Walaupun agak kesal, Ana sendiri sebenarnya paham kenapa Lunia melakukan semua ini. Dia pasti hanya ingin supaya Ana bisa cepat lupa dengan mantan yang baru saja putus dengannya minggu lalu.
Pacarnya adalah seorang fotografer dan mereka sudah pacaran selama 3 tahun. Tapi pada akhirnya dia malah selingkuh dengan model lain, dan yang lebih buruknya, itu bukan pertama kalinya. Laki-laki yang sudah selingkuh memang tidak boleh dimaafkan!
Makanya walaupun dengan orang asing sekalipun, Lunia pasti berpikir itu masih lebih baik daripada Ana terus-terusan memikirkan mantan pacarnya itu.
Tapi tetap saja kalau tiba-tiba begini…! Ana terlanjur mengikutinya, tapi dia tetap belum bisa menurunkan kewaspadaannya terhadap laki-laki yang bernama Rei itu. Hanya karena dia tampan… Hanya karena dia tampan…!
'Emh, tapi dia betulan sangat tampan…' Celetuk Ana diam-diam. Cuma berjalan di sebelahnya begini saja, para perempuan di sekitar sudah langsung melihatnya dengan iri. Walaupun tentu saja, laki-laki yang melirik dengan iri juga tidak sedikit. Rasanya sangat mirip seperti saat dia melakukan pemotretan dengan model ganteng lain.
"Tapi apa kau sering olahraga?" Tanya Ana kemudian, mulai tidak tahan Cuma diam saja. "Kau kelihatan seperti orang yang olahraga."
DIlirik dengan mata tajamnya, Ana hampir tersipu lagi. "Yah, tidak begitu suka. Tapi kurasa lumayan."
"Haha, Aku tahu. Olahraga kadang-kadang memang melelahkan sih ya."
"Ah, ini. Di sini tempatnya." Kata Rei kemudian. Mereka sampai di sebuah bangunan kecil yang terdiri dari 5 lantai. Dan di lantai 2 ada papan kecil bertuliskan, 'Toko Barang Antik Uno'.
"Uno itu nama apa?" Tanya Ana.
"Nama neneknya temanku. Dia yang mengelolanya." Jawab Rei. Ana sudah setengah lega dan setengah kecewa karena ternyata mereka akan bertemu orang lain. Tapi ternyata begitu mereka naik ke lantai 2, tidak ada siapa-siapa di sana.
"Temanku sedang liburan. Jadi lihat-lihat saja sesukamu." Kata Rei yang meninggalkannya entah ke mana.
"…" Tapi Ana sudah tidak begitu mendengarkan karena matanya mulai terpukau duluan dengan semua pajangan barang yang berentet di mana-mana.
Ada guci emas, guci hitam, guci putih dengan gambar ular, patung-patung aneh, perhiasan, tongkat, pedang, pisau, pokoknya semuanya ada di situ! Berkilau dan mengagumkan! Ana tidak yakin itu hanya perasaannya atau bukan, tapi bahkan aura di ruangan itu juga terasa sangat mistis, seakan dia seketika masuk ke dunia novel.
"Ternyata dia betulan seorang kolektor…" Gumam Ana tanpa sadar.
"Kau pikir Aku berbohong?" Balas Rei yang ternyata sudah ada di belakangnya. Ana menoleh dengan senyum kaku, tapi Rei juga Cuma mendesah pelan. "Yah, tapi kurasa itu artinya kau normal kalau tidak percaya dengan orang yang baru kau temui." Katanya.
Dia kelihatan menaruh sebuah kotak kayu kecil di meja, tapi Ana belum tertarik dengan itu. "Jadi kau juga tidak berharap Aku percaya?"
"Tidak. Tapi saat Aku sedang memikirkan cara lain, temanmu malah sudah kabur duluan."
"Ah, ya, itu memang…"
"…" Dan tiba-tiba saja keduanya terdiam. Ana mulai deg-degan sendiri, tapi mata Rei sebenarnya masih terfokus pada kalung yang ada di lehernya. "Sudah kuduga kalungmu memang asli…" Celetuknya.
"Maksudnya?"
"Kalau penilaianku benar, kalungmu itu adalah warisan ratu Gerinia ke-5, biasa disebut Kalung Lotus." Jelasnya. "Kalung ini katanya diwariskan turun-temurun… Jangan-jangan kau keturunan mereka?"
"Well, Aku tidak kaya, kalau itu yang kau maksud."
"Begitu? Meski merek tasmu kelihatan terlalu bagus untuk orang yang tidak kaya?"
"Yah, ini hadiah…"
"…"
Rei terdiam sejenak menyadari ekspresi Ana yang berubah aneh. Tapi bukan cuma ekspresinya, sekarang tangannya juga mulai naik meraih pundaknya. "…Apa yang sedang kau lakukan?"
"Aku juga tidak tahu…" Balas Ana pelan, meski tangannya sama sekali tidak turun. Kelihatannya dia benar-benar mulai terlena dengan mata Rei yang gelap dan berkilau itu. "Hei, apa kau sudah punya pacar? Pasti punya ya?"
"…" Rei mengerutkan alisnya sejenak, tapi akhirnya dia melepaskan tangan Ana dan mundur selangkah. "Bagaimana kalau kita langsung ke bisnisnya saja?" Katanya kemudian. "Akan kuberi satu milyar untuk kalungmu, bagaimana?"
"…!" Tersadar sejenak, Ana melebarkan matanya. "Se-Semahal itu?!"
"Untuk kalung yang umurnya sudah 10 abad lebih? Sebenarnya itu masih termasuk murah." Jawab Rei.
"…" Tapi lagi-lagi Ana mendekat dan mengelus-elus dada Rei. "Kau baik sekali berkata begitu. Padahal kalau kau menipuku, Aku mungkin tidak akan tahu."
Rei mengerutkan alisnya lagi. "Kenapa kau kedengaran seperti ingin ditipu?"
'Aku tahu. Otakku benar-benar tidak bisa berpikir jernih sekarang.' Balas Ana dalam hati, menyerah dengan perasaan terlenanya. Dia tidak tahu dia bisa selemah itu hanya karena bertemu laki-laki ganteng.
"Akan kuberikan." Kata Ana yang sekarang kembali melingkarkan tangannya di leher Rei dan menempelkan tubuh mereka sepenuhnya. "Asal kau temani Aku malam ini."
"…" Rei menatapnya sejenak, tapi akhirnya dia juga melingkarkan tangannya di pinggang Ana. "Akan kuberi kau waktu 5 detik untuk memikirkan yang baru saja kau katakan."
Tapi Ana mulai sedikit merasa senang dengan situasi itu, jadi dia tersenyum. "Kalau begitu kau juga punya 5 detik untuk menerimanya."
"Kau yakin?" Balas Rei yang ternyata mulai tersenyum juga. Dia bahkan mulai mengangkat pantat Ana dan membuatnya duduk di atas meja. "I'm a bit expensive myself. Jadi Aku mungkin harus menurunkan harganya kalau kau mau melakukan ini." Balasnya pelan.
Tapi bukan hanya dibisiki seperti itu, Rei juga ternyata mulai mencium pipinya. Jadi Ana malah semakin tidak bisa berpikir. 'Ahh, bagaimana ini…' Ana tahu laki-laki di depannya sangat sketchy, tapi pasti ini yang namanya godaan setan. Dia tidak bisa mengalihkan wajahnya dari Rei. "Tentu, kurangi sebanyak yang kau mau."
Rei menciumnya lagi. "You really shouldn't say that, but fine."
"Mmh…" Rei mencium lehernya sesaat, tapi kemudian bibirnya kembali mendekat di depan wajah Ana. Dan tanpa sadar, Ana sudah duluan memajukan kepalanya untuk mencium bibir Rei. Seakan kena alkohol, ada rasa manis yang sangat menggoda setiap bibir dan lidah mereka bersentuhan.
Apalagi karena Ana tidak perlu berdiri, dia jadi tidak perlu memikirkan kakinya yang melemas dan bisa leluasa menyentuh rei sesukanya. Begitu juga sebaliknya. Mata Ana sempat melirik ke arah kotak yang tadi sempat dibawa Rei. Tapi sebelum dia bisa memperhatikannya lebih lama, Rei malah sudah meraba-raba seluruh tubuhnya. Dari dada, perut, sampai ke paha.
Begitu juga sebaliknya, tangan Ana tidak bisa berhenti untuk menarik-narik baju Rei sehingga akhirnya Rei juga mulai melepas kancing-kancing kemejanya. Dan benar saja, sesuai dugaannya, laki-laki itu punya tubuh yang lebih bagus dari model manapun yang pernah bekerja dengannya.
Bukan cuma otot yang menimbul-nimbul dengan sempurna, Ana bahkan bisa melihat kalau Rei pasti sering menggunakan melakukan sesuatu yang berat sehari-harinya. Buktinya dia juga punya beberapa bekas luka di lengan dan perutnya.
"Kau mau ke kamarku?" Bisik Rei.
"Memangnya kau punya kamar di sini?"
"Apa yang kau bicarakan? Seluruh gedung ini milikku. Kita bisa menggunakan ruangan manapun yang kau mau." Katanya sambil mulai menggendong Ana.
Ana tahu dia punya tubuh yang langsing. Tapi setelah Rei mengangkatnya dengan mudah seperti itu, dia jadi merasa sangat kecil, sekaligus sangat nyaman karena dia bisa memeluk Rei dengan aman.
Rei sepertinya membawa mereka ke lift untuk naik ke lantai, entahlah. Ana Cuma sibuk menikmati ciuman Rei yang sangat lihai. Jadi begitu dia sadar, dia sudah ada di sebuah kamar yang sangat luas. Bangunan ini harusnya Cuma gedung kecil. Tapi kamar yang baru dia masuki, dan kasur yang baru saja mereka naiki ukurannya sangat luas seakan mereka baru saja teleportasi ke sebuah penthouse di salah satu apartemen mewah.
Rei mulai sibuk melepaskan blouse putih dan rok Ana. Tapi saat gadis di depannya sibuk menggeliat, Rei sempat berhenti sejenak. "Ini aroma apa?" Tanyanya tiba-tiba.
"Apanya? Mungkin parfumku? Kau tidak menyukainya?"
"Tidak. Hanya sedikit…"
Dan Ana melebarkan senyumnya. "Membuatmu bergairah?" Tanya Ana senang. Rei tidak menjawabnya, tapi dia kembali menciumi wajah Ana.
"Ah, Rei…" Selesai melepas semua pakaian, mereka pun memulai kegiatan utama mereka hanya dengan dilapisi oleh selimut tipis.
Padahal hari masih sore saat mereka mulai, tapi sekarang langit sudah terlihat gelap di luar. Kalau bukan karena lampu tidur yang dinyalakan Rei, mereka mungkin tidak akan punya penerangan sama sekali di dalam kamar.
'Aku tahu Aku sedang depresi, tapi…' Kepala Ana bicara sendiri karena tubuh fisiknya sedang sibuk bersenang-senang. Bukan Cuma punya tubuh yang bagus, Rei ternyata juga lumayan pandai menggerakkan tubuhnya, juga tubuh Ana. Mereka sudah ganti posisi 3 kali, dan Ana selalu mencapai klimaksnya dengan sempurna seakan tubuhnya dikendalikan penuh oleh Rei.
DItambah, entah karena mereka berdua sama-sama memiliki tubuh yang atletis atau apa, ketahanan keduanya sangat tinggi. Apalagi Rei yang sama sekali belum mereda meski mereka sudah melakukannya berjam-jam.
"Mmh, Rei!"
Melepaskan ciumannya di dada Ana, Rei mengangkat kepalanya. "Kenapa? Kau mau sudahan?"
Ana langsung menggeleng. "Jangan berhenti, ah!"
Menurut, Rei kali ini mengangkat tubuh Ana dan membuat mereka berdua sama-sama duduk. Ana langsung mendesah lagi karena posisi itu membuatnya jadi lebih sensitif, tapi lagi-lagi Rei menutup bibir Ana dengan ciumannya sambil mulai menggerakkan tubuh mereka perlahan.
Semalam penuh, Ana jadi merasa sangat berterima kasih pada 3 orang. Yaitu pada mantan pacarnya yang sudah selingkuh, lalu Lunia yang sudah meninggalkan mereka berdua, lalu pada neneknya yang sudah mewariskan kalung aneh ini.
"Mmh, Rei, kau harus jadi pacarku sekalian." Gurau Ana kemudian.
"Nope." Balas Rei meski bibirnya malah mulai menciumi leher Ana.
"Tapi ini pertama kalinya Aku suka dengan, ahh, Rei, Aku menyukaimu."
"Haha, kau terdengar mabuk." Balas Rei yang kembali mencium bibir Ana. Mereka sedang melakukannya dan samping, jadi bibir mereka memang terus berdekatan daritadi. Tubuh dan kasur mereka juga sudah basah dengan keringat dan segala macamnya, tapi mereka terus saja melanjutkan hubungan cinta satu malam mereka.
Ana sudah tidak bisa menghitung berapa kali dia sudah klimaks. Baru saat dia pikir akan mulai kehilangan kesadarannya saking kelebihan endorphin, akhirnya Rei menyelesaikan ronde terakhir mereka saat dini hari.