Wardana's House
Rangga POV
"Jadi dia pergi karena Om Rama?" Satya duduk di sofa di depanku yang berdiri menatap jendela dengan tatapan kosong.
"Pesan ini sudah menjawab segalanya." Lukas meletakkan kembali ponsel Gwen ke atas meja.
"Kalau itu memang yang diinginkan ayah dan istriku, maka itu akan terjadi." Suaraku terdengar tenang. Aku menatap kosong pada halaman belakang rumah. Kedua tanganku berada di saku celana.
"Lalu bagaimana dengan keluarga Gwen?" Lukas yang bertanya.
Aku menoleh, wajah tanpa ekspresi dan dingin. "Aku akan coba memberikan penjelasan kepada mereka, aku harap mereka mengerti dengan situasi yang terjadi." Lalu aku melangkah keluar dari ruang kerja menuju lantai satu, masuk ke kamar Gwen dan duduk di tepi ranjang.
Aku menarik napas berat beberapa kali.
Aku menunduk, meraih novel yang Gwen letakkan di nakas, lalu membuka halaman pertama. Gwen menuliskan namanya di halaman pertama.
Gwenia Saraswati.
Aku tersenyum dengan mata memerah, jemariku menyentuh tulisan tangan yang rapi itu. Setitik airmata jatuh mengenai buku itu. Aku menarik napas dalam-dalam sambil menengadah, menatap kosong ke atas.
Apa Gwen berniat pergi meninggalkanku? Apa wanita itu benar-benar akan pergi dariku? Apa wanita itu tahu betapa aku sangat mencintainya? Satu tahun berjuang untuknya, setiap hari mengamati wanita itu, apa dia pikir bisa pergi begitu saja seperti ini?
Tidak. Tentu saja. Aku menutup kembali novel itu dan meletakannya ke atas nakas. Aku tidak akan pernah melepaskanmu Gwen. Sampai kapanpun, Gwen adalah milikku. Istriku. Sejauh manapun dia pergi. Aku pasti akan mendapatkannya kembali.
Aku melangkah keluar kamar saat pesan dari Lukas masuk ke ponselku. Aku meraih kunci mobil dan melangkah pergi.
Mobilku terhenti di sebuah gudang milik Om Sultan di pinggiran Jakarta. Aku masuk ke dalam, menemukan Uncle Nicky dan Aunty Ria sedang berlutut di lantai dengan kedua tangan terikat ke belakang. Serena duduk di atas kursi roda. Om Sultan, Om Adam dan Satya masing-masing memegang senjata yang di arahkan ke kepala tiga tahanannya. Bahkan disana terlihat Lukas dan Anika yang mencoba menahan Serena.
"Menantuku, akhirnya kamu datang juga." Uncle Nicky tampak lega melihat kedatannganku. "Tolong bebaskan kami. Mereka datang tiba-tiba ke rumah singgah kami di Jakarta lalu membawa kami kesini. Mereka sangat kasar. Apa mereka tidak tahu bahwa Serena, keponakan kesayanganku ini adalah calon istrimu?"
Aku melirik Serena tanpa ekspresi. Wanita itu hanya menunduk takut.
Aku meraih kursi dan duduk di depan Uncle Nicky, menatap datar dalam-dalam.
"Kau tahu apa kesalahanmu?" Aku bertanya dengan suara tenang.
"A-apa memangnya yang sudah kulakukan?" Uncle Nicky menatapku dengan wajah polos. "Aku tidak pernah mengusik siapa-siapa, terlebih lagi keluargamu."
"Kau jelas mengusik keluargaku, dengan mengirimkan para keponakanmu ini masuk ke dalam kehidupan keluarga Wardana." Ujarku datar.
"Maksudmu Serena, Tina dan Nisya? Dengar, Tina memang sejak kecil sudah bersahabat dengan Satya, lalu Nisya dan Lukas memang sudah dijodohkan oleh kakakku dan itu adalah wasiatnya sebelum dia meninggal. Sedangkan Gwen, dia bukan istrimu, dia hanya pengganti yang...." belum sempat Uncle Nicky menyelesaikan kalimatnya, pria itu tersungkur ke lantai dengan kepala lebih dulu. Aku menendang dadanya kuat-kuat.
Aunty Ria dan Serena berteriak takut.
Om Adam menarik rambut Uncle Nicky agar pria itu kembali berlutut.
"Berani sekali kamu terhadap mertuamu!" Uncle Nicky berteriak berang.
Tapi aku hanya tersenyum dingin.
"Aku bisa melakukan lebih dari ini." Aku menarik kerah kemeja Uncle Nicky dan mencekik leher pria itu. "Mungkin Om Sultan dan Anika sudah memperingatkanmu sewaktu di Bali, tapi biar kupertegas. Kami keluarga Wardana termasuk aku bisa melakukan apapun, termasuk membunuhmu. Jadi, jangan cari gara-gara dengan keluargaku." Kalimat dengan nada dingin itu bahkan lebih dingin dari es. Bisa membuat rasa dingin itu menjalar ke sepanjang punggung Uncle Nicky, lalu menyebar ke seluruh tubuhnya.
Uncle Nicky harus tahu sekejam apa keluarga Wardana yang sebenarnya. Selama ini mungkin ia hanya mendengar rumor tanpa pernah melihat buktinya secara langsung, rumor itu tidak ada apa-apanya di bandingkan dengan apa yang sudah kami lakukan padanya.
Keluarga Hilmar benar-benar telah memilih musuh yang salah.
"B-bagaimana dengan Serena? Bukankah kamu sangat mencintainya?"
"Cinta?" Aku tertawa. Aku menatap Serena dalam-dalam. Wanita itu menunduk dan tidak berani mengangkat wajahnya. "Wanita ini? Yang sudah mengkhianatiku? Kau pikir aku tidak tahu?" Aku menoleh kepada Uncle Nicky. "Keponakanmu ini pelacur."
Ada suara terkesiap di sampingnya dan aku tidak perlu repot-repot untuk menoleh.
"Kau pikir aku tidak tahu kenapa dia kecelakaan? Dia bertengkar dengan kakak tiriku, Jhonny selingkuhannya karena bajingan itu tidak mau mengakui anak yang keponakmu kandung sebagai anaknya. Kau pikir aku mau menerima seorang sampah?"
Uncle Nikcy hanya terdiam. Begitu juga dengan Serena yang menangis tanpa suara.
Aku sudah lama mengetahui perselingkuhan Jhonny dan Serena. Dulu, aku pikir Serena hanya mencari selingan karena ia terlalu sibuk bekerja. Tapi hari itu, tepat di hari Serena kecelakaan, aku mengetahui bahwa calon istriku mengandung benih dari kakak tiriku.
Aku merasa marah luar biasa, tapi aku tidak menunjukkannya kepada siapapun. Lalu datanglah Gwen kerumah sebagai calon istri Jhonny.
Aku ingin tertawa. Serena dan Gwen sama saja. Serena berselingkuh hingga mengandung, sedangkan sahabatnya menjual diri demi memenuhi gaya hidupnya.
Aku merasa memiliki kesempatan untuk membalaskan semua dendamku kepada Serena. Aku bersedia menikahi Gwen menggantikan Jhonny dan berjanji akan membuat hidup Gwen menderita. Kebencianku kepada Gwen berlipat ganda karena setiap kali menatapnya, aku teringat kepada Serena yang mengkhianatiku.
Rasa jijik itu menjadi berkali-kali lipat.
Kenapa aku masih membiayai pengobatan Serena?
Aku limpahkan dana tanpa batas kepada Keluarga Hilmar, untuk membuat Uncle Nicky memberika semua asetnya kepadaku. Uncle Nicky bahkan tidak menyadari, semakin banyak dana yang aku beri, semakin sedikit aset yang mereka miliki. Dan kini, seluruh aset apapun yang Keluarga Hilmar miliki, telah menjadi milik Keluarga Wardana. Tanpa terkecuali. Dan tanpa Uncle Nicky sadar.
Pada akhirnya, aku tahu bahwa aku telah salah. Aku telah salah membenci Gwen, karena kini rasa benci yang berlebihan itu telah menertawakanku, rasa benci itu tiba-tiba berubah menjadi cinta yang begitu mendalam. Yang membuatku menyadari bagaimana cinta itu sesungguhnya.
Aku tahu sejak dulu, bahwa jauh di dalam hatiku. Aku tidak pernah benar-benar mencintai Serena.
Tapi Gwen? Rasa itu berbeda. Lebih perlahan, lebih mendalam bahkan mendarah daging. Yang membuatku nyaris gila demi mendapatkan kesempatan kedua dari Gwen, yang membuatku frustasi menghadapi rasa bersalahku dan yang membuatku benar-benar bahagia hanya dengan melihat senyumnya.
Aku tahu aku sudah jatuh cinta terlalu dalam kepada Gwen. Tidak ada jalan kembali. Dan aku tidak berniat mencari jalan kembali. Aku bersedia menenggelamkan diri seutuhnya ke dalam rasa itu. Karena aku tahu, Gwen juga mencintaiku.
Istriku yang lucu, menggemaskan dan cantik itu juga menyukaiku.
Gwen hanya tidak mampu membuang rasa balas budi yang sejak awal di tanamkan ayahku dalam pikirannya. Wanita itu terlalu rapuh untuk menolak perintah pria yang ia anggap sebagai ayahnya.
Ini semua bukanlah kesalahan Gwen. Bukan salahnya jika ia memilih pergi.
Ini adalah kesalahanku karena tidak mampu menjaganya.
Aku berdiri, menatap Uncle Nicky dan keluarganya.
"Perlu kuhabisi sekarang?" Om Sultan sudah sangat gatal ingin menarik pelatuknya.
Aku sudah memaafkan Mas.
Suara Gwen tiba-tiba mengusikku. Gwen sudah memaafkanku. Memaafkan semua kesalahanku. Tapi apa Gwen akan memaafkanku lagi jika aku membunuh keluarga sahabatnya? Apa Gwen akan memaafkanku sekali lagi jika aku membuat keluarga sahabatnya itu kehilangan nyawa?
Gwen pasti akan sangat kecewa padaku.
Dan aku tidak mampu berbohong kepada istriku. Aku bisa saja membunuh tiga orang sampah ini sekarang. Tapi aku tidak akan sanggup merahasiakan itu dari Gwen.
Dan aku tidak akan sanggup melihat Gwen menyalahkan dirinya sendiri. Meski Serena tidak pernah menganggap Gwen sebagai sahabatnya, tapi istriku menganggap Serena sebagai dewi penolongnya.
Aku tidak akan mampu menerima tatapan kekecewaan dari Gwen.
"Tidak perlu." Aku memutar tubuh. "Aku lebih suka melihat mereka tersiksa di dunia ini daripada harus membunuh mereka. Serena akan masuk dalam Keluarga Wardana hanya sebagai seorang gundik, persis seperti ibu tiriku."
Aku melangkah pergi. Aku menatap langit yang mendung. Berdiri di samping mobil.
Membunuh Uncle Nicky dan keluarganya pasti akan membaut Gwen tersakiti. Jika Gwen tersakiti, maka aku juga akan merasa sakit. Dan aku sudah bersumpah tidak akan menyakiti Gwen lagi. Tidak lagi.
Gwen, apa aku sudah melakukan hal yang benar?
Sayangnya tidak ada Gwen disana yang memberitahuku jawabannya.
To Be Continued