Jack duduk termangu di sebuah kursi taman dibawah rindangnya pepohonan besar yang meneduhkan. Teman-temannya belum datang. Jack sedang memikirkan mandat papa nya yang membuat dirinya harus bekerja paruh waktu di mini market waralaba milik papanya. Sebenarnya Jack paham maksud dari papanya yang membuatnya untuk bekerja paruh waktu. Mungkin papa nya tidak ingin anaknya kembali terjun ke dunia malam. Apalagi sampai mengorbankan kuliahnya demi kesenangan sementara belaka. Dan lagi Jack walaupun nakal dikalangan teman-teman tongkrongannya, ia merupakan anak dan adik yang patuh pada orang tua dan kakaknya.
Terlihat dari maunya dia kini untuk berkuliah setelah dua tahun lamanya tidak menjadikan pendidikan sebagai perhatian utamanya. Mungkin karena ia pikir bahwa kakaknya telah memilih jalan hidupnya sendiri, otomatis bisnis papa nya jatuh ketangannya. Tapi yang tidak ia sangka bahwa ia harus kuliah dulu agar papa nya mempercayakan bisnisnya pada Jack. Dan sekarang papanya ingin Jack memiliki pengalaman kerja yang bisa membantunya di dunia bisnis kelak suatu hari saat papa nya sudah memutuskan untuk pensiun dan menyerahkan bisnisnya pada Jack.
Taman semakin lama semakin ramai oleh mahasiswa yang menunggu waktu masuk kelas seperti halnya Jack. Di depan Jack juga banyak mahasiswa lainnya yang sedang berjalan menuju gedung kampus. Selagi Jack melamun disana, Ronald, William dan Silvi datang dan berusaha mengagetkan Jack dari arah belakangnya. Tapi karena Jack tidak sedang dalam mood yang bagus untuk bercanda, ia pun tak menanggapi bercandaan teman-temannya.
"Kenapa sih, Jack. Kok sudah cemberut kaya gitu?" tanya Will yang berdiri di depan Jack bersama Silvi.
Sedangkan Ronald duduk disamping Jack. Kursi yang diduduki oleh Jack memang hanya kursi taman kecil yang hanya cukup untuk duduk dua orang saja.
"Iya nih, kenapa sih? Kurang tidur ya atau pusing cari cara buat deketin Kathy?" goda Ronald.
"Enak saja. Siapa juga yang lagi mikirin Kathy. Aku lagi BT banget soalnya..."
"Ehh..eh...Jack liat tuh, pucuk dicinta ulam pun tiba" Ronald memukul-mukul lengan Jack dan matanya terpaku pada seorang gadis yang sedang berjalan di depannya.
Jack, William dan Silvi pun melihat ke arah mata Ronald memandang. Rupanya ia sedang memandangi Kathy yang berjalan bersama dengan dua orang teman wanitanya. Kathy terlihat sangat cantik dengan gaun putih pendeknya yang bermotif bunga-bunga kecil. Apalagi saat berjalan ia beberapa kali tersenyum pada kedua temannya dan seperti sedang asyik membicarakan sesuatu.
Kathy pun melihat ke arah taman. Matanya tak sengaja bertemu dengan mata Jack. Tak disangka oleh Jack, Kathy pun melambaikan tangan padanya dan tersenyum dengan sangat manis. Lalu melanjutkan berjalan menuju gedung kampus.
Ketiga teman Jack merasa bingung dan menatap Jack dengan tatapan heran sekaligus tak percaya.
"Jack, jangan bilang kalau kamu sudah dapat nomer handphone Kathy?" tanya Ronald untuk memastikan.
Jack pun mengeluarkan handphone dari sakunya dan mencari sesuatu dari sana. Kemudian ia memperlihatkan nomer kontak Kathy yang telah tersimpan dalam handphone nya.
"Gila! Keren banget kamu, Jack!" seru William yang heboh dengan kemenangan Jack.
Jack pun merasa senang dan sedikit melupakan masalahnya.
"Ah, aku nggak percaya." Ronald yang nampak kecewa kemudian merebut handphone Jack dan terlihat mengetik disana.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Jack.
"Aku sudah mengirim pesan padanya." jawab Ronald dengan bangga. "Kalau nomer itu palsu, pasti aku akan tahu." tambahnya.
"Ciee..yang nggak mau kalah." goda William pada Ronald.
"Eh, ini dia bales," Ronald
kemudian melihat isi pesan dari nomer yang di krimi pesan tadi dan ia kemudian terduduk lemas.
"Kamu kenapa, Ron?" tanya William yang bergegas berdiri disamping Ronald dan menggoyang-goyangkan bahunya. Ia kemudian mengambil handphone milik Jack dan membaca isi pesan antara Ronald dan Kathy.
"Hai, Kat. ini aku Jack. Ini benar nomer kamu kan? Sorry nih, cuma mau memastikan saja. Kemarin aku pakai kaos warna apa ya?"
"Hai juga Jack. Kok pertanyaan kamu aneh gitu. Ini benaran aku, Kathy kok. Dan kemarin kamu pakai kaos hitam dengan jaket jeans biru kan? Kenapa memangnya?"
Wiliam melihat bergantian antara Jack, Ronald dan Silvi.
"Jack benar-benar dapat nomer Kathy." ucapnya dan kemudian menertawakan kekalahan dan mengolok-olok Ronald. "Haha..Raja Bungkus sekarang kena batunya. Haha." ejek William.
"Ya..iya..aku ngaku kalah." ucap Ronald yang sudah bertekad menghadapi kekalahannya. "Mulai hari ini sampai seminggu ke depan, aku akan mentraktirmu di kampus Jack." katanya kemudian menjadi lesu.
Ketiga temannya pun tertawa melihat situasi antara Ronald dan Jack.
"Eh, tapi tadi kok Kathy melambai terus tersenyum ke arah kamu, Jack? Kalian memang sudah sedekat itu?" tanya Silvi yang sejak tadi hanya ikut tertawa saja.
"Benar juga tuh. Kamu pasti pakai dukun kan?" tanya Ronald yang masih berusaha bertahan.
"Apaan sih, Ron? Masa iya cuma untuk nomer handphone aku sampai pakai dukun segala." sanggah Jack.
"Benar juga kata Silvi, kok kalian kelihatan deket banget? Padahal kamu baru tahu dia kemarin kan? Itu juga karena dikasih tahu sama Raja Bungkus yang kalah kan? Haha" William masih saja mengolok Ronald.
"Yaaa, gitu deehh." ucap Jack yang tidak bisa menceritakan pada ketiga sahabatnya apa yang sebenarnya telah ia lakukan dengan Kathy dirumahnya. "Yang pasti aku sudah menang dan aku mau makan siang yang enak dan mahal nanti." kata Jack dengan senang sambil berdiri.
"Wooo..wooo..woo..sabar jagoan. Jangan mahal-mahal juga, ya. Uang sakuku cuma sedikit nih hari ini." pinta Ronald pada Jack yang terkesan sedikit memohon.
"Nggak mau! Aku mau makan sesuka hatiku," Jack kemudian berjalan berlalu menuju gedung kampus yang diikuti William dan Silvi.
"Jack! Jangan gitu juga, bro. Jack! Jack! Tunggu aku!" Ronald pun berlari menyusul ketiga temannya yang telah meninggalkannya sendiri.
Kemudian Jack dan ketiga temannya masuk kelas. Jadwal mereka untuk hari itu termasuk yang paling padat selama sepekan. Ia ada empat mata kuliah yang harus di hadiri dan semuanya merupakan dosen yang killer. Tapi untung saja berkat makan siang yang nikmat, kekonyolan-kekonyolan teman-temannya, kini mood Jack sudah lebih baik.
Bahkan dia saat ini sudah bisa menerima nasib bahwa ia harus menuruti permintaan dari orang tuanya. Ia juga sadar telah banyak merepotkan mereka terutama dengan kenalakan-kenalakannya. Tapi orang tua Jack masih sabar dan terus berusaha menjadikan Jack orang yang lebih baik lagi. Dan mandat papa nya untuk membuat Jack bekerja paruh waktu merupakan cara untuk membuat Jack menjadi lebih baik lagi.
Dan lagi ia juga tidak mau membuat bisnis papa nya yang sudah di bangun dengan sekuat tenaganya, harus hancur karena kekurangtahuan Jack tentang manajemen dan job desc di bidangnya. Dia hanya bisa berharap kakaknya memenuhi janjinya untuk bisa membuatnya berhenti dari pekerjaan sebagai karyawan paruh waktu di mini market.