Chereads / Rumah Tanpa Cinta / Chapter 190 - Perahu Kertas

Chapter 190 - Perahu Kertas

Wardana's House

Author POV

"Sayang..." Rangga masuk ke kamar yang biasanya ditempati Gwen dan Kasih. Sejak hamil Rafa, Gwen sering pindah ke kamar Kasih.

Diperhatikannya Gwen yang sedang memasukkan pakaiannya ke koper besar di lantai. Hingga saat ini, air mata masih mengalir di pipi wanita yang dicintainya itu.

"Kita pulang ke Surabaya sama-sama, ya?" Rangga belutut di samping Gwen.

Gwen mengangkat kepalanya, menatap sekilas wajah Rangga lalu kembali sibuk dengan baju-bajunya.

Gwen menggeleng satu kali sebagai jawaban atas pertanyaan Rangga. Tidak ingin Rangga menawar lagi. Keputusannya sudah bulat. Ingin menenangkan diri di Surabaya.

Tetap belum ada jawaban dari Rangga untuk permintaan Gwen.

"Kita..." Rangga memikirkan kata yang tepat. "Aku tidak bisa begini, Sayang. Aku mencintaimu." Meyakinkan Gwen dengan kata cinta sangatlah sia-sia, Rangga tahu betul itu. Di saat seperti ini, kata cinta terdengar tak lebih dari sekedar bualan. Berharap Gwen menelan kata cintanya? Ketika hanya ada kebencian yang tersisa di mata wanita itu untuknya?

"Kamu bilang kamu mencintaiku, kan?" Gwen meletakkan pakaian terakhirnya di koper besar itu dan menutupnya rapat-rapat lalu berdiri.

"Ya, aku mencintaimu."

"Kalau kau mencintaiku, tolong, penuhi permintaanku. Biarkan aku sendiri, Mas. Aku tidak mau kita bertemu untuk sementara waktu. Tolong! Demi semua rasa cinta yang kamu bilang itu, demi persahabatan kita, demi orangtua kita, demi apa saja yang pernah kita jalani bersama."

Dengan cepat Gwen berjalan meninggalkan kamarnya, meninggalkan lelaki yang dicintainya berdiri di sana. Sampai sekarang pun dia masih mencintai Rangga. Tapi, dia harus pergi, dia tidak ingin terjebak dalam sandiwara keluarga ini, hatinya masih sakit ketika mengingat Rafa, dia tidak ingin menjadi perusak acara dalam acara besar itu.

Tanpa menoleh lagi ke belakang Gwen menyeret kopernya.

"Gwen..."

Tangan Gwen yang akan bergerak menutup pintu, terhenti.

"Boleh aku..." Rangga menyusulnya ke depan pintu rumah yang selama ini mereka tinggali. "Memelukmu?" Ragu-ragu Rangga meminta izin.

Bersentukan dengan Rangga adalah hal terakhir yang ingin dilakukannya. Tapi apa boleh buat, Rangga tetap maju dan memaksa memeluknya. Gwen membiarkan.

"Maafkan aku, Gwen. Aku tahu aku tidak pantas untuk bilang ini. Maafkan aku yang brengsek ini, maafkan aku yang sudah menghancurkan hidupmu, hidup kita... maafkan aku yang tidak bisa memenuhi janjiku, maafkan aku yang..."

... mencintaimu, Rangga menambahkan dalam hati.

"Sudahlah, Mas! Semua sudah terjadi, tidak ada yang bisa kita lakukan."

Sudah cukup. Sekuat tenaga Gwen melepaskan dirinya dari pelukan Rangga.

"Aku akan cuti dan ke Surabaya nanti, tunggu aku, aku akan bawa Kasih saat dia sudah mau."

Telingan Gwen masih sempat menangkap kalimat terakhir Rangga. Satu-satunya hal yang tidak pernah terpikirkan dalam hidupnya. Cerai. Kadang pernikahan yang diawali dengan perjodohan dan cinta harus diakhiri dengan brutal begini. Suka atau tidak, pilihan itu memang ada. Hanya Gwen tidak pernah menyangka ini akan terjadi pada dirinya.

Tanda-tanda kegagalan pernikahannya sudah muncul sejak Gwen hamil anak kembar mereka. Gwen bertahan karena tidak bisa berpisah saat itu. Dia hamil dan semua orang harusnya tahu bahwa dia punya suami. Anaknya harus lahir dalam kondisi semua orang tahu siapa ayahnya. Jelas bahwa Kasih dan mendiang Kafka anak siapa.

Semua ini berat sekali. Hati Gwen tidak bisa berhenti menyalahkan Rangga untuk semua yang terjadi padanya. Pada pernikahan mereka. Sepertinya Rangga setuju bahwa ini adalah salahnya. Buktinya sejak dia bertemu Kasih, lelaki itu mengiba dan mengakui kesalahannya.

Gwen masuk ke dalam taksi yang membawanya ke bandara. Sore ini dia akan melupakan semua kenangan buruk itu di sini.

Kehidupannya setelah ini tidak akan mudah. Bagaimana dia harus bersikap saat bertemu dengan orangtuanya?

Perceraian itu terdengar sangat menakutkan. Juga memalukan, melelahkan dan mungkin juga mahal. Gwen belum pernah merasa hancur seperti ini. Patah hati, gusar, takut dan ragu-ragu. Semuanya dalam waktu yang bersamaan.

***

Dara POV

Acara bridal shower dibubarkan begitu saja. Anika memaksaku dan Karina untuk mendatangi tempat bachelor party Satya diselenggarakan. Aku sendiri sangat yakin Tina tidak mungkin hadir pada acara bachelor party. Bukankah acara bachelor party biasanya hanya dihadiri kaum laki-laki? Lagipula, ada Ka Devan yang pasti akan menjaga Ka Satya. Bukankah begitu tugas seorang bestman?

"Nggak mungkinlah, Nik, Tina bisa sama-sama Ka Satya.." berulang kali aku menyakinkan Anika.

"Aku dengar sendiri, Dar. Ada suara Tina di belakang Devan." Anika berkeras untuk mencari tahu sendiri.

Ruangan tempat bachelor party penuh dengan teman Ka Satya. Berbeda dengan bridal shower Anika yang diadakan secara sederhana di rumah, acara bachelor party Ka Satya diadakaan secara besar-besaran di sebuah hotel mewah. Ballroom hotel didekorasi dengan mewah sekali. Ada lampu disko besar di tengah-tengah ruangan. Aku memperhatikan beberapa pelayan yang berjalan hilir-mudik. Di atas nampan mereka tersaji jenis minuman keras. Aku bahkan sempat melihat beberapa artis wanita top ibukota sedang menemani tamu-tamu Ka Satya.

Ada yang aneh di sini. Acara besar-besaran seperti ini tidak cocok sama sekali dengan kepribadian Ka Satya. Sepertinya acara itu diselenggarakan seseorang yang sama sekali memiliki kepribadian yang berbeda dengan Ka Satya. Mom?

Anika terus menarikku menyeruak kerumunan yang cukup besar. Terseok-seok, aku menerobos kumpulan orang itu. Beberapa di antara mereka juga mengenalku dan Anika. Wajah mereka tampak terkejut dengan kehadiran kami bertiga. Aku juga agak risi berada di antara sekian banyak laki-laki.

Di tengah ruangan, tampak seorang MC sedang memandu acara. Sebuah layar proyektor besar menanyakan Satya yang sepertinya sedang dikerjai oleh MC tersebut.

"Di acara bachelor party ini, ibunya Satya juga hadir. Saya ayahnya Satya, karena kesibukannya, belum bisa hadir. Tepuk tangan untuk Tante Namira yang telah menyelenggarakan pesta hebat ini!"

Ha! Benar, kan? Aku yakin sekali pesta ini karya Mom. Ka Satya tidak akan mungkin mengadakan pesta seperti ini. Sama sekali tidak cocok dengan kepribadiannya yang sederhana dan bersahaja.

"Nah, Tante Namira ini membawa satu tamu istimewa pada acara ini. Mungkin sebagian dari kalian tahu siapa tamu istimewa ini..." MC tersenyum nakal ke arah Satya. "Hadirin sekalian..."

Layar besar itu tiba-tiba menampilkan sosok Ka Devan yang berbicara serius dengan MC. Dahi si MC mengernyit, dan dia menarik Ka Devan dengan tatapan tidak suka. Mom menarik Ka Devan agar menjauh dari MC, sementara itu Ka Satya memperhatikan dengan tatapan bingung.

"Maaf..." ujar MC, "ada sedikit masalah yang... yah... tidak perlu dibahas lagi. Hadirin sekalian, kita sambut tamu istimewa kali ini, Tina Juliana Hilmar!"

Anika menatap garang layar besar yang sedang men-zoom wajah Tina. Tina terlihat sangat cantik. Rupanya dia sengaja ekstra dandan untuk acara ini. Aku juga yakin seratus persen ini juga karya ibuku. Apa sih sebenarnya keinginan Mom? Tadinya aku menyangka Mom telah menerima dengan ikhlas keputusan Ka Satya untuk menikahi Anika, tapi ternyata... Mom malah melakukan tindakan yang sangat menyakitkan Anika. Entah apa salah Anika kepadanya....

"Bitch!" teriak Anika, tapi teriakannya teredam riuhnya sorak-sorai teman-teman Satya. Sebagian dari mereka mengenali Tina sebagai pacar pertama Satya. Satya sendiri tampak sangat terkejut akan kehadiran Tina.

"Tina ini, bagi mereka yang belum tahu, adalah pacar pertama Satya. Nah, sekarang kita bernostalgia sebentar dulu ya...."

Anika merangsek maju dengan garang, mendekati Ka Satya. Wajahnya tampak pucat dan sangat siap untuk bertempur. Aku langsung mengikutinya sambil menggandeng Karina. Susah payah kami menerobos orang-orang yang berkerumunan lebih rapat lagi, tidak mau melewatkan pemandangan menarik tentang si calon mempelai pria dan mantan pacarnya. Beberapa kali kakiku terinjak oleh orang-orang yang melonjak-lonjak. Entah apa yang membuat para lelaki itu begitu barbar. Sungguh aneh orang-orang ini, Ka Satya sudah mau menikah kenapa masih saja dipanas-panasi dengan pacar pertama!

"Cium! Cium! Cium! CIUM!"

Entah siapa yang memulai, tahu-tahu teriakan soal cium itu menjadi paduan suara yang semakin keras. Wajah Anika meradang. Di layar besar, tampak Ka Satya salah tingkah akan permintaan teman-temannya. Tina terlihat tersipu-sipu.

"Ayo, gimana?" MC kembali memanas-manasi.

Ka Satya terlihat menggeleng pelan, tapi Tina merengkuh Ka Satya ke dalam pelukannya dan menciumnya. Layar besar itu men-zoom Ka Satya dan Tina yang sedang berciuman mesra. Seluruh tamu yang hadir bersorak-sorai dan bertepuk tangan.