sementara gerakannya untuk membantu gadis itu segera dipotong oleh serangan Siluman Lembah Neraka terhadapnya.

Ratri Geni sendiri terperanjat bukan main. Tidak menyangka kedua siluman kembar itu akan bertindak culas. Namun gadis yang lihai itu mau tak mau harus menyambut dua pukulan Awan Kelam siluman kembar. Posisinya sangat buruk untuk beradu pukulan. Ratri Geni hanya sempat mengerahkan separuh tenaga menyambut pukulan Siluman Kembar Gunung Agung dengan Bayangan Matahari.

Dessss! Dessss! Blaaarr!

Tubuh Ratri Geni terpental kembali ke atas saking kuatnya benturan hawa pukulan yang terjadi. Gadis itu merasakan dadanya sesak bukan main. Jantungnya terguncang keras dan sedikit hawa pukulan Awan Kelam sempat mengenai pangkal bahunya. Ratri Geni harus mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang tertinggi karena begitu tubuhnya melayang turun, pukulan Hawa Ledakan Raung dari Siluman Ngarai Raung sudah menyambar ke arahnya. Ratri Geni menjeritkan amarah hebat. Siluman-siluman curang!

Gadis cantik itu menyalurkan seluruh tenaganya yang tersisa dari hawa sakti Langit Bumi dan menyambut pukulan Siluman Ngarai Raung. Keras lawan keras. Hawa Ledakan Raung bertemu Bayangan Matahari dan Busur Bintang yang dilepaskan saat bersamaan.

Blaaaaarrrr!!

Ledakan hebat luar biasa terdengar di Puncak Gunung Agung. Ledakan dari beradunya hawa sakti kedua pukulan dahsyat itu bahkan melebihi suara gemuruh kawah yang terus menggelegak. Ratri Geni terpelanting kedua kalinya. Kali ini dia tidak bisa menahan lagi ketika tubuhnya jatuh berguling-guling dengan darah menetes-netes dari sudut mulutnya. Ratri Geni terluka cukup hebat.

Namun Siluman Ngarau Raung menanggung akibat yang lebih hebat. Tubuh katainya terlempar jauh hingga tanpa bisa dicegah lagi meluncur masuk ke dalam kawah Gunung Agung. 

Terdengar jeritan panjang saat sesosok tubuh pemuda berbaju tambal-tambalan menyerang Ratri Geni yang masih terluka dan berusaha keras untuk berdiri. Chandra Abimana menyerang secara brutal Ratri Geni. Pemuda itu melupakan rasa kagum dan cintanya kepada Ratri Geni karena putus asa dengan kematian gurunya yang ditelan kawah Gunung Agung. Abimana merasa belum cukup menyerap semua ilmu Siluman Ngarai Raung dan sekarang harus menyaksikan gurunya terlempar ke dalam kawah. Amarahnya mengalahkan semua rasa yang dimilikinya terhadap gadis yang sedang terluka itu. Serangannya berniat untuk membunuh.

Raden Soca yang membagi perhatiannya terhadap keadaan Ratri Geni tak bisa menolong. Posisinya cukup jauh dan dia sedang direpotkan oleh serangan-serangan dahsyat Siluman Lembah Neraka. Gadis itu juga tidak bisa berbuat banyak. Tubuhnya terluka hebat dan dia tidak sanggup lagi beradu tenaga dengan pemuda murid siluman itu.

Dalam keadaan yang sangat genting bagi Ratri Geni, mendadak berkelebat beberapa bayangan yang langsung terjun ke arena pertempuran. Ki Ageng Ciremai menyambut pukulan Chandra Abimana untuk menyelamatkan Ratri Geni. Dua pukulan hebat kembali beradu. Dan untuk kedua kalinya pula kawah Gunung Agung menerima persembahan tubuh manusia. Chandra Abimana tak mampu menahan desakan hawa pukulan Ki Ageng Ciremai yang membuat tubuhnya terhuyung-huyung hebat hingga ke pinggir kawah. Tanpa bisa berbuat apa-apa lagi, tubuh pemuda itu tergelincir masuk ke dalam kawah Gunung Agung menyusul gurunya.

Suara gemuruh dari perut Gunung Agung semakin dahsyat. Entah karena dua manusia jahat dan siluman memasuki kawahnya atau karena memang ritual pemanggilan ternyata masih berlanjut.

Siluman Kembar Gunung Agung berdiri dengan wajah sedikit pucat. Di hadapan mereka sekarang berdiri Ki Ageng Ciremai, Ki Ageng Slamet, dan Ki Ageng Semeru. Ki Ageng Merapi tidak ada di antara mereka. Para Ki Ageng Gunung daratan Jawa berdiri berjajar sambil memandang cemas ke arah kawah Gunung Agung yang terus menyuarakan gemuruh mengerikan.

Siluman Lembah Neraka sudah melompat mundur dari pertarungan melawan Raden Soca. Siluman tinggi kurus itu berdiri di samping Siluman Kembar Gunung Agung. Siap-siap melakukan pertempuran melawan para Ki Ageng Gunung yang menatap mereka dengan marah.

Raden Soca yang ditinggalkan lawannya buru-buru melompat ke arah Ratri Geni yang sedang merangkak bangun sambil memegangi dadanya yang sesak bukan main. Pemuda itu membantu Ratri Geni duduk bersila. Gadis itu memberi isyarat kepada Raden Soca agar tidak menyalurkan hawa sakti ke dalam tubuhnya. Gadis itu tahu, hawa sakti Langit Bumi dalam tubuhnya sedang bergolak hebat. Bisa-bisa mereka berdua tewas jika sampai hawa sakti Raden Soca disalurkan masuk ke dalam tubuhnya. Raden Soca menurut saja perintah Ratri Geni karena gadis itu sempat berbisik lirih. Jangan! Berbahaya! Aku bisa sendiri.

Raden Soca berdiri menjaga Ratri Geni yang sedang bersamadi memulihkan diri. Sambil menyaksikan pertarungan yang sudah dimulai antara Ki Ageng Ciremai dan Ki Ageng Slamet melawan Siluman Kembar Gunung Agung. Juga pertarungan antara Ki Ageng Semeru melawan Siluman Lembah Neraka yang terjadi tidak jauh dari gelanggang pertama. Pertarungan luar biasa dahsyat terjadi antara tokoh-tokoh sakti dunia persilatan yang selama ini jarang muncul dan lebih banyak mengasingkan diri.

Ki Ageng Ciremai dan Ki Ageng Slamet terkejut bukan main. Siluman Kembar Gunung Agung ternyata sakti bukan main. Hawa sakti kedua siluman kembar itu bahkan melebihi hawa sakti yang mereka miliki. Anehnya kedua siluman kembar itu bertarung sambil berpegangan tangan satu sama lain. Hawa pukulan yang ditimbulkan dari serangan kedua siluman kembar itu seperti berlipat kali kedahsyatannya. Kedua Ki Ageng Gunung itu lama-lama terdesak. 

Di tempat lain. Siluman Lembah Neraka bertarung dengan seimbang melawan Ki Ageng Semeru. Keduanya mempunyai kepandaian dan tenaga yang berimbang. Pertempuran seru tersaji di arena ini. Kedua kakek tua renta itu saling serang dengan hebat. Mereka tidak pernah mau beradu pukulan. Karena akan cukup berbahaya bagi mereka yang memiliki tenaga seimbang untuk keras lawan keras. Akibatnya bisa mengerikan bagi keduanya.

Raden Soca memperhatikan pertempuran yang terus berlangsung hingga ratusan jurus di dua gelanggang yang berbeda itu sambil tetap tak lepas mengawasi Ratri Geni. Wajah gadis yang tadi pucat pasi itu sudah memerah kembali. Raden Soca bernafas lega. Luar biasa! Luka sehebat itu bisa pulih dalam waktu begitu cepat.

Purnama tak lama lagi tergelincir. Puncak malam sebentar lagi akan terlalui. Gemuruh Gunung Agung semakin dahsyat. Dibarengi suara gelegar dahsyat, lahar panas muncrat tinggi ke udara beberapa kali. Namun sepertinya itu belum pada puncaknya. Karena sebentar kemudian, tepat saat purnama jatuh ke langit di sisi barat, terdengar letusan dahsyat dari kawah Gunung Agung. 

Ketiga Ki Ageng Merapi melompat mundur dengan tergesa-gesa. Mereka tahu letusan itu pertanda apa. Ketiga siluman sepertinya juga paham akan kejadian itu. Ketiganya melesat dengan cepat mendekati bibir kawah. 

Raden Soca hanya bisa ternganga saat melihat segumpal besar lahar berapi muncrat tinggi ke udara sambil melontarkan sebuah peti berwarna keemasan. Peti itu melayang tinggi. Ketiga siluman dan Ki Ageng Gunung saling berlomba menyambar peti. Namun anehnya peti itu bisa meliuk menghindar dari sambaran orang-orang sakti itu dan jatuh tepat di bawah kaki Raden Soca yang buru-buru mundur sambil menarik lengan Ratri Geni yang sudah terjaga dari samadinya. 

----