"Dasar menantu benalu!" jerit Bobby Sanjaya emosi.
Stefan terkejut mendengar bentakan dari balik pintu. Bobby selalu mencaci Stefan sebelum berangkat kerja. Dan tak lama kemudian anak Bobby nomor tiga sebelum berangkat sekolah pasti menggedor-gedor pintu kamar Stefan.
"Dasar ipar benalu!" pekik Luchy Sanjaya ketus.
Stefan makin meringkuk di atas kasur, tak berdaya. Tubuhnya bergidik dan napasnya tersengal-sengal. Stefan tahu kalau sebentar lagi iparnya yang lain pasti juga akan menggedor-gedor pintu kamarnya sambil memberikan cacian sebelum berangkat kuliah.
"Pria pengangguran! Dasar tidak berguna!" teriak Robert Sanjaya gusar.
Stefan kian bergeming dan bergetar seluruh badannya. Segala macam bentuk cibiran dan hinaan setiap hari diterimanya. Tidak sampai di situ, ibu mertuanya juga menaruh rasa kebencian terhadapnya. Sebelum pergi ke pasar, Chyntia pasti mencemooh di depan pintu kamar Stefan.
"Menantu sampah!" lolong Chyntia murka.
Namun, jika mereka berempat telah pergi, Lionny Fransisca Sanjaya istri dari Stefan, akan masuk ke dalam kamar, kemudian berusaha menenangkan suaminya sambil mengantarkan sarapan. Di rumah milik Bobby ini hanya Lionny yang masih menaruh rasa kasihan.
"Sabar, Sayang. Mau sarapan dulu, atau mau mandi dulu?" ucap Lionny lembut.
"Hm. M-mandi," jawab Stefan terbata-bata. Matanya nanar seperti orang kebingungan.
Lionny dengan penuh cinta dan kesabaran menggiring Stefan ke kamar mandi yang masih berada di dalam ruangan ini. Setelah mandi dan membantu Stefan mengenakan pakaiannya, Lionny pun menyuapi suaminya makan, dan terus berusaha mengajaknya bicara.
Namun, Stefan masih tidak terlalu tanggap. Tiap kali Lionny mengatakan sesuatu padanya, Stefan hanya membalasnya dengan mengangguk, menggeleng, bergumam, berkedip, melengos, dan setidaknya mengatakan sepatah dua patah kalimat saja.
Sebenarnya Stefan akan menuju Swiss dan bekerja di AlfaTech sebuah perusahaan IT ternama. Namun, tepat tiga tahun lalu Stefan mengalami kecelakaan tragis ketika hendak menuju bandara sehingga terpaksa mengurungkan semua rencananya.
Stefan koma selama satu minggu di rumah sakit. Meski bagian tubuhnya tidak ditemukan cacat, Stefan mengalami gegar otak yang berakibat sangat fatal, Stefan hilang ingatan dan kemampuan IT-nya.
Makanya selama tiga tahun Stefan hanya terkurung di kamar dan tidak melakukan apa-apa. Dia hanya bisa makan, tidur, mandi, melamun, dan terkadang membicarakan sesuatu yang tidak dimengerti.
"Sayang, bilang padaku kalau kau butuh sesuatu." Lionny mengecup kening Stefan.
"Hm? Ya." Stefan mengangguk.
===>>>0<<<===
Stefan Raden Kusuma seorang pria miskin yang hidup sebatang kara dan tanpa keluarga merupakan sarjana IT terbaik dan programmer andal. Banyak prestasi yang ditorehkannya sewaktu masih menjadi seorang mahasiswa, seperti berhasil merancang firewall canggih untuk sistem keamanan, membuat aplikasi, web, game, memburu cracker, dan apa saja yang terkait dengan dunia IT.
Begitu Stefan telah menyelesaikan studinya, Pak Arya Sutejo orang Indonesia yang menjadi CEO di AlfaTech Swiss, berminat mempekerjakannya dan akan menempatkannya di salah satu posisi strategis. Pak Arya menilai bahwa Stefan punya skill dan pantas mendapatkannya.
Kemasyhuran Stefan tak berhenti sampai di sana. Seorang konglomerat Jawa bernama Sanjaya Pratama atau lebih dikenal Kakek Sanjaya pun tertarik untuk mempekerjakan Stefan di salah satu perusahaan IT milik Sanjaya Group, tapi Stefan menolak.
Meski begitu, Kakek Sanjaya tetap kagum terhadap Stefan dan menawarkan kepadanya agar bisa menjadi suami dari cucu kesayangannya, yakni Lionny. Mendapat tawaran itu, tentu Stefan menerimanya dan bersedia menjadi salah satu bagian dari Keluarga Sanjaya demi memperbaiki namanya pribadi. Namun, sangat disayangkan, semua impian dan rencana manisnya harus terkubur dalam-dalam.
"Sudah bisa ngomong apa suamimu?" tanya Chyntia yang baru saja pulang dari Pasar Gubah, salah satu pasar legendaris di Palembang. Rumah mereka beralamat di Jalan Gajah Mada, Bukit Kecil. Hunian berkelas dan bersejarah.
"Bu, kenapa bertanya seperti itu?" balas Lionny lemah. Kemudian dia membantu ibunya membawa belanjaan menuju dapur.
"Haho haho saja dia itu kalau diajak ngomong. Sepertinya harus kita larikan ke rumah sakit jiwa."
"Aku tidak mau kalau dia dilarikan ke rumah sakit jiwa, Bu. Dia cukup dirawat di sini saja."
Chyntia menyeringai, alisnya bertemu. "Dia divonis oleh dokter tidak akan sembuh. Jadi dari pada dia menyusahkan kita di sini, lebih baik dia kita ungsikan ke rumah sakit jiwa, biar tenang."
Lionny hanya bergeming sembari menghela napas lemah. Beberapa hari belakangan ini dia selalu mendengar ocehan dari keluarganya yang menuntut bahwa Stefan harus angkat kaki dari rumah ini. Sungguh tak sampai hati jika Lionny menuruti kemauan keluarganya.
Namun, Kakek Sanjaya melarangnya. Selepas dari perawatan di rumah sakit, Kakek Sanjaya yang menetap di Surabaya dan sibuk mengurus bisnisnya di sana, menitipkan Stefan pada Bobby Sanjaya dan keluarganya, agar Stefan mendapat penjagaan dan perawatan.
===>>>0<<<===
Sore harinya, Bobby pulang dari kantor PT. Sanjaya Sawit, beliau merupakan direktur utama perusahaan. Beliau mendobrak paksa pintu kamar Stefan.
GAR!
Stefan terperanjat, lalu duduk bertekuk lutut di atas kasur. Stefan menunduk ketakutan. Matanya terpejam.
Bobby menggeram. "Menantu tidak tahu diri! Dasar orang gila! Keluar dari kamar ini, lakukan sesuatu! Kau itu suami dari anakku!"
Stefan menggaruk kepalanya dan berkata, "Hm? Ya, Ayah."
"Apa ha?!" Bobby ngamuk, matanya melotot, dan darahnya mendidih. Ditunjuk-tunjuknya Stefan. "Menyesal sekali aku menjadikan kau sebagai menantu. Kalau bukan karena ayahku, sudah lama kau angkat kaki dari rumahku ini."
Robert dan Luchy berlarian mendekat ke kamar Stefan.
"Programmer apaan kau ini?! Ngomong saja tidak bisa!" maki Robert.
"Menyedihkan. Dasar mayat hidup!" ejek Luchy.
Karena tidak ingin terus-terusan dicap sebagai 'Menantu Benalu' dan 'Ipar Benalu', Stefan yang kondisi otaknya belum pulih memaksakan diri untuk bekerja mencari uang. Dia meminjam sepeda motor yang tidak terpakai, lalu bersedia bekerja sebagai ojek pangkalan. Selain itu, Stefan juga memaksakan diri melakukan pekerjaan rumah walaupun tidak begitu maksimal.
Meski demikian, selama beberapa minggu ke depan Stefan terus digempur dengan segala macam bentuk hinaan. Meski otaknya tidak berfungsi dengan normal, Stefan punya hati, tentu dia merasakan sakit. Hatinya tercabik-cabik. Bahkan, Lionny pun lama kelamaan kesal juga mengurusi Stefan. Karena hasutan dan provokasi dari keluarganya, Lionny akhirnya benci terhadap Stefan dan berkeinginan kuat agar Stefan enyah dari sini.
Suatu ketika, untuk kali pertama semenjak menumpang di rumah mertua, Stefan membuka sebuah lemari di kamarnya. Mengejutkan, dilihatnya ada banyak sekali penghargaan. Sedikit pun dia tak tahu soal itu.
Saat Lionny mengantarkan sarapan Stefan secara tidak ikhlas, Stefan menanyakan tentang isi lemari tersebut. Lalu, Lionny menjawabnya dengan nada penuh kebencian. "Semua piagam, medali, piala dan prestasi-prestasi itu milikmu, Stefan. Tapi semua tidak berguna sama sekali! Mending kau mati saja!"
Stefan tersandar lemas. Apa benar semua penghargaan itu miliknya? Apa benar dulu dia orangnya pintar dan dibangga-banggakan? Lantas malam harinya di saat sendiri, lagipula Stefan memang selalu tidur sendiri, tiba-tiba dia melamun menghadap seisi lemari.
Meskipun dia sudah berusaha sebaik mungkin untuk membuktikan bahwa dia bukanlah benalu dan sampah di rumah ini, pihak keluarga istrinya tetap membenci dan menghinanya. Keadaan tidak kunjung membaik. Akhirnya Stefan memutuskan untuk bunuh diri.
Sontak diambilnya semua obat dan vitamin dari dokter berjumlah lebih seratus biji, lalu dihabiskannya sekali minum. Stefan tak sadarkan diri selama dua hari.
Bukannya mati karena over dosis, ingatan dan kemampuan Stefan malah kembali lagi. Begitu terbangun Stefan terkejut dengan apa yang terjadi pada dirinya saat ini.
"Kenapa aku di sini? Seharusnya aku berada di bandara sekarang dan akan menuju Swiss." Bisik Stefan pada dirinya sendiri.
Mengejutkan, otak Stefan kembali normal, bahkan jauh lebih hebat dari itu. Semua memorinya kembali tertata dengan rapi di kepalanya. Hebatnya, jumlah neuron di otaknya jadi lebih banyak dua kali lipat dibandingkan manusia normal.
Terdengar teriakan. "Kenapa kau bicara sendiri? Dasar orang gila! Menantu sampah!" lolong Bobby.
Stefan senyum dan mendesis. "Menantu sampah? Kita lihat nanti siapa yang akan menjadi sampah."