Chereads / Yokoso Jitsuryoku Shijo Shugi Volume 1 / Chapter 1 - Yokoso Jitsuryoku Shijo Shugi Volume 1

Yokoso Jitsuryoku Shijo Shugi Volume 1

🇮🇩slotgacorome88
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 14.8k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Yokoso Jitsuryoku Shijo Shugi Volume 1

CHAPTER 1

"Ayanokouji-kun, apa kau baik-baik saja?"

Dia datang. dia datang lagi. Situasi yang menakutkan.

Saat aku pura pura tidur, orang itu datang.

Dia adalah seorang iblis yang memaksaku (yang sedang tidur siang) untuk bangun ke kenyataan.

Di otak ku, simfoni Dmitri Shostakovich ke-11 sedang diputar. Lagu itu dengan sempurna menggambarkan keadaan sulit ku saat ini: perasaan putus asa sama seperti orang-orang yang sedang dikejar oleh setan dan saat akhir dunia dengan cepat mendekat.

Bahkan dengan mataku yang terpejam, aku tahu.

Aku bisa merasakan kehadiran Iblis yang memprihatinkan di sampingku saat ia menunggu budak ini terbangun...

Sekarang, sebagai budak, bagaimana aku bisa lolos dari situasi ini...?

Untuk menghindari bahaya, gunakan komputer di otak untuk segera menemukan jawabannya.

Kesimpulan... Berpura-pura tidak mendengar apapun. Aku menamakannya sebagai strategi 'berpura-pura tidur'. Kesulitan ku akan diatasi dengan strategi ini. Jika orang yang berbicara itu baik hati, dia akan mengabaikannya setelah mengatakan,

'Yah, mau bagaimana lagi. Aku akan memaafkanmu karena kau menyedihkan'

Bahkan pola seperti 'aku akan mencium jika kau tidak bangun, oke? Chuu~~' juga tidak masalah.

"Jika kau tidak bangun dalam 3 detik, Kau akan menghadapi hukuman."

"... Apa maksudmu dengan 'hukuman'?"

Dalam waktu kurang dari satu detik strategi 'berpura-pura tidur' digagalkan dan aku menyerah pada ancaman tersebut.

Meski begitu, aku menolak untuk mengangkat kepala dan terus menolak.

"Lihat, seperti yang kuharapkan kau sudah bangun."

"Aku sudah tahu kelainanmu jika aku membuatmu marah."

"Itu bagus, lalu, apa kau punya waktu?"

"... dan jika aku bilang tidak?"

"Yah ... aku tidak bisa memaksamu, tapi aku akan marah jika tidak mau."

Dia kemudian melanjutkan.

"Dan jika aku marah, aku akan menjadi hambatan utama bagi kehidupan sekolah normal Ayanokouji-kun. Hmm, misalnya, banyak batu kecil di kursimu, menyemprotkan air ke kepalamu setiap kali kau memasuki kamar mandi dan terkadang menusukmu dengan Jarum jangka. Perilaku seperti itu, yup."

"Itu hanya pelecehan biasa! selain itu, yang terakhir terlihat aneh, seolah aku ingat sudah ditikam!"

Dengan enggan aku bangun dan duduk di kursiku.

Seorang gadis dengan rambut hitam panjang dan tajam, mata yang indah menunduk menatapku dari samping.

Namanya adalah Horikita Suzune. Kelas 1-D SMA, teman sekelasku.

"Jangan terlalu takut, itu hanya lelucon, aku tidak akan menuangkan air ke atas kepalamu dari atas saat kau di toilet."

"Paku payung dan jarum jangka lebih penting! Lihatlah ini, ini! Kau masih bisa melihat di mana aku ditikam! Bagaimana kau akan bertanggung jawab jika ini menjadi bekas luka seumur hidup?"

Aku menggulung lengan kananku dan menunjukkan lengan atasku kepada Horikita

"Dimana buktinya?"

"Hah?"

"Di mana buktinya? Apa kau mengatakan bahwa aku adalah pelakunya tanpa bukti?"

Tentu saja, tidak ada bukti. Meskipun satu-satunya orang yang cukup dekat untuk menikamku adalah Horikita, dan meskipun dia memegang jangka di tangannya, sulit untuk mengatakannya secara pasti...

Bagaimanapun, ada sesuatu yang penting untuk aku konfirmasikan.

"Apa aku benar-benar harus membantu? Aku akan memikirkannya lagi, tapi bagaimanapun juga..."

"Hei Ayanokouji-kun, menyesali keputusanmu saat kau putus asa atau saat kau sedang menderita ... Yang mana yang kau lebih sukai? Karena kau menarikku dari tanggung jawabku, kau harus bertanggung jawab. Benarkan?"

Horikita hanya menawarkan dua pilihan yang konyol dan ekstrem. sepertinya dia tidak akan memberikan kompromi. Suatu kesalahan karena telah membuat kontrak dengan iblis. Aku memutuskan untuk menyerah dan patuh.

"... Jadi, apa yang harus kulakukan?"

Tanyaku sambil gemetar ketakutan.

Aku tidak akan terkejut saat mendengar apa yang dia minta dari ku.

Aku tidak tahu bagaimana keadaannya menjadi seperti ini, tapi aku ingat kapan semua ini dimulai.

Aku bertemu dengan gadis ini tepat dua bulan yang lalu.

Apakah itu pada hari upacara masuk...?

April: Upacara masuk.

Aku pergi ke sekolah. Di dalam bus yang bergetar setiap kali melewati daerah bergelombang di jalan.

Saat melihat pemandangan berubah dari satu daerah ke daerah lainnya, para penumpang di bus meningkat secara bertahap.

Sebagian besar penumpangnya memakai seragam sekolah.

Seorang pekerja gaji yang frustrasi sendirian menaik bus teringat ketika dia sengajameraba-raba seseorang saat terakhir kali dia menaik bus yang penuh sesak.

Seorang wanita tua berdiri di depanku, berdiri terhuyung-huyung di atas kakinya yang goyah, terlihat seolah-olah dia akan terjatuh kapan saja.

Aku membuat kesalahan dengan naik bus.

Meskipun aku bisa mendapatkan tempat duduk yang bagus, angin dingin bertiup ke arah ku dan seluruh bus penuh sesak. Wanita tua yang malang itu harus menunggu sampai bus tiba di tempat tujuannya.

Langit tak berawan dan cuacanya cerah menyegarkan ... Aku pikir aku mungkin sedang tertidur.

Ketenangan dan kedamaianku tiba-tiba terganggu.

"Tidakkah kau pikir kau harus menyerahkan kursimu?"

Sejenak, aku membuka mata yang akan segera tertutup.

'Ump, kebetulan, apa kau sedang memarahiku?'

Itulah yang aku pikirkan pada awalnya, tapi rupanya orang di depan ku sedang diperingatkan.

Seorang laki-laki muda berambut pirang sedang duduk di kursi prioritas. Maksud ku murid SMA. Wanita tua itu berdiri di sampingnya. Seorang wanita kantoran berada di samping wanita tua itu.

"Kau yang di sana, tidak bisakah kau melihat wanita tua itu mengalami masalah?"

Wanita kantor sepertinya ingin dia menyerahkan kursi prioritas kepada wanita tua itu.

Di bus yang sepi, suaranya semakin keras dan menarik perhatian orang lain di dalam bus.

"Itu pertanyaan yang sangat gila, Nyonya."

Anak laki-laki itu mungkin marah, bodoh, atau mungkin jujur, tapi dia hanya tersenyum dan menyilangkan kakinya.

"Kenapa aku harus memberikan kursi ini kepada seorang wanita tua? Tidak ada alasanbagi ku untuk melepaskannya."

"Bukankah hal yang wajar jika menyerahkan kursi prioritas kepada orang tua?"

"Aku tidak mengerti, kursi prioritas hanyalah kursi prioritas, dan tidak ada kewajiban hukum bagi ku untuk bergerak. Apakah aku bergerak atau tidak harus diputuskan oleh aku sendiri, siapa yang saat ini duduk di kursi ini? Maukah kau menyerahkan tempat dudukmu? Karena aku seorang pemuda? Hahaha, itu cara berpikir yang bodoh."

Itu merupakan cara berbicara yang tidak diharapkan dari seorang murid SMA.Rambutnya dicat pirang dan ada beberapa sifat tak terduga bagi seorang murid SMA.

"Aku adalah seorang pemuda yang sehat. Tentu saja, aku tidak merasa bahwa berdiri akan membuatku kerepotan, tetapi jelas bahwa berdiri akan menghabiskan lebih banyak kekuatan fisik daripada duduk, aku tidak ingin melakukan hal yang tidak berguna. Atau mungkin, apa kau menyuruh ku untuk menjadi lebih hidup dan energik?

"Apa, bersikap seperti itu terhadap atasanmu !?"

"Atasan? Jelas sekali bahwa kau dan wanita tua sudah hidup lebih lama dari ku. Tidak ada keraguan tentang hal itu. Namun, 'di atas' mengacu pada tinggi badan, aku juga memiliki masalah dengan mu, bahkan jika ada perbedaan dalam Usia, bukankah itu sikap yang sangat kasar dan tidak sopan?"

(T/ N Superior dalam bahasa Jepang secara harfiah adalah "orang di atas" - dia mengatakan bahwa "di atas" dalam kata superior mengacu pada tinggi badan, bukan 'di atas secara sosial)

"Ap... kau seorang murid SMA! Jujur saja, dengarkan apa yang orang dewasa katakan!"

"Tidak masalah, tidak masalah..."

Wanita kantor itu sudah bekerja, tapi wanita tua itu tidak ingin membuat situasi semakin buruk. Dia mencoba menenangkannya dengan gerakan tangan, tapi wanita kantor terus menghina murid SMA itu dan sepertinya dia akan terbang di dalam kemarahan.

"Rupanya wanita yang lebih tua terlihat memiliki pendengaran yang lebih baik daripada kau. Oh sayang, aku pikir masyarakat Jepang belum sepenuhnya berguna. Nikmati sisa hidupmu sesuai dengan isi hatimu."

Setelah menunjukkan senyuman yang tak berdaya, dia meletakan ponsel di telinganya dan mulai mendengarkan musik yang keras. Wanita kantor yang angkat bicara mengertakkan giginya dengan jengkel.

Sikap sombongnya membuat dia kesal saat dia mencoba berdebat dengannya.

Secara pribadi, aku tidak melibatkan diri karena aku setuju, setidaknya, dengan anak laki-laki itu.

Begitu masalah moral terpecahkan, kewajiban untuk melepaskan kursi lenyap.

"Maaf..."

Wanita kantor mencoba menahan air matanya saat meminta maaf pada wanita tua itu.

Sebuah kejadian kecil terjadi di dalam bus. Aku merasa lega karena aku tidak terlibat dalam situasi ini. Aku tidak peduli dengan hal-hal seperti menyerahkan kursi ku kepada orang tua atau berisikeras menolak untuk pindah dari tempat dudukku.

Gangguan itu diakhiri dengan anak laki-laki yang menang dengan ego besarnya. Paling tidak, semua orang mengira semuanya sudah selesai.

"Um... aku juga berpikir bahwa wanita itu benar."

Sebuah bantuan tak terduga diperpanjang. Pemilik suaranya terlihat berdiri di depan wanita kantor dan dengan berani menyampaikan pendapatnya kepada bocah itu. Dia mengenakan seragam sekolah yang sama denganku.

"Kali ini gadis cantik, rupanya aku beruntung dengan wanita saat ini."

"Nenek, sepertinya sudah panas untuk sementara waktu sekarang, maukah kau melepaskan kursimu? Mungkin bukan urusanmu, tapi kupikir ini akan berkontribusi kepada masyarakat."

Dengan "pachin", anak laki-laki itu menjentikkan jarinya

"Kontribusi sosial? Aku mengerti, itu cara yang menarik untuk mengatakannya. Memberikan kursi untuk orang tua bisa menjadi cara untuk memberi kontribusi kepada masyarakat. Sayangnya, aku tidak tertarik untuk berkontribusi kepada masyarakat. Aku hanya memikirkan kepuasanku sendiri. Oh, Dan di bus yang penuh sesak ini, kau bertanya kepadaku yang sedang duduk di kursi prioritas, menyerahkan tempat dudukku, tapi tidak bisakah kau meminta orang lain yang diam dan membiarkan aku sendirian? Jika seseorang benar-benar peduli kepada orang tua, aku berpikir bahwa 'kursi prioritas di sini, kursi prioritas di sana' akan menjadi perhatian yang sepele."

Niat gadis itu tidak sampai kepada anak laki-laki itu, dan sikap kasar anak laki-laki itu tidak berubah. Baik wanita kantor maupun wanita tua itu tidak bisa berkata apa-apa dan berdiri di sana sambil tersenyum pahit.

Tapi gadis yang berdiri di depan anak itu tidak hancur.

"Semuanya, setidaknya tolong dengarkan aku, ada yang bisa memberikan tempat duduk untuk wanita tua ini? Tolong, siapa saja."

Bagaimana bisa begitu banyak belas kasihan, keberanian, dan tekad dalam beberapa kata itu? Sangat jarang melihat niat tulus semacam itu.

Dengan ucapannya, gadis itu mungkin terlihat jengkel. Tapi dia dengan serius menarik penumpang tanpa rasa takut.

Aku tidak berada di kursi prioritas, tapi aku duduk di dekat wanita tua itu. Dengan mengangkat tangan dan berkata "silahkan", situasi ini akan diselesaikan.

Orang tua juga akan tenang.

Seperti orang lain di dalam bus, aku tidak bergerak. Tidak ada yang merasa perlu untuk bergerak. Sikap dan perilaku anak laki-laki itu berhasil menangkap beberapa penumpang dan mereka meyakinkan diri mereka bahwa anak itu benar.

Tentu saja, orang tua adalah penyumbang dan pendukung Jepang yang tak dapat disangkal pentingnya.

Tapi kami, pemuda, adalah sumber daya manusia penting yang akan mendukung Jepang mulai sekarang.

Selain itu, karena populasi umum secara bertahap menua, nilai kami juga meningkat.

Jadi, jika kau membandingkan antara pemuda dan orang tua, sudah jelas yang mana yang lebih penting sekarang. yah, ini juga argumen yang sempurna, bukankah begitu.

Entah bagaimana, aku mulai bertanya-tanya apa yang akan dilakukan orang lain. Melihat sekeliling, orang-orang berpura-pura tidak memperhatikan atau terlihat ragu.

Tapi, gadis yang duduk di sampingku sama sekali berbeda.

Di antara kebingungan itu, dia benar-benar tanpa ekspresi.

Saat aku menatapnya tanpa sengaja karena keanehannya, mata kami bertemu sesaat. Aku tahu bahwa kami memiliki pemikiran yang sama. Tak satu pun dari kami mempertimbangkan untuk menyerahkan kursi kami untuk wanita tua itu.

"Oh, ini dia!"

Segera setelah gadis itu mengajukan banding, seorang wanita berdiri. Dia melepaskan kursinya, tidak mampu menahan rasa bersalahnya.

"Terima kasih!"

Saat gadis itu menundukkan kepala dengan senyuman penuh, dia mendorong kerumunan dan membimbing wanita tua itu ke tempat duduk.

Dia berterima kasih pada gadis itu berulang-ulang, lalu duduk di kursinya.

Sambil memperhatikan wanita tua dan gadis itu, aku melipat tangan dan memejamkan mata.

Bus segera sampai di tempat tujuan, dan berhenti di sekolah.

Saat turun dari bus, ada sebuah gerbang yang terbuat dari batu alam sedang menungguku.

Semua anak laki-laki dan perempuan berseragam turun dari bus dan melewati gerbang.

SMA Koudo Ikusei.

Sebuah sekolah yang dibuat oleh pemerintah Jepang yang bertujuan untuk membina kaum muda untuk mendukung masa depan.

Ini adalah tempat yang akan aku ikuti mulai hari ini.

Berhenti, tarik napas dalam-dalam.

Baiklah. ayo kita pergi!

"Tunggu sebentar."

Ketika aku mencoba mengambil langkah pertamaku, aku langsung berhenti saat seseorang mencoba berbicara dengan ku.

Aku dihentikan oleh gadis yang duduk di sebelah ku di dalam bus.

"Kau pernah melihat ku beberapa waktu yang lalu. Kenapa?", Katanya dengan tegas."Maaf, aku sedikit tertarik, apapun alasannya, kau tidak punya pikiran untukmenyerahkan kursimu kepada wanita tua itu, bukan?"

"Ya ya, aku tidak mau melepaskan kursiku, ada apa dengan itu?"

"Tidak, hanya saja aku memikirkan hal yang sama, aku juga tidak berniat melepaskan tempat dudukku, aku suka tidak berada dalam masalah, aku tidak suka khawatir dengan hal-hal seperti itu."

(TN Ketika dia mengatakan "aku suka tidak berada dalam masalah", dia menggunakan sebuah idiom yang mirip dengan "membiarkan anjing berpura-pura tidur")

"Tetaplah berada di luar masalah? jangan bandingkan aku denganmu, aku tidak melepaskan kursiku karena aku tidak merasa menyerah untuk menyerahkannya kepada seorang wanita tua."

"Bukankah itu lebih buruk dari sekadar menghindari masalah?"

"Aku tidak tahu, aku hanya bertindak berdasarkan keyakinanku sendiri, berbeda dengan orang-orang yang menghindari hal-hal yang menyusahkan seperti mu, aku tidak ingin menghabiskan waktu dengan orang-orang sepertimu."

"...Aku merasakan hal yang sama."

Aku hanya ingin memberikan pendapatku, tapi aku tidak benar-benar ingin bicara bolak-balik.

Kami berdua sengaja mendesah dan mulai berjalan ke arah yang sama.

Aku tidak suka dengan upacara masuk. Banyak tahun pertama berpikir dengan cara yang sama.

Kepala sekolah dan para siswa saling mengucapkan terima kasih, terlalu banyakberdiri, dan ini adalah rasa sakit di pantat karena ada banyak hal yang merepotkan.

Tapi bukan itu yang ingin aku katakan.

Upacara masuk sekolah dasar, menengah, dan tinggi menandai dimulainya suatu ujian besar bagi murid.

Untuk beberapa hari pertama setelah upacara masuk, murid harus berteman untuk menikmati sisa kehidupan sekolah mereka.

Jika seseorang gagal dalam tugas ini, dikatakan bahwa tiga tahun yang menyedihkan menanti mereka.

Mengikuti prinsipku untuk menghindari masalah, aku pikir akan lebih baik untuk membuat beberapa teman dan membangun hubungan manusia yang layak.

Sehari sebelumnya, aku mencoba berlatih berteman karena belum berpengalaman.

Skenario pertama meledak di dalam kelas dan kemudian berbicara dengan penuh semangat.

Skenario kedua diam-diam mengeluarkan sebuah catatan dengan alamat email ku di sana. Kemudian menjadi teman setelahnya.

Dalam kasusku, aku harus berlatih karena ini adalah lingkungan yang sama sekali berbeda daripada yang telah aku pakai seumur hidupku.. Aku benar-benar sendirian. Aku memasuki medan pertempuran sengit sendirian.

Menghadap kelas, aku berjalan ke kursi dengan papan namaku di atasnya.

Sebuah kursi ke arah belakang ruangan dan di dekat jendela. Umumnya tempat yang bagus untuk didapatkan.

Ruang kelas hanya sekitar setengah penuh.

Murid melihat materi kelas mereka sendiri atau sedang berbicara dengan kenalan dan teman.

Sekarang, apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku mengenal seseorang selama waktu senggang ini? Duduk di beberapa kursi di depanku, seorang anak laki-laki gemuk terlihat sendirian (imajinasi egoisku).

Dia melepaskan sebuah aura yang berteriak, "Seseorang berbicara dengan ku dan jadilah temanku!" (Lagi, imajinasi egoisku)

Namun jika kau tiba-tiba mendekati seseorang dan berbicara dengan mereka, mereka mungkin akan merasa terganggu.

Apa kau harus menunggu waktu yang tepat? Tidak, pada saat itu, dia mungkin akan dikelilingi oleh musuh, dan ada kemungkinan besar aku akan menjadi tanpa teman.

Seperti yang aku harapkan, aku harus berbicara....

Tunggu, tunggu, jangan tergesa-gesa.

Jika aku sembarangan melompat masuk dan berbicara dengan murid yang tidak dikenal, aku mungkin akan dipukuli oleh orang lain.

Ini tidak ada gunanya, spiral negatif...

Pada akhirnya, aku tidak bisa berbicara dengan siapa pun, dan seiring berjalannya waktu, aku akan segera ditinggalkan sendirian.

Apa dia masih sendiri? Apa aku mendengar tawa? Aku harus melakukan sesuatu.

Aku berfikir apa itu teman? Dari mana asal teman? Apakah seseorang menjadi teman setelah mereka makan bersama? Atau apakah kau akan menjadi teman setelah pergi ke kamar mandi bersama?

Semakin aku memikirkannya, semakin aku tidak memahaminya. Apakah itu sesuatu yang dalam? Aku harus memikirkannya lagi.

Mencoba membuat teman baru benar-benar merepotkan dan melelahkan. Pertama, haruskah aku mencoba berteman seperti ini? Selanjutnya, bukankah persahabatan terbentuk secara alami dari waktu ke waktu? Pikiranku berantakan total seperti festival musim panas yang kacau.

Sementara pikiranku masih kabur dan bingung, kelas dengan cepat terisi saat murid lain yang masuk ke dalam kelas.

Oh yah, aku tidak punya pilihan selain mencoba.

Setelah perjuangan internal yang panjang, aku mulai bangkit dari tempat dudukku. Namun...

Ketika aku bangun, aku melihat bahwa anak laki-laki gemuk yang memakai kacamata sedang berbicara dengan teman sekelas yang lain.

Dengan senyuman yang pahit, kusadari tidak ada persahabatan yang akan dibuat di sini.

Bagus untukmu, kacamata-kun ...

Kau membuat teman pertamamu-

"Kau, yang sebelumnya ...!"

Merasa bingung, aku melakukan pencarian jiwa yang serius.

Tanpa disengaja, aku mendesah dalam-dalam dari dasar paru-paruku. Kehidupan SMA ku terlihat sangat suram.

Aku melihat bahwa kelas hampir penuh, dan kemudian aku mendengar seseorang meletakkan tas mereka di kursi di sebelahku.

"Itu adalah desahan yang berat, meski semester sekolah belum dimulai. Aku merasa ingin mendesah setelah bertemu lagi denganmu."

Orang yang duduk di sebelah ku adalah gadis yang aku ajak berdebat setelah turun dari bus.

"... Jadi kita di kelas yang sama, ya."

Lagipula, hanya ada 4 kelas tahun pertama. Ini tidak terlihat seperti sebuah kebutulan. tidak mungkin kami ditempatkan di kelas yang sama.

"Aku Ayanokouji Kiyotaka. Senang bertemu denganmu."

"Tiba-tiba mengenalkan diri?"

"Bahkan jika kau menyebut ini mendadak, ini adalah saat kedua kalinya kita berbicarasatu sama lain. Bukankah pengenalan itu perlu?"

Bagaimanapun, aku tidak memiliki cara untuk memperkenalkan diri kepada siapapunsebelumnya. Bahkan untuk gadis nakal ini. Meski untuk bisa mengenal kelas ini, palingtidak aku ingin mempelajari nama orang sebelahku.

"Apa kau keberatan jika aku menolak ucapanmu?"

"Kurasa akan canggung jika kita tidak saling mengenal nama masing-masing, meski kita duduk bersebelahkan."

"Aku pikir itu tidak masalah."

Setelah melirik ke arahku, dia meletakkan tasnya di atas meja. Sepertinya dia tidak akan memberitahuku namanya.

Gadis itu tidak menunjukkan minat pada sisa kelas, dan duduk di kursinya seperti model.

"Apa temanmu ada di kelas lain atau Kau datang ke SMA ini sendirian?"

"Kau penasaran, bukan? Kau seharusnya tidak berbicara denganku karena kau sama sekali tidak akan menganggapnya menarik."

"Jika aku mengganggumu, katakan saja aku untuk tutup mulut."

Kupikir pembicaraan itu selesai, tetapi setelah tiba-tiba hatinya berubah, dia menghela napas dan menatapku.

"Namaku Horikita Suzune."

Aku tidak berharap bisa menerima jawaban, tapi dia... tidak, Horikita, mengenalkan dirinya.

Untuk pertama kalinya aku melihat wajahnya.

... Wow, dia imut.

Maksudku, dia cantik.

Meskipun dia berada di kelas yang sama, dia mungkin bisa lulus sebagai murid kelas dua atau ketiga.

Dia terlihat seperti wanita dewasa.

"Biarkan aku memulai dengan mengatakan sedikit tentang diriku. Aku tidak memiliki hobi tertentu, tapi aku memiliki ketertarikan pada segalanya. Aku tidak punya banyak teman, tapi aku pikir akan lebih baik untuk memiliki beberapa teman. Itulah tipe orang sepertiku."

"Kedengarannya seperti jawaban dari seseorang yang menghindari situasi yang merepotkan, aku rasa aku tidak akan menyukai seseorang yang berpikir seperti itu."

"Rasanya seluruh eksistensiku telah ditolak dalam satu detik..."

"Aku berdoa agar tidak ada lagi nasib buruk yang menimpaku."

"Aku bersimpati dengan mu, tapi aku rasa itu tidak akan menjadi kenyataan."

Aku menunjuk ke pintu kelas. Yang berdiri di sana adalah....

"Peralatan di kelas ini sepertinya bagus! Ruang kelas terlihat seperti rumor yang beredar!"

Itu adalah anak laki-laki yang berdebat dengan gadis di dalam bus.

" Begitu, tentu saja nasib yang buruk."

Sepertinya bukan hanya kami, tapi anak bermasalah itu juga ada di kelas D.

Tanpa memperhatikan kami sama sekali, ia duduk di kursi bertuliskan "Koenji". Aku ingin tahu apakah dia mengerti arti dari istilah "persahabatan". Mari kita coba mengamatinya sebentar.

Koenji kemudian menyandarkan kakinya ke meja, mengeluarkan gunting kuku, dan mulai merawat kuku jarinya. Dia bertindak seolah-olah dia adalah satu-satunya orang di sana dan mengabaikan semua lingkungannya.

Ucapannya di bus sepertinya berasal dari pemikiran aslinya.

Dalam waktu kurang dari sepuluh detik, lebih dari setengah kelas mundur dari Koenji. Bahkan di sini, sikap penting dirinya pun merasuki kelas.

Melihat ke sampingku, aku melihat Horikita sedang melihat ke mejanya, membacasalah satu bukunya sendiri.

Ups, aku lupa bahwa berbicara bolak-balik adalah salah satu dasar untuk melakukan percakapan.

Salah satu kesempatanku untuk berteman dengan Horikita hancur.

Mengintip judul buku itu, aku melihat bahwa dia sedang membaca "Kejahatan dan Hukuman".

Itu menarik. Entah ada alasan untuk membunuh seseorang atau tidak, ia sedang merencanakan sebuah pembunuhan. Mungkin hobi Horikita mirip dengan yang ada di buku itu.

Bagaimanapun, sejak perkenalan diri selesai, sepertinya kami tidak akan sering berinteraksi.

Setelah beberapa menit, bel pertama berbunyi.

Hampir pada saat bersamaan, seorang wanita yang mengenakan jas berjalan masuk ke kelas.

Pada kesan pertama, dia terlihat seperti guru yang membawa kedisiplinan kelas dengan ketat. Dia terlihat seperti berusia sekitar 30 tahun. Rambutnya yang panjang diikat menjadi ekor kuda.

"Ahem, selamat pagi murid baru, namaku Chiyabashira Sae dan aku bertugas di kelas D tahun ini, aku mengajar sejarah Jepang, sekolah ini tidak mengatur ulang kelas setiap tahun, jadi selama tiga tahun ke depan, aku harap aku bisa mengenal kalian semua. Salam kenal. Meski upacara masuk akan dimulai satu jam dari sekarang di gym, sekarang aku akan membagikan daftar peraturan khusus sekolah ini dan panduan matrikulasi."

Dari depan, kertas lembaran disebarkan.

Di sekolah ini, ada aturan khusus yang membuatnya berbeda dari setiap SMA lainnya. Semua murid diharuskan tinggal di sekolah dan dilarang menghubungi siapapun di luar sekolah.

Bahkan menghubungi keluarga dekat menjadi tidak mungkin tanpa izin sekolah.

Meninggalkan halaman sekolah juga dilarang.

Namun, ada banyak fasilitas lain sehingga murid tidak mengalami keterbatasan. Ada karaoke, ruang teater, kafe, dan bahkan butik. Kau bisa mengatakan bahwa itu adalah sebuah kota kecil. Dan di tengah kota besar, sekolah besar itu mengambil lebih dari 600.000 meter persegi.

Ada satu karakteristik khusus lagi di sekolah ini. Pengenalan sistem S.

"Sekarang aku akan membagikan kartu identitas siswa, dengan kartu ini, kalian bisa membeli apapun dari toko dan fasilitas di sekitar sekolah, seperti kartu kredit, namun hati-hati dengan berapa banyak poin yang kalian gunakan. Tidak ada yang tidak bisa kalian beli di sekolah. Jika ada sesuatu di sekolah, itu bisa dibeli.."

Sistem poin yang terkait dengan kartu pelajar ini pada dasarnya menggantikan uang.

Dengan cara ini, setiap murid akan memulai dengan jumlah uang yang sama dan akan dipaksa untuk memeriksa kebiasaan konsumsi mereka. Bagaimanapun, semua poin diberikan secara gratis dari sekolah.

"Kartu pelajar bisa digunakan dengan menggeseknya di mesin. Menggunakan mesin sangat mudah, jadi kalian tidak akan bermasalah dengan mereka. Poin akan dikreditkan secara otomatis pada hari pertama setiap bulan. Semua orang pasti sudah memiliki 100.000 Poin pada kartu mereka. Selain itu, 1 poin bernilai 1 yen... tidak ada gunanya menjelaskan lebih lanjut. "

Sejenak, kelas menjadi ribut.

Dengan kata lain, karena diterima di sekolah ini, kami mendapatkan tunjangan bulanan 100.000 yen dari sekolah tersebut. Seperti yang diharapkan dari sebuah sekolah yang diciptakan oleh pemerintah Jepang.

100.000 yen adalah sejumlah besar uang yang diberikan kepada murid sebagai uang saku bulanan.

"Apa kalian terkejut dengan jumlah poin yang diberikan? Sekolah ini mengukur kemampuan murid. Semua orang di sini, yang lulus ujian masuk, telah menunjukkan beberapa tingkat kebaikan dan nilai. Jumlah uang adalah cerminan dari kemampuan kalian. Tanpa menahan diri. Setelah lulus, bagaimanapun, semua poin akan diambil kembali. Karena tidak mungkin mengubah poin-poin ini menjadi uang tunai, tidak ada gunanya menabung poin. Bagaimana poin yang akan digunakan terserah kalian. Gunakan untuk hal-hal yang kalian suka atau yang diperlukan. Jika kalian merasa tidak berguna untuk beberapa poin kalian, kalian dapat selalu mentransfernya ke orang lain. Namun, mengintimidasi orang lain untuk poin dilarang. Sekolah sangat ketat dalam hal-hal yang berkaitan dengan intimidasi."

Chiyabashira-sensei melihat ke sekeliling ruangan.

"Sepertinya tidak ada yang bertanya, kalau begitu, silakan menjalani kehidupan murid yang baik."

Banyak teman sekelas yang tidak bisa menyembunyikan kejutan mereka akan besaran uang tunjangan.

"Sekolah itu tidak seketat seperti yang aku kira."

Kupikir aku sedang berbicara dengan diriku sendiri, tapi Horikita melihat ke arahku dan mengira aku sedang berbicara dengannya.

"Ini jelas terlihat seperti sekolah yang longgar."

Meskipun mereka memaksa kami untuk tinggal di asrama, melarang kami untuk pergi ke luar sekolah dan melarang kami menghubungi siapa pun di luar, mereka memberi kami banyak poin untuk digunakan di sekolah.

Bisa dikatakan bahwa murid ditempatkan di surga dengan perlakuan istimewa.

Dan penghargaan terbesar untuk SMA Koudo Ikusei adalah tingkat kerja mereka yang 100%.

Di bawah bimbingan pemerintah secara menyeluruh, sekolah tersebut bekerja menuju masa depan yang lebih baik dengan semua sumber dayanya. Sebenarnya, banyak alumni sekolah yang dipublikasikan secara luas ini adalah orang-orang terkenal. Biasanya, tidak masalah seberapa terkenal dan bagusnya sekolah, bidang spesialisasinya sempit. Sebuah sekolah mungkin mengkhususkan diri pada olahraga, atau mengkhususkan diri pada musik. Atau mungkin itu spesialisasi dalam topik terkait komputer. Tapi sekolah ini memenuhi keinginan apapun dalam genre apa pun yang mungkin ingin dipelajari seseorang. Ini adalah sekolah yang memiliki sistem dan nilai seperti itu.

Karena itulah aku pikir atmosfer kelas akan lebih bersaing dan haus darah, namun sebagian besar teman sekelas ku terlihat seperti murid biasa yang dapat kau temukan di tempat lain.

Tidak, mungkin itu sebabnya semua orang begitu normal. Kami sudah diakui sebagai murid yang lulus ujian masuk. Bisakah kami lulus dengan damai dan tanpa kejadian...? Aku bertanya-tanya apakah itu mungkin.

"Perlakuan istimewa ini sedikit menakutkan."

Setelah mendengarkan Horikita mengatakan itu, aku juga merasakan hal yang sama.

Aku pikir akan lebih baik untuk tetap tidak tahu detail tentang sekolah ini.

Karena mereka mampu memenuhi keinginan apapun, aku pikir akan ada beberapa risiko yang berhubungan dengan sekolah tersebut.

"Ne ne~, Apa kau ingin pergi melihat toko-toko itu? Ayo pergi belanja!"

"Un Dengan uang sebanyak ini, kita bisa membeli apapun. Hebat rasanya aku bisa masuk ke sekolah ini ~"

Setelah guru meninggalkan ruangan, murid-murid yang menerima sejumlah besar uang merasa resah.

"Semuanya, bisakah kalian mendengarkan ku sebentar?"

Seorang murid yang memiliki udara seorang pemuda mengangkat tangannya dan berbicara.

Rambutnya tidak diwarnai dan terlihat seperti murid kehormatan. Dia juga sama sekali tidak terlihat nakal.

"Mulai hari ini, kita akan berada di kelas yang sama untuk tiga tahun ke depan. Jadi, akan lebih bagus lagi jika kita semua bisa mengenalkan diri dan menjadi teman. Masih ada waktu sampai upacara masuk, jadi bagaimana menurut kalian?"

Oh ... dia mengatakan sesuatu yang menakjubkan. Sebagian besar murid tidak akan bisa menemukan kata-kata untuk diucapkan.

"Aku setuju, bagaimanapun, kita tidak saling mengenal nama masing-masing, acuh terhadap satu sama lain."

Setelah orang pertama setuju, murid yang sebelumnya ragu kemudian menyuarakan dukungan mereka.

"Namaku Hirata Yousuke. Karena aku sering dipanggil dengan nama depanku, Yousuke, di SMP, jangan ragu untuk menggunakan nama depanku. Meskipun aku menyukai semua olahraga, aku menyukai sepak bola khususnya, dan juga berencana untuk bermain sepak bola di Sekolah ini, tolong kerjasamanya."

Laki-laki yang mengusulkan agar kelas mengenalkan diri mereka dengan lancar dan tanpa cela melakukan pengenalan dirinya sendiri.

Kau benar-benar memiliki banyak keberanian. Dan kau bahkan berbicara tentang sepak bola. Setelah berbicara tentang sepak bola dengan ucapan yang menyegarkan itu, popularitasnya dikalikan 2 kali, tidak, 4 kali. Lihatlah semua gadis di dekat Hirata memiliki hati di mata mereka.

Sepertinya, Hirata akan menjadi tokoh sentral kelas, dan mungkin akan menarik perhatian semua orang sampai kami lulus.

Dan kemudian dia mungkin akan pergi dengan gadis paling imut di kelas. Mungkinitulah yang akan terjadi.

"Nah, kalau itu memuaskan... lalu, bisakah kita memulai perkenalan diri dari awal?"

Dengan mulus sampai akhir, Hirata meminta persetujuan.

Meski gadis pertama bingung dan gugup, dia segera memutuskan dan berdiri.

Dengan kata lain, dia bingung dengan kata-kata Hirata.

"M-namaku Inogashira K-ko-"

Saat dia mencoba mengenalkan dirinya, kata-katanya berhenti di mulutnya.

Entah pikirannya kosong atau dia tidak bisa mengumpulkan pikirannya sepenuhnya, dia tidak dapat berbicara dengan jelas. Saat kata-kata tidak lagi keluar, wajahnya menjadi pucat karena malu. Sangat jarang melihat seseorang menjadi sangat gugup.

"Lakukan yang terbaik~"

"Tidak masalah jika kau tidak terburu-buru ~"

Kata-kata baik itu berasal dari teman sekelas. Tapi kata-kata itu akan menjadi bumerang, dan kata-kata yang tertancap di tenggorokannya lenyap. Keheningan berlanjut selama 5 detik, lalu 10 detik. Tekanannya sangat terasa.

Tawa kecil datang dari beberapa gadis di kelas. Dia lumpuh ketakutan. Salah satu gadis itu angkat bicara.

"Melakukannya secara perlahan itu tidak masalah, jangan terburu-buru melewatinya."

Meskipun kata-katanya mirip dengan "Lakukan yang terbaik ~" dan "Tidak masalah jika kau tidak terburu-buru," makna kalimat yang dipegang sama sekali berbeda.

Bagi gadis yang gugup, kata-kata anak laki-laki itu terlihat sedikit kuat.

Di sisi lain, kalimat gadis itu seperti menyuruhnya untuk melakukan dengan cara diasendiri dan terasa lebih meyakinkan.

Setelah mendapatkan sedikit ketenangannya, dia menarik napas dalam dan keluar

untuk menenangkan diri.

Kemudian setelah beberapa saat...

"Namaku, Inogashira ... Kokoro, hobiku menjahit dan aku pandai merajut. M-mohon bantuannya!"

Dari kata pertama, dia mengatakan semua yang ingin dia katakan tanpa henti.

Dengan ekspresi lega, senang, dan sedikit malu, Inokashira duduk.

Berkat bantuannya, pengenalan Inogashira selesai tanpa masalah. Perkenalan diri lainnya dilanjutkan.

"Aku Yamauchi Haruki. Di sekolah dasar, aku bermain tenis meja di tingkat nasional, lalu adalah klub baseball di sekolah menengah. Aku memiliki nomor seragam 4. Tapi karena aku mengalami cedera saat Inter High baru-baru ini, jadi aku saat ini di rehab. Senang bertemu dengan kalian."

Aku tidak berpikir nomor 4 memiliki arti untuk itu....

Dan Inter High adalah turnamen olahraga untuk SMA... kau tidak bisa berkompetisi sebagai anak SMP.

Atau apa dia mencoba menceritakan sebuah lelucon? aku mendapat kesan bahwa dia tipe orang yang sembrono dan longgar.

"Kalau begitu aku berikutnya, kan?"

Gadis ceria yang berdiri berikutnya adalah orang yang memberi tahu Inogashira untuk mengenalkan dirinya mengikuti langkahnya sendiri.

Dan merupakan gadis yang membantu wanita tua di bus pagi tadi.

"Namaku Kushida Kikyou, dan karena tidak ada teman dari SMP yang datang ke sekolah ini, aku ingin mengenal semua orang dan menjadi teman!"

Sebagian besar murid menyelesaikan salam mereka setelah beberapa patah kata, tapi Kushida terus berbicara.

"Pertama-tama, aku ingin berteman dengan semua orang di sini. Setelah kalian selesai dengan perkenalan kalian, tolong tukar nomor kontak denganku!"

Kata-katanya bukan hanya kata-kata. Aku bisa langsung tahu bahwa dia adalah tipe perempuan yang segera membuka hatinya.

Kata-katanya kepada Inogashira bukan hanya dorongan yang terlihat sesuai untuk situasi ini, tapi juga perasaannya yang sebenarnya.

Selain itu, dia terlihat seperti tipe orang yang bisa beteman dengan semua orang.

"Kemudian, saat liburan atau sepulang sekolah, aku ingin membuat kenangan bersama banyak orang, jadi tolong ajak aku ke banyak acara. Aku sudah berbicara, jadi aku akan mengakhiri perkenalan diri di sini."

Dia pasti akan berteman dengan semua laki-laki dan perempuan di kelas.

... Tentu saja, bukan berarti aku mengkritisi perkenalan diri orang lain.

Aku sedikit gelisah karena alasan tertentu.

Apa yang harus aku katakan dalam perkenalanku? ... haruskah aku mencoba menceritakan sebuah lelucon juga?

Atau haruskah aku tertawa terbahak-bahak dengan menciptakan ketegangan yang tinggi selama pidatoku?

Tidak, tapi aku bertanya-tanya. Ketegangan tinggi mungkin akan merusak mood. Sebagai permulaan, aku bukan tipe karakter seperti itu.

Sementara aku tersesat dalam kekhawatiranku sendiri, perkenalan diri berlanjut.

"Lalu, yang berikutnya adalah"

Saat Hirata menatap murid berikutnya, murid berikutnya menembaknya tajam.

Dengan rambut merah cerah, anak itu terlihat seperti anak nakal dan berbicara dengan cara yang sesuai dengan penampilannya.

"Apa kalian bodoh? aku tidak ingin mengenalkan diri, tinggalkan aku sendiri."

Rambut merah menatap Hirata. Ketegangan menggantung di udara.

"Aku tidak bisa memaksamu untuk mengenalkan diri mu, tapi aku tidak berpikir itu adalah hal yang buruk untuk berteman dengan teman sekelasmu. Jika kau merasa tidak enak, aku minta maaf."

Setelah melihat Hirata menundukkan kepalanya ke arah rambut merah, beberapa gadis melotot kepada rambut merah.

"Tidak masalah jika melakukan pengenalan diri sederhana?"

"Ya, ya!"

Seperti yang diharapkan dari ikemen anak sepak bola. Sepertinya dia dengan cepat menarik perhatian gadis-gadis itu.

Namun, dimulai dengan rambut merah, sekitar setengah dari anak laki-laki lainnya diaduk karena kecemburuan terhadap Hirata.

"Tidak, aku tidak ingin berpura-pura bahwa kita adalah teman baik."

Rambut merah bangkit dari tempat duduknya. Pada saat bersamaan, beberapa murid lainnya meninggalkan ruangan. Mereka mungkin tidak berniat mengenal teman sekelas mereka. Horikita juga mulai bangkit dari tempat duduknya.

Dia melihat ke arahku, tapi ketika dia menyadari bahwa aku tidak bergerak, dia mulai berjalan keluar ruangan. Hirata terlihat sedikit sedih saat melihat kelompok itu keluar kelas.

"Mereka bukan orang jahat, aku juga salah karena aku meminta mereka untuk tidak mementingkan diri sendiri."

"Hirata-kun tidak bersalah, ayo kita tinggalkan orang-orang itu saja."

Meskipun beberapa orang pergi setelah tidak ingin melakukan perkenalan diri, murid yang tersisa terus berkeliling dan mengenalkan diri mereka

"Aku Ike Kanji, hal-hal yang aku suka adalah anak perempuan, dan hal-hal yang aku benci adalah ikemen. Aku sedang mencari pacar, senang bertemu dengan kalian! Tentu saja lebih baik jika itu imut atau cantik!"

Sulit untuk mengatakan apakah dia mengatakan itu sebagai lelucon atau apakah itu pemikirannya yang sebenarnya, tapi dia mendapatkan kemarahan dari perempuan itu.

"Wow, keren~ Ike-kun, kau sangat lembut," kata salah satu gadis dengan suara yang sama sekali tanpa emosi.

Tentu saja, sudah jelas bahwa itu adalah 1000% kebohongan.

"Benarkah? Benarkah? Wow, aku pikir aku tidak buruk, tapi ... hehe."

Rupanya Ike mengira itu benar dan menjadi sedikit malu.

Tiba-tiba semua perempuan tertawa.

"Wow, semuanya, dia imut, dia sedang mencari pacar!"

Tidak, kau sedang diejek.

Ike melambaikan tangannya dengan riang saat diejek. Sepertinya dia bukan orang yang jahat.

Kemudian, anak laki-laki yang berkelahi di bus, Koenji, adalah yang berikutnya.

Setelah mengecek poninya dengan cermin tangan, ia menggunakan sisir untuk mengatur rambutnya.

"Um, bisakah kau memperkenalkan dirimu?"

"Fu~ baiklah."

Sambil tersenyum seperti bangsawan muda, dia menunjukkan sekilas tentang tingkah lakunya yang tidak sopan.

Kupikir dia akan berdiri, tapi kaki Koenji terus berada di atas meja, dan memulai pengenalan dirinya sambil duduk seperti itu.

"Namaku Koenji Rokusuke. Sebagai satu-satunya pewaris perusahaan Koenji, aku adalah orang yang akan bertanggung jawab untuk masyarakat Jepang dalam waktu dekat. Senang bertemu dengan kalian, para wanita."

Itu adalah pengenalan untuk wanita, berlawanan dengan keseluruhan kelas.

Beberapa gadis menatap Koenji dengan mata berkilauan setelah mendengar bahwa dia kaya, sementara yang lainnya menatapnya seperti dia sudah gila.... Itu wajar.

"Mulai sekarang, aku akan terus-menerus menghukum sesuatu yang membuat ku merasa tidak nyaman. Hati-hati dengan hal itu."

"em... Koenji-kun, apa maksudmu dengan 'apapun yang membuatku tidak nyaman'?"

Merasa tidak enak mendengar kata-katanya, Hirata bertanya lagi padanya.

"Tepat seperti yang aku katakan, tapi jika aku memberi contoh - aku benci hal-hal yang tidak menarik. Jika aku melihat sesuatu yang jelek, aku akan melakukan apa yang aku katakan."

Dia menyisir rambutnya ke atas.

"Oh, terima kasih, aku akan pastikan untuk berhati-hati."

Rambut merah, Horikita, Koenji. Lalu Yamauchi dan Ike. Sepertinya semua murid yang aneh berkumpul di kelas ini. Dalam waktu singkat, aku dapat melihat sekilas berbagai murid di kelasku.

Aku juga memiliki kalimat yang aneh, tidak ada yang spesial dari ku.

Aku ingin menjadi burung yang bebas, tapi aku terbang dari kandang sendirian.

Tanpa memikirkannya, aku ingin mengalami kebebasan.

Jika kau melihat ke luar, kau bisa melihat keanggunan burung... yang tidak dapat kau lihat saat ini.

Aku memang orang seperti itu.

"Um... orang berikutnya mohon kenalkan dirimu."

"Eh?"

Giliran ku telah tiba saat aku masih tersesat dalam khayalan ku. Banyak murid yang menungguku untuk memberikan pengenalanku. Oi oi, jangan melihatku dengan banyak antisipasi (imajinasiku).

Oh yah, aku akan mencari tahu untuk pengenalan diri ini.

Baik! Bangun dan mulai.

"Baiklah... Um, namaku Ayanokouji Kiyotaka. Eh, tidak ada yang spesial dariku, aku akan melakukan yang terbaik untuk berteman dengan semua orang, senang bertemu denganmu."

Setelah menyelesaikan sapaanku, aku cepat-cepat duduk kembali.

Fu... apa semua orang melihatnya? Pengenalan diriku?

... gagal!

Aku mengubur wajahku di tanganku.

Aku terlalu sibuk tersesat dalam khayalanku, jadi aku tidak bisa mengemukakan kata- kata yang tepat sebelumnya.

Itu adalah pengenalan yang membosankan dan kaku sehingga tidak ada yang akan mengingatnya nanti.

"Senang bertemu denganmu Ayanokouji-kun, aku juga ingin berteman dengan semua orang, jadi ayo kita lakukan yang terbaik."

Kata Hirata sambil tersenyum segar

Semua orang bertepuk tangan. Aku merasa semua orang bertepuk tangan setelah melihat melalui kesalahanku.

Pada saat yang sama, Aku merasa sangat sakit karena merasa kasihan.

Aku masih bahagia, mungkin.

Meski sekolah ini sulit, upacara masuk sama seperti di sekolah lainnya.

Setelah mengucapkan terima kasih dari beberapa direktur utama atau direktur lainnya, upacara tersebut berakhir.

Dan saat siang hari. Setelah kami mendapat penjelasan tentang semua bangunan dan fasilitas di sekolah, kelompok tersebut berpisah.

70, 80% murid mulai menuju ke asrama. Sisa murid yang lainnya membentukkelompok kecil dan berjalan menuju kafe dan tempat karaoke. Semua orang dengancepat menghilang.

Dalam perjalanan ke asrama, aku memutuskan untuk pergi ke toko serba ada. Tentu saja aku sendirian. Aku tidak mengenal orang lain.

"... Kebetulan yang sangat tidak menyenangkan."

Begitu aku memasuki toko, aku terus bertemu secara kebetulan dengan Horikita lagi.

"Jangan berseteru. Sebaliknya, apa kau juga punya barang untuk dibeli?"

"Ya, hanya sedikit, aku datang untuk membeli beberapa kebutuhan."

Horikita berbicara sambil memeriksa sampo yang dia ambil dari rak.

Kehidupan asrama dimulai dari hari ini, kau membutuhkan lebih dari sekedar "sedikit"... Gadis juga membutuhkan berbagai macam produk.

Dia segera memasukkan sampo dan kebutuhan sehari-hari lainnya ke dalam keranjangnya. Kupikir dia akan mencari barang yang berkualitas, tapi dia hanya mencari yang termurah.

"Kupikir perempuan lebih memperhatikan jenis sampo apa yang akan mereka gunakan."

"Itu bergantung pada tipe orangnya, bukan? Tipe orang yang tidak tahu harusbagaimana mengeluarkan uangnya."

Dia mengirimi ku tatapan dingin yang berbunyi, "Tidak bisakah kau melihat barang- barang orang lain tanpa izin?"

"Lagupula, aku tidak berharap kau tinggal di kelas untuk mengenalkan diri sendiri. Kau tidak terlihat seperti tipe orang yang berada di kelompok teman sekelas."

"Aku mencoba untuk berada di kelompok itu dengan tenang karena aku mencoba menghindari masalah. Kenapa kau tidak berpartisipasi dalam perkenalan diri? Ini hanya sebuah sapaan singkat, kau bisa berteman dengan lain dan mendapatkan kesempatan untuk membuat Teman."

Selain itu, banyak murid yang saling bertukar kontak satu sama lain.

Jika Horikita sudah berpartisipasi, mungkin dia sudah menjadi populer di kelas. Sayang sekali.

"Ada banyak alasan yang bisa aku berikan kepadamu, tapi haruskah aku memberikan penjelasan yang sederhana? Bahkan jika aku memperkenalkan diri, tidak ada jaminan bahwa aku akan berteman dengan semua orang. Sebaliknya, mungkin itu akan menimbulkan masalah. Jika aku tidak melakukan pengenalan, tidak satu pun masalah yang akan terjadi. Benar kan?"

"Tapi masih ada kemungkinan yang tinggi bahwa kau akan akur dengan semua orang..."

"Dari mana kau mendapatkan kemungkinan itu? Aku mengatakannya, tapi kami tidak akan pernah berdebat mengenai hal tersebut jika kami mencoba untuk memperdebatkannya, jadi katakan saja jika kemungkinannya tinggi. Jadi, apa kau berteman dengan seseorang?"

"Uu..."

Dia menatapku sambil berbicara.

...Begitu. Anehnya, dia benar.

Sebenarnya, aku tidak bisa bertukar kontak dengan siapa pun.

Ini tidak bisa dijadikan bukti untuk membuktikan bahwa ada kemungkinan tinggi untuk berteman jika dia mengenalkan dirinya. Aku mengalihkan pandanganku pada kata-kata Horikita.

"Dengan kata lain, kau tidak memiliki bukti bahwa perkenalan diri membuat teman mudah ditemukan."

Horikita melanjutkan."Kita mulai dengan, aku tidak pernah bermaksud untuk berteman, jadi aku tidak perlu memperkenalkan diri dan aku tidak perlu mendengarkan perkenalan orang lain. Apa kau sudah yakin sekarang?"

Dia menolakku saat aku pertama kali mencoba mengenalkan diriku....

Mungkin itu sudah menjadi mukjizat karena telah mendapatkan namanya sejak pertama kali.Ketika aku bertanya apakah seharusnya aku tidak mengenalkan diri, dia menggelengkan kepalanya.

Orang memiliki berbagai cara untuk berpikir; Tidak mungkin menyangkal hal itu.

Horikita adalah tipe orang yang jauh lebih terisolasi, tidak, menyendiri, tipe orang yang seperti itu, kupikir.

Kami bahkan tidak saling memandang saat kami mengelilingi toko.

Meski kepribadiannya sedikit kaku, rasanya tidak nyaman saat berjalan bersamanya.

"Wow~. Mereka bahkan memiliki semua jenis mie cup, sekolah ini sangat mudah ~"

Di depan bagian makanan instan, dua anak laki-laki sedang ribut. Setelah melempar segelas mie ke dalam keranjang mereka, keduanya pergi ke kasir. Mereka juga memiliki banyak makanan ringan dan minuman yang memenuhi seluruh keranjang. Karena ada banyak poin yang mungkin tersisa, wajar jika mereka mencoba membelanjakannya entah bagaimana.

"Mie cup... jadi mereka juga memiliki bagian semacam itu, huh."

Belajar hal semacam ini adalah salah satu tujuan ku untuk pergi ke toko serba ada.

"Jadi, anak laki-laki benar-benar menyukai hal-hal semacam ini? Aku rasa itu tidak baik untuk tubuh."

"Eh, aku hanya mempertimbangkan apakah aku harus membelinya."

Aku mengambil cangkir mie cup dan melihat harganya.

Dikatakan itu adalah 156 yen, tapi aku tidak yakin apakah itu harga yang mahal atau murah untuk semangkuk mie cup.

Meskipun sekolah menyebutnya "poin", semua harga ditulis dalam yen.

"Hei, apa pendapatmu tentang harga ini? Apa harganya murah atau mahal?"

"Hmm... aku tidak terlalu tahu, tapi apa kau menemukan sesuatu dengan harga yang aneh?"

"Bukan, bukan itu maksudku, aku hanya ingin bertanya."

Harga barang di toko itu sepertinya benar.

Juga, itu benar-benar terlihat seperti 1 poin sama dengan 1 yen.

Mengingat bahwa rata-rata tunjangan murid SMA sekitar 5.000 yen, tunjangan bulanan kami 20 kali lebih besar.

Merasakan perilaku mencurigakanku, Horikita menatapku dengan aneh.

Aku mengambil semangkuk mie cup terdekat untuk melepaskan kecurigaannya.

"Wow, ini sangat besar, ini cangkir G!"

Sepertinya itu singkatan dari "giga cup", tapi untuk beberapa alasan itu membuat ku merasa kenyang hanya dengan melihatnya.

Pada catatan yang tidak terkait, payudara Horikita tidak kecil, tapi juga tidak besar. Mereka adalah ukuran yang sempurna.

"Ayanokouji-kun, apa kau memikirkan sesuatu yang tidak pantas?"

"... Tidak, tentu saja tidak."

"Kau bertingkah aneh..."

Sekilas saja, dia bisa mengatakan bahwa aku sedang memikirkan hal-hal aneh. Dia tajam.

"Aku sedang memikirkan apa yang harus aku beli, mana yang terlihat lebih baik?"

"Jika hanya itu, maka tidak masalah, kau harus berhenti membeli makanan yang tidak sehat. Sekolah memiliki banyak pilihan makanan yang lebih baik, jadi jangan membuat kebiasaan di luar itu."

Seperti yang dia katakan, tidak perlu lagi berpegang pada makanan cepat saji dan instan.

Namun, aku mendapat dorongan yang tak tertahankan untuk membeli beberapa lagi, jadi aku mengambil mangkuk mie instan berukuran biasa (dikatakan FOO Yakisoba di atasnya) dan memasukkannya ke dalam keranjangku.

Horikita menarik perhatiannya dari bagian makanan dan mulai melihat bagian kebutuhan toko.

Sekarang aku akhirnya bisa mencetak beberapa poin dengan Horikita dengan menceritakan beberapa lelucon lucu.

"Wow, pisau cukur ini memiliki lima bilah! Sepertinya akan dicukur bersih sekali." (T/ N tidak yakin apa yang lucu di sini, aku sendiri tidak mengerti)

"Yang benar saja, apa yang akan aku cukur dengan itu?"

Aku memegang pisau cukur, merasa bangga dengan leluconku, tapi reaksinya berbeda dari perkiraanku. Kupikir dia akan tersenyum, tapi dia menatapku seperti aku menjijikkan.

"... kau tahu, tidak ada yang perlu dicukur di daguku atau bahkan di bawah ketiakku."

Itu menyakitkan hatiku. Aku kira leluconku tidak bekerja pada wanita.

"Aku iri dengan keberanianmu untuk mengatakannya kepada seseorang yang secara acak kau temui."

"... Kau juga pernah mengatakannya kepada seseorang yang baru saja kau kenal juga."

"Benarkah? Aku hanya mengatakan fakta, tidak sepertimu"

Dia mengembalikan kata-kataku dengan tenang dan menutup mulutku. Memang, aku mengatakan beberapa hal bodoh. Horikita yang lembut, bagaimanapun, tidak menunjukkan tanda-tanda mengatakan sesuatu yang kasar.

Horikita sekali lagi memilih pembersih wajah yang paling murah. Kupikir cewek harus lebih memperhatikan dirinya sendiri.

"Kurasa yang ini terlihat lebih baik, bukan?"

Aku menyambar pembersih wajah yang sedikit lebih mahal dan tampak lebih lembut.

"Tidak perlu."

Aku ditolak

"Tidak, tapi-"

"Aku sudah bilang aku tidak membutuhkannya, bukan?"

"Ya..."

Dengan lembut aku mengembalikan pembersih itu kembali ke rak saat dia melotot padaku.

Kupikir aku bisa bercakap-cakap tanpa membuatnya marah, tapi aku gagal.

"Kau tidak pandai bersosialisasi, kau mengisap hal-hal yang perlu untuk dibicarakan.""Bahkan itu datang darimu ... kurasa itu benar."

"Tentu saja, aku memiliki mata yang cukup bagus untuk orang-orang. Biasanya, aku tidak ingin mendengar kau berbicara dua kali, tapi aku akan berusaha keras untuk mendengarkanmu."

Entah kenapa aku mencoba berteman dengan dia, tapi harapanku benar-benar hilang.

Dengan itu, percakapan kami terhenti. Saat dua gadis memasuki toko dan mulai berbelanja, aku menyadari sesuatu yang baru.

Horikita benar-benar imut.

"Hei, untuk apa ini?"

Saat mencari hal-hal yang perlu dibicarakan, aku melihat sesuatu yang tidak biasa.

Di sudut toko, aku melihat porsi makanan dan persediaan individual.

Sekilas, mereka terlihat sama seperti yang lainnya, tapi dengan satu perbedaan besar.

"Gratis...?"

Juga merasa tertarik, Horikita mengambil salah satu barangnya.

Kebutuhan sehari-hari seperti sikat gigi dan perban dimasukkan ke dalam keranjang berlabel "tidak dipungut biaya". Tempat itu juga memiliki kata-kata, "3 item per bulan" tertulis di atasnya, dan jelas bahwa ini berbeda dari barang lainnya.

"Aku ingin tahu apakah ini adalah bantuan darurat bagi mereka yang telah menghabiskan semua poin mereka. Betapa sekolah yang sangat lembek."

Aku bertanya-tanya apakah mereka hanya cermat dengan jenis layanan ini, meskipun.

"Hei, tunggu sebentar saja! Aku sedang mencarinya sekarang!"

Mengganggu latar belakang musik yang damai adalah suara nyaring dari tengah toko.

"Cepatlah! Semua orang sedang menunggu!"

"Oh, sungguh! Beritahu mereka untuk komplen langsung kepadaku!"

Kedengarannya seperti ada masalah.. Dua anak laki-laki saling melotot saat mereka mulai bertengkar. Yang satu dengan wajah yang tidak puas adalah pria rambut merah yang tidak asing. Dia mencengkeram mie cangkir di salah satu tangannya.

"Apa yang sedang terjadi disini?"

"Oh, siapa kau?"

Maksudku untuk berbicara secara damai, tapi rambut merah menyiratkanku sebagai musuh lain dan menatapku dengan tatapan tajam.

"Aku Ayanokouji dari kelas yang sama, aku angkat bicara karena aku pikir ada masalah disini."

Setelah menjelaskan, rambut merah menurunkan suaranya setelah memahami situasinya.

"Oh... aku mengingat mu, aku lupa kartu pelajarku. Lupa hal itu adalah uang praktis mulai sekarang."

Setelah melihat tangannya yang kosong, dia mulai menuju ke asrama. Dia mungkin melupakannya disana.

Sejujurnya, tidak sepenuhnya hilang, namun kartu itu dibutuhkan untuk setiap pembayaran.

"Jika kau tidak keberatan, aku bisa membayar itu sekarang. Akan sulit untuk kembali mendapatkannya - aku tidak keberatan jika menggunakan poinku.

"... Itu benar, itu menyebalkan, Untung kau di sini, terima kasih."

Jarak ke asrama bukanlah masalah besar. Tapi pada saat dia akan kembali, jalurnya mungkin akan lama karena akan memakan waktu makan siang.

"... aku Sudou. Aku berutang budi padamu."

"Senang bertemu denganmu, Sudou."

Aku mengambil mie cangkir dari Sudou lalu berjalan ke dispenser air panas. Horikita kagum setelah melihat pertukaran singkat itu.

"Kau bahkan sangat baik dari pertemuan pertama, apakah kau akan menjadi pelayan yang patuh? Atau bagaimana kau mencoba berteman?"

"Alih-alih berteman, aku hanya berusaha membantu, tidak ada yang lain."

"Sepertinya kau juga tidak takut pada penampilannya."

"Takut? Kenapa aku takut? Karena dia terlihat seperti anak nakal?"

"Orang normal mungkin akan menjauh dari orang seperti itu."

"Nah, dia bahkan tidak terlihat seperti orang jahat. Juga, kau salah satu yang juga tidak takut."

"Hanya orang-orang yang tidak memiliki metode untuk melindungi diri dari jenis itu, jika dia terlihat kasar, aku akan mengusirnya dariku. Itu sebabnya aku tidak terlalu takut."

Kapan pun Horikita mengatakan sesuatu, itu selalu sesuatu yang tidak biasa. Pertama- tama, saat dia mengatakan "mengusir," apa maksudnya? Apakah dia membawa beberapa jenis semprotan anti-penganiaya?

"Mari selesaikan berbelanja, itu akan mengganggu siswa lain jika kita berkeliaran terlalu lama."

Kami menyelesaikan belanjaan kami. Setelah memberikan kartu identitas siswa kemesin, transaksi pun cepat selesai. Itu bahkan lebih cepat karena tidak ada perubahankecil yang terlibat.

"Ini benar-benar berguna sebagai uang..."

Tanda terima menunjukkan harga masing-masing barang dan jumlah sisa poin. Pembayarannya lancar tanpa hambatan. Sambil menunggu Horikita, aku menaruh air panas ke mie cup. Kupikir akan lebih sulit membuka tutupnya dan menuang air panas, tapi itu sangat mudah.

Bagaimanapun, ini adalah sekolah yang benar-benar aneh.

Jenis jasa apa yang dimiliki setiap siswa dengan memberi uang saku sebesar itu?

Karena angkatanku memiliki sekitar 160 orang di dalamnya, dengan perhitungan sederhana, sekolah menengah harus memiliki total sekitar 480 orang. Bahkan dalam sebulan sudah 48 juta yen. Dalam setahun, 560 juta.

Bahkan jika didukung oleh negara ini, sepertinya masih terlalu banyak.

"Aku ingin tahu manfaat apa yang akan dibawa ke sekolah itu. 100.000 yen sangat banyak untuk diberikan kepada seseorang."

"Baiklah... Sepertinya ada terlalu banyak fasilitas untuk jumlah siswa, dan sepertinya tidak perlu memberi siswa uang sebanyak itu. Murid-murid mungkin mengabaikan pelajaran mereka karena mereka punya banyak uang."

Aku tidak yakin apakah ini adalah penghargaan kami karena telah lulus ujian.

Dengan membicarakan uang, para siswa mungkin termotivasi untuk bekerja lebih keras.

Tapi, tanpa syarat apapun, 100.000 yen dibagikan kepada semua orang.

"Ini bukanlah sesuatu yang benar-benar dapat aku katakan untuk kau lakukan, tapi mungkin lebih baik untuk menghemat uangmu. Kebiasaan buruk sulit diperbaiki. Begitu manusia terbiasa dengan kehidupan yang nyaman, sulit untuk melepaskannya. Kejutan mental pasti akan terjadi itu pasti akan menjadi besar."

"Aku akan membawa itu ke hati."

Aku tidak pernah bermaksud membuang uangku untuk biaya acak perbelanjaan awal, tapi dia membuat poin yang sah.

Setelah menyelesaikan transaksi, Sudou sedang menunggu di depan toko serba ada.

Melihatku keluar, Sudou mengayunkan tangannya ke arahku. Ketika aku juga melambaiuntuk mengembalikan perasaannya, aku merasa sedikit malu namun bahagia pada saatbersamaan.

"... Apa kau benar-benar mencoba makan di sini?"

"Tentu saja, ini sudah biasa, ke mana lagi aku akan makan?"

Ketika Sudou menjawab seperti itu, aku terkejut dan Horikita mendesah.

"Aku akan pulang ke rumah. Rasanya martabat ku perlahan menurun di sini.

"Martabat apa yang kau bicarakan? Kau hanya seorang siswa sekolah menengah biasa? Atau apakah kau semacam ojousama?"

Meski begitu, Markou membentaknya, Horikita bahkan tidak memelototinya.

Merasa jengkel, Sudou meletakkan mie cangkirnya dan berdiri.

"Ah? Dengarkan orang saat mereka berbicara. Hei!"

"Ada apa dengan dia? Tiba-tiba marah."

Horikita terus mengabaikan Sudou dan berbicara denganku.

Setelah terdesak, Sudou berteriak marah.

"Kemarilah, aku akan menghajarmu!"

"Aku akan mengakui sikap Horikita itu buruk, tapi tingkah lakumu juga tidak baik."

Kesabaran Sudou sepertinya sudah habis.

"Jadi? sikapnya terlalu nakal untuk wanita!"

"Bagi seorang wanita? pemikiran seperti itu sudah usang. Jangan berteman dengan orang seperti dia."

Dengan itu, Horikita berbalik, mengabaikan Sudou sampai akhir.

"Hei, tunggu! Sial!"

"Tenanglah."

Aku menahan Sudou yang berusaha meraih Horikita.

Tanpa menoleh ke belakang, Horikita kembali ke asrama.

"Orang seperti apa yang bertindak seperti itu? Sialan!"

"Ada banyak tipe orang yang berbeda, kau tahu."

"Hmph, aku benci orang seperti itu."

Dia memperhatikanku dengan hati-hati. Sudou meraih mie cup, merobek penutup dan mulai makan.

Beberapa saat yang lalu, dia juga berkelahi di register. Sepertinya dia memiliki titik didih rendah untuk kemarahannya.

"Hei, apakah kau tahun pertama? Itu tempat kita."

Saat aku melihat Sudou menghirup mienya, sekelompok tiga anak laki-laki keluar dari toko yang membawa mangkuk serupa.

"Siapa kalian? Kami menggunakan tempat ini sekarang, kau menghalangi jalan. Bangsat."

"Apa kau tidak mendengarnya? Enyahlah, anak tahun pertama yang nakal."

Ketiganya menertawakan Sudou. Sudou berdiri dan melempar mie cangkirnya ke tanah. Sup dan mie berceceran di tanah.

"Tahun pertama mencoba bertarung, Hah--- apa !?"

...bukan itu. Sudou memiliki toleransi rendah terhadap kemarahan. Dia tipe orang yang mencoba mengintimidasi pihak lain.

"Tahun kedua ini mengatakan beberapa hal omong kosong, kita sudah duduk di sini."

Tahun kedua senpai menaruh barang-barang mereka di sana juga. Lalu mereka mulai tertawa.

"Yup, kita juga di sini, jadi enyahlah, ini tempat kita."

"Kalian semua punya keberanian, kau bangsat."

Sudou tidak goyah dari perbedaan jumlahnya. Sepertinya perkelahian akan segera dimulai kapanpun. Tentu saja, aku tidak memperhitungkan diriku dalam angka-angka itu.

"Wow - sangat menakutkan, kelas apa yang kalian dapatkan? Oh tunggu, lupakan, biar ku tebak... kau di kelas D kan?"

"Terus!?"

Setelah Sudou mengatakan itu, semua senior saling pandang, dan tertawa pada saat bersamaan.

"Apakah kau mendengar? Dia di kelas D! Itu sangat jelas!"

"Oh, apa maksudmu, hah?"

Saat Sudou mulai memanas, anak-anak itu mundur selangkah.

"Karena kalian sangat menyedihkan, aku akan membiarkanmu tetap di sana hari ini. Ayo pergi."

"Kalian melarikan diri !?"

"Anjing itu menggonggong! Bagaimanapun, kalian pasti akan segera menghadapi neraka."

Menghadapi neraka?

Mereka jelas terlihat tenang dan sabar. Aku bertanya-tanya apa yang mereka maksud dengan "menghadapi neraka"?

Kupikir sekolah ini untuk orang-orang obo-chan atau ojou-sama, tapi ada beberapa orang seperti Sudou atau kelompok tiga tadi.

"Sialan, jika itu adalah anak perempuan atau tahun kedua yang menyenangkan, itu pasti akan baik-baik saja, tapi kita punya banyak orang bodoh."

Sudou memasukkan tangannya ke dalam saku dan kembali tanpa membersihkan mie.

Aku melihat ke luar toko. Dua kamera pengintai telah ditempatkan di sana.

"Mungkin akan ada masalah nanti, huh."

Dengan enggan, aku mengulurkan tangan dan mulai membersihkan kekacauan itu.

Begitu tahun kedua tahu bahwa Sudou adalah kelas D, pendapat mereka langsung berubah.

Meski aku merasa cemas akan hal itu, tidak mungkin aku mengerti kenapa.

Sekitar jam 1 siang,

Aku sampai di asrama yang akan menjadi rumahku selama tiga tahun ke depan.

Setelah resepsionis lantai pertama memberi ku kunci kartu untuk ruangan 401 dan manual informasi, aku menaiki lift. Sambil membaca manual, aku melihat waktu dan hari pembuangan sampah dan sebuah peringatan agar tidak menimbulkan banyak kebisingan. Dikatakan pula untuk tidak menyia-nyiakan air dan listrik semaksimal mungkin.

"Mereka sebenarnya tidak memiliki batasan penggunaan gas dan listrik huh..."

Aku pikir mereka akan menguranginya dari poin kita secara otomatis.

Sekolah ini benar-benar berjalan sangat jauh demi para siswa.

Aku terkejut bahwa mereka menerapkan asrama siswa. Untuk sekolah yang melarang hubungan antar siswa, asrama siswa terasa tidak sesuai karakter. Dengan kata lain, seks adalah..... tidak-tidak.

Yah, sudah jelas.

Sulit dipercaya bahwa kehidupan yang dimanjakan dan mudah bisa melatih siswa untuk menjadi orang dewasa yang mengagumkan, namun mengingat situasi saat ini, para siswa mungkin harus menggunakan semua yang mereka berikan.

Ruangannya sekitar 8 tikar tatami besar. Ini adalah rumahku mulai hari ini. Ini juga pertama kalinya aku tinggal sendiri. Sampai lulus, aku harus hidup tanpa menghubungi siapapun di luar sekolah.

Tanpa disengaja, aku tersenyum.

Sekolah memiliki tingkat pekerjaan yang tinggi, dan membanggakan fasilitas dan kesempatan terbaik dari semua sekolah menengah atas di Jepang.

Bagiku, ini tidak penting bagiku. Aku punya satu alasan besar memilih sekolah ini. Di sekolah menengah, aku dilarang bergaul dengan teman, saudara, dan siswa lainnya.

Itu sebabnya aku memilih sekolah ini.

Aku bebas. Kebebasan. Dalam bahasa Inggris itu "Freedom". Dalam bahasa Prancis itu "liberté".

Bukankah kebebasan itu yang terbaik? Aku bisa makan, tidur, dan bermain kalau mau. Tanpa ada yang menyuruh aku berkeliling, aku bisa lulus dengan damai sekarang.

Terus terang, sebelum aku lulus ujian, hasilnya bukan masalah untukku.

Hanya ada sedikit perbedaan antara lewat dan tidak lewat.

Namun, saat hasilnya keluar, aku sangat senang karena aku masuk.

Tidak ada yang bisa menilai ku atau memerintahkan ku berkeliling sekarang.

Aku bisa mengulang... tidak, mulai lagi. Awal yang baru, sebuah kehidupan baru.

Bagaimanapun, aku berencana untuk memiliki kehidupan siswa yang menyenangkan mulai sekarang.Tidak peduli dengan seragamku, aku melompat ke tempat tidur. Merasa jauh dari lelah, aku mencoba menenangkan diri, menantikan kehidupan masa depan sekolahku.