Diberitakan Harian Kompas, 25 April 1996 unjuk rasa di Makassar pada 24 April 1996 diikuti mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di kota itu.
Unjuk rasa yang berlangsung serentak di depan kampus masing-masing itu menuntut pencabutan surat keputusan (SK) Gubernur Sulawesi Selatan No. 93 Tahun 1996 tertanggal 16 April 1996, tentang kenaikan tarif angkutan umum dalam kota (mikrolet) dari Rp 300 menjadi Rp 500. Kenaikan tarif ini dianggap memberatkan, meski khusus bagi mahasiswa dan pelajar dikenakan potongan 40 persen.
Kerusuhan di Makassar diawali pukul 09.00 Wita di depan Kampus II Universitas Muslim Indonesia (UMI). Sebuah truk pengangkut sampah dicegat dan digulingkan di tengah jalan. Tak hanya itu, Terminal Angkutan Darat Panaikang yang letaknya bersebelahan dengan kampus perguruan tinggi swasta itu terpaksa ditutup. Unjuk rasa tidak hanya di satu titik saja di depan UNHAS (Universitas Hasanuddin), UNIVERSITAS 45 ( yang Kini Menjadi Universitas Bosowa ), IAIN ( Universitas Islam Negeri Alauddin) , IKIP (Universitas Negeri Makassar) dan beberapa yang tak bisa saya sebutkan satu persatu, peristiwa berdarah itu melahirkan berbagai macam spekulasi dari berbagai pihak. semua pihak memiliki pendapatnya masing-masing. peristiwa ini menelan banyak korban meninggal dunia, luka berat, hingga luka ringan. Namun kita tak akan membahas peristiwa ini secara detail. Sebab ada momen pilu yang ingin di ceritakan dari segi percintaan seorang Mahasiswa Fakultas Hukum UMI Bernama Abidin yang kala itu ikut serta dalam unjuk rasa bersama delapan orang rekannya memimpin barisan kedua di depan untuk memukul mundur polisi, namun sayangnya bala bantuan kepolisian datang dan menembakkan gas air mata kedalam kampus hingga ratusan polisi masuk dan memukul mundur mahasiswa hingga terjebak dalam gedung Fakultas kedokteran, polisi berseragam maupun pakaian preman mengeledah setiap ruangan dan menemukan mahasiswa langsung dihajar bertubi-tubi ditembaki, ditendang, dipukul, diinjak, ditelanjangi tidak lagi ada rasa kemanusiaan pada saat peristiwa itu terjadi, mahasiswa yang tak ikut campur, mahasiswa propokator, maupun mahasiswa yang hanya ikut perintah senior semua terkena hantaman dari para petugas kala itu. semua berjalan jongkok menuruni gedung namun tetap di hujani tembakan dan hantaman pentungan maupun gagang senjata. Abidin kala penuh luka di kepala hingga membuatnya oleng masih berjalan mengikuti arahan dari petugas tiba-tiba dari arah depan polisi berpakaian preman merajam kepala Abidin menggunakan gagang senjata dengan beringas, hingga membuat Abidin terjatuh tak sadarkan diri, Rusdi yang melihat Abidin tak sadarkan diri dan di seret oleh petugas menuju mobil tak bisa berbuat apa-apa, Rusdi menganggap Abidin telah meninggal, semua Mahasiswa di amankan. 2 Minggu setelah peristiwa itu terjadi Rusdi menanyakan keberadaan kawannya kepada kepolisian namun tak ada yang mengetahui, namun Rusdi terus berusaha mencarinya, 1 bulan kemudian setelah akhirnya Abidin ditemukan oleh Rusdi di Rumah sakit dalam keadaan kurang baik. Rusdi memeluk erat semabri memberi pernyataan yang membuat Abidin tertawa, kurika kamu sudah mati Abidin, sambil tertawa Abidin membalas celoteh Rusdi kalo aku mati kamu pasti juga mati. merekapun tertawa aku gendong pulang ke kost kamu yaa".