Chapter 12 - 11 LANGKAHMU, AKU BERSAMAMU

entah kenapa, hari ini aku merasa ngilu, tubuhku terasa berat seperti seseorang menimpaku.

eh, semalam kan....

seketika aku terjaga. benar sekali, ada seseorang di dekapanku. sial, karena efek obat tidur dalam ramuan itu aku jadi lengah.

"kau sudah sadar?"

"bagaimana, kau tidak bermimpi buruk kan? kau tidak kesakitan lagi kan?" kutangkup kepalanya dengan kedua tanganku. dia tak bergerak sama sekali tapi, saat ku lihat wajahnya, matanya berkedip.

dia tidak mati kan? atau karena ramuan semalam dia jadi lupa caranya bicara? tapi jika dilihat begini dia lucu juga, hehe.

"meski sudah lebih baik, tapi kau jangan berpikir sudah mati ya. kita masih hidup sekarang."

"dan juga, karena ramuannya bekerja, untuk sementara kau tidak akan kesakitan lagi. hebat kan?"

jangan melihat dengan tatapan putus asa begitu dong. "kenapa kamu tidak mengatakan apa-apa dan hanya menatapku?"

"ti-tidak. kau tidak mati kan? hei, katakan sesuatu! jangan membuatku panik."

bibirnya bergerak, dia mengatakan sesuatu tapi suaranya tidak keluar. melihat bibir itu aku jadi teringat semalam. memalukan, semoga dia tidak mengingatnya.

"fiuh, jika bibirmu masih dapat bergerak berarti kau masih hidup. leganya."

"callix, mulai hari ini... aku akan membawamu pergi."

benar. kali ini aku akan memalsukan kematiannya dan menyembunyikannya bersamaku sampai ia dapat bergerak sendiri. aku juga sudah menyiapkan sebuah tempat untuk merawatnya sementara.

"selama bersamaku, kau akan baik-baik saja. jangan khawatirkan hal lain termasuk kutukanmu untuk sementara waktu."

"pokoknya, Kau hanya harus percaya padaku sampai akhir, ya!" aku berdiri dan kembali menidurkan callix di ranjang lusuhnya, "tunggu aku, ya! dan maaf aku akan menyakitimu nanti."

#####

Aku sudah kembali ke tempat persembunyian dimana, Ash menjebak penguntit itu di sana.

"ash, mulai rencananya."

grghhh

Ash melepaskan ilusinya. Aku yang palsu akhirnya berganti menjadi Aku yang asli. Sesuai dugaanku, penguntit itu ada di sana, mengawasiku dengan hawa keberadaannya yang nyaris tiada. Dia sungguh mata-mata profesional tapi, ia punya satu kesalahan... mengawasiku yang dapat melihat ki makhluk hidup.

Tak ada gunanya sebenarnya penguntit itu mengawasiku dengan tidak mencolok. Aku sudah tahu sejak awal keberadaannya dari ki miliknya.

Setelah melakukan beberapa persiapan sederhana, pergi ke beberapa tempat agar tidak terlihat mencolok, akhirnya aku kembali memasuki hutan kerajaan.

Sekarang, aku masih berlagak pembunuh yang mengincar mangsa di malam yang akan segera tiba lagi bersama mata-mata serikat yang mengawasiku dari kejauhan.

sekarang saatnya.

Ku pecahkan jendela kamar Callix dengan kasar, pemilik kamar yang masih terpengaruh obat yang kuberikan kemarin malam tak bergerak dan hanya melirikku di ranjangnya.

ku acungkan sebilah pedangku dan menusuk tepat di jantungnya, pria malang itu muntah darah. Callix melihatku dengan tanya, sosok itu seperti ingin menanyakan sebuah alasan padaku.

"percayalah padaku sampai akhir." bisikku kemudian berbalik pergi meninggalkan pedangku yang menancap di dadanya dan sosoknya yang sekarat.

#####

Aku kembali keluar dari tempat callix. Saat sudah keluar dari hutan kerajaan, sosok ketua serikat sudah menungguku di tempat persembunyianku. sosok itu menyeringai, ia berjalan mendekatiku. Aku diam, tepatnya bingung kenapa dia ada di sini sekarang?

"Bagus sekali. Kau benar-benar melakukannya dengan baik, ya?"

"Mana bayaranku?"

"wah, kau benar-benar tidak bisa berbasa-basi, ya? tapi karena aku suka dengan kinerjamu aku akan memberikan bonusnya."

"Benarkah? mana?"

Sebuah anak panah menembus punggungku. panas sekali rasanya, tubuhku mendadak sempoyongan. Ah, pasti ada racun di dalamnya.

"Inikah bonusnya? uhukk," Aku muntah darah. sekuat tenaga aku menahan diriku agar tidak hilang kesadaran.

"Hahahahaha, Kau ini, ya... Benar sekali." Adolf tampak senang di tempatnya.

"Matilah dengan baik. Aku akan mengenangmu sebagai pekerja terbaik sekaligus terbodohku." Adolf mengeluarkan pedangnya, ia menghampiriku dan menusuk tepat jantungku. Aku sekarat.

Grusukgrusukk...

Arrrggghhh

sosok monster serigala perwarna perak muncul dari balik pepohonan. Ukurannya setinggi orang dewasa.

"Sepertinya, seorang monster jadi datang karena berminat dengan darahmu ya? sampai jumpa lagi." Pria itu pergi begitu saja meninggalkanku yang tergeletak bersimbah darah dan sekarat bersama serigala besar yang sepertinya hendak memakanku. Jika orang biasa pasti sudah mati karenanya.

"Hyde, kau sudah membawa dia kan?" bukannya memakanku, serigala itu mengosok-gosokkan hidungnya di tanganku seolah minta aku mengelusnya. Yah, Adolf lagi-lagi tertipu dengan monster ini. Meski tampak buas, dia adalah temanku selain Ash.

Aku mengelus dagunya, Hyde mengibas-ibaskan ekornya dan mendengkur, Aku tersenyum, "tunggu sebentar, ya. karena racun, aku jadi kesulitan berdiri sekarang. Tapi Hyde, begini ternyata rasanya nyaman juga, hehe."

Lagi-lagi Hyde mendengkur keras, dia menyundul-nyundul kepalaku seakan memintaku berdiri. Tidak seperti Ash, Hyde itu tidak sabaran.

Meski kesal, akhirnya aku berdiri tertatih dan bertumpu padanya, Hyde tanpa meminta persetujuanku membawaku ke punggungnya dan pergi menuju sebuah tempat dimana seseorang sedang menungguku.

sebuah tebing biasa di hadapanku mendadak menjadi sebuah mulut gua sangat lebar. mungkin tingginya sekitar tiga meter dengan lebar kurang lebih dua meter. aku memasukinya bersama Hyde.

Semakin jauh gua itu ku telusuri, akhirnya tibalah aku di sebuah tempat yang telah kusiapkan sebagai tempat persembunyianku dan Callix. Aku sudah menyiapkan beberapa obat-obatan, harta benda curian, senjata, beberapa pakaian, dan alas tidur.

Bahkan, ku lihat Callix sudah ada di sana sekarang. pria itu tengah duduk bersandar di salah satu kotak persediaan makananku.

"Hyde, kan sudah ku bilang bawa dia ke alas tidur. kenapa kau meletakkannya asal?"

Hyde hanya mendengkur. Ck, anak ini memang susah diatur daripada Ash yang penurut.

Aku turun dari punggung Hyde. Dengan tertatih, Aku melangkah mendekati Callix. Mungkinkah dia mati karenaku?

Aku berjongkok di depannya. Pria itu tak merespon sama sekali. Tanganku bergerak hendak menyentuh pipinya. sebelum tanganku menyentuhnya sebuah tangan lain menahan pergelangan tanganku.