Chereads / Highschool of Genius (Versi Indonesia) / Chapter 8 - BAB 7: Aturan Khusus

Chapter 8 - BAB 7: Aturan Khusus

"Satomi, kau ingin aku menjelaskan apa?"

"Pertama-tama, bisa jelaskan tentang aturan khusus? Dan apakah hal itu berhubungan dengan point?"

Sepertinya Rose sudah mulai memercayai diriku.

Bagiku ini adalah hal yang sangat bagus.

Aku dapat mengumpulkan banyak informasi darinya tentang aturan khusus atau pun yang lainnya.

Aturan khusus telah menjadi informasi sekarang.

Jika perkataan Rose memang benar, maka itu berarti ada banyak hal di sekolah ini yang termasuk ke dalam bagian informasi.

Untuk saat ini aku tidak berniat untuk mengetahui lebih jauh.

Aku hanya fokus pada apa yang ingin kuketahui sekarang.

"Ya, aturan khusus itu adalah point itu sendiri."

"Lalu?"

"A-anu."

Rose memang ingin menjelaskannya, tapi beberapa saat dia terlihat seperti ragu-ragu dan merasa takut untuk berbicara.

"Jika merasa takut, kau bisa berbicara dengan pelan atau berbisik. Tenang saja, pendengaran ku berfungsi dengan sangat baik!"

"Ba-baiklah."

Dia mulai bicara lagi, dan dia memilih untuk berbisik agar merasa lebih aman.

"Tolong lanjutkan."

"Minggu depan, semua barang kalian akan dikembalikan ke tempat tinggal kalian. Jika tidak memiliki tempat tinggal, maka pihak sekolah akan menahannya hingga lulus nanti. Itulah aturan khususnya."

"Oh, begitu? Lalu apa hubungannya dengan point?"

Yah, aku tidak peduli jika aturan khusus seperti itu memang diterapkan, karena aku sendiri tidak memiliki barang penting apapun.

Bahkan kamarku terasa sangat kosong, mungkin hanya ada perlengkapan makan seperti gelas, piring, sendok, garpu, dan sumpit, lalu perlengkapan di kamar mandi seperti sabun, sampo, sikat gigi, pasta gigi, dan juga handuk.

"Aku belum selesai, Satomi. Mereka juga mengembalikan barang sehari-hari seperti untuk makan maupun mandi, bahkan uang juga termasuk."

Sudah kuduga.

"Biar kutebak, apa kami akan hidup dengan point?"

"Eh, kenapa kau bisa tahu?!"

Rose terkejut dengan tebakanku.

Semua penjelasan Rose akan menjadi masuk akal jika seperti itu.

Semua barang kami akan dikembalikan, termasuk perlengkapan kehidupan sehari-hari bahkan uang sekalipun.

Yah, aku masih tidak peduli dengan aturan khusus itu, karena ayahku tidak memberikanku sepeser uang pun saat masuk kesini.

Kemudian kami akan hidup dan bergantung pada sistem yang bernama "Point."

"Tidak ada alasan khusus, aku hanya menebaknya berdasarkan penjelasan mu tadi. Silahkan lanjutkan!"

"Kau memang hebat karena bisa memahaminya dengan cepat, tapi apa kau serius dari kelas 1-E?"

Sungguh, ada apa dengan kelas 1-E?

Sepertinya kelas 1-E telah mengalami diskriminasi yang sangat parah.

"Lanjutkan saja penjelasan mu, aku pun tidak tahu kenapa aku bisa ada disana."

Itu bohong, sih.

Alasan aku bisa masuk ke kelas E adalah karena aku menahan diri.

Aku sengaja menyalahkan beberapa soal saat tes masuk dan menjadikannya sebagai nilai rata-rata.

Karena kelas E adalah kumpulan dari siswa yang mendapat nilai rata-rata dari hasil tes masuk, jadinya aku ditempatkan di sana.

"Baiklah, akan ku lanjutkan. Untuk Minggu pertama ini, sebelum pukul tiga sore, kalian tidak akan belajar dan dibebaskan untuk berada dimana pun kecuali di kamar asrama, kalian juga bebas melakukan apapun asalkan masih menaati aturan sekolah. Tapi saat Minggu depan nanti, kalian akan terkejut karena semua barang akan dikembalikan, dan kalian akan hidup dengan sistem point."

"Seperti dibuat senang dan santai lebih dulu, lalu langsung dihadapkan dengan situasi dan keadaan yang berat."

"Ya, kau benar. Aku yang saat itu tidak menyadarinya merasa sangat tertekan. Walaupun begitu, ada beberapa orang yang tidak tertekan sama sekali, seolah-olah mereka sudah menduga hal itu."

"Apa teman sekelas mu ada yang menyadarinya?"

"Tidak ... semua orang di kelas 1-E, mereka semua tertekan. Namun diantara banyak orang yang tertekan, ada juga kebanyakan siswa dari kelas 1-A dan 1-B terlihat sangat tenang."

Yah, tentu saja kelas A dan B menyadarinya.

Mereka juga adalah siswa dengan nilai tertinggi saat tes masuk, pastinya mereka sudah menduga hal itu dan melakukan beberapa persiapan.

"Baiklah, aku mengerti sekarang. Satu pertanyaan terakhir, bagaimana sistem point akan bekerja?"

Kupikir aku sudah cukup puas dengan informasi yang diberikan oleh Rose, jadi aku hanya bertanya satu hal lagi lalu pergi setelahnya.

"Pagi itu juga kalian akan diberikan sebuah ponsel."

"Ponsel?"

"Itu bukan ponsel yang seperti kalian bayangkan. Fitur-fiturnya sangat terbatas, dan juga kalian bisa membeli apapun menggunakan ponsel asal memiliki point."

"Apakah membeli sesuatu itu dengan cara seperti scan barcode?"

"Ya, memang seperti itu."

"Oh, kau pasti punya ponselnya bukan? Bisakah aku melihatnya?"

"Itu mustahil, memaksa menunjukkan isi ponsel itu sama dengan melanggar hak privasi."

"Maaf, Rose!"

Karena apa yang dikatakan oleh Rose itu benar, jadi aku meminta maaf padanya.

"Lagipula kau bisa mengeceknya sendiri Minggu depan, seperti fitur-fitur, sistem point, scan barcode, atau hal lainnya."

"Ya, kurasa sudah cukup. Terima kasih, Rose! Kau sangat membantuku."

Dirasa sudah cukup dengan penjelasan Rose, aku pun berterimakasih padanya dan berniat untuk membantunya setelah ini.

Kegiatan bebas selama seminggu akan sangat menguntungkan ku dalam mencari tahu pelaku yang telah menguntit Rose.

Aku yakin dalam tiga hari, pelakunya akan segera diketahui.

"Tolong bantu aku mencari siapa pelakunya! Katanya kau bisa melakukannya dalam tiga hari, kurasa kau juga sangat hebat, jadi aku berharap banyak padamu."

"Ya, serahkan padaku! Kalau begitu, aku pergi dulu, Rose! Sekali lagi, terima kasih!"

"Baiklah, akan ku serahkan padamu! Oh iya, satu hal lagi, Satomi. Tolong jangan bermain-main dengan informasi!"

"Ya, aku paham sekali tentang itu."

Pembicaraan sudah selesai, jadi aku beranjak dari bangku taman dan pergi meninggalkan Rose seorang diri.

Paling tidak aku bisa merasa tenang sekarang.

Mungkin saat ini Rose masih merasa takut akan diuntit, tapi aku tidak peduli dengan itu.

Yang aku pedulikan sekarang adalah mencari tahu tentang orang yang menguntit Rose, bukan tentang perasaan takutnya.

Aku melakukan itu karena tidak memiliki pilihan lain lagi, jadi sebagai seorang lelaki aku harus menepati perkataan ku sendiri.

Lelaki yang tidak bisa menepati perkataannya sendiri, aku menyebutnya sebagai sampah.

Janji manis perempuan memang terdengar menggiurkan, tapi beberapa orang pasti sedikit ragu akan itu.

Hal itu berbeda dengan janji manis lelaki, mungkin beberapa orang akan percaya karena yang berbicara adalah seorang lelaki.

Jika ada seorang lelaki yang telah diberi kepercayaan seperti itu tapi malah mengingkarinya, maka dia benar-benar sampah.

"Kringg!! Saatnya waktu makan siang!"

Aku kembali mendengar suara bel, aku juga melihat tampilan layar yang mengingatkan siswa kalau sekarang adalah waktunya untuk makan siang.

Kupikir perjalananku menuju ruang makan akan sedikit terhambat karena aku hampir melupakan jalan ke kelas satu.

Aku hanya berusaha mengingat beberapa penanda kecil seperti batu, ranting pohon, dan juga dedaunan.

Untungnya beberapa menit kemudian, dengan memanfaatkan penanda kecil itu, aku berhasil menuju kelas satu tanpa hambatan apapun.

Aku pun pergi menuju ruang makan dan langsung masuk ke dalamnya lalu duduk di kursi nomor 84.

Kertas kecil yang berisikan nomor ini ternyata adalah tempat dan giliran ku untuk makan hari ini.

Saat besok hari nanti, aku akan diberikan kertas kecil lagi dan aku juga disuruh untuk mengembalikan kertas kecil kemarin.

Paling tidak seperti itulah yang kupikirkan tentang kertas kecil ruang makan ini.

Aku menghabiskan sisa waktu bersekolah hari ini dengan menyendiri sebelum akhirnya waktu menunjukkan pukul tiga sore.

Aku kembali ke kelas sebentar dan mengambil selembar kertas yang harus dipasang di kamar ku nanti, lalu aku pun pulang ke kamar asrama ku sambil membawa selembar kertas itu.

Sesampainya disana, aku pun langsung memasangnya di dinding dekat tempat tidurku.

Lembaran kertas itu dapat dipasang dengan mudah karena aku hanya perlu mencabut lem stiker yang ada di belakang kertas lalu memasangnya.

Kini kertas itu sudah terpasang di dinding kamar asrama ku.

Kuharap aku sudah memasangnya dengan benar.

Ah, aku merasa cukup lelah hari ini.

Sebaiknya aku istirahat saja untuk sekarang, karena besok aku harus melakukan sesuatu untuk Rose.