...Happy reading...
*****
Sebagai orang tua tunggal Fathan harus bisa menjadi ayah sekaligus ibu untuk anak semata wayangnya walau ia disibukkan dengan pekerjaannya sebagai dokter kandungan.
Pagi ini Fathan pergi ke supermarket untuk membeli keperluan Cika, sang anak yang super manja kepadanya. Berbagai makanan kesukaan Cika sudah ia masukkan ke dalam troli. Fathan ingin mengambil buah strawberry kesukaan anaknya tetapi ada tangan wanita yang duluan mengambilnya.
"M-maaf," ucap wanita itu dengan lembut.
Deg....
Jantung Fathan berdetak dengan sangat cepat saat melihat wajah seseorang yang meminta maaf dengan lembut kepadanya.
"Tidak apa-apa ambil saja strawberry-nya," ucap Fathan dengan tersenyum hangat.
"Terima kasih," ucap Tri dengan ramah. Ia langsung mengambil strawberry itu dan pergi dari hadapan Fathan yang masih menatapnya dengan tidak berkedip.
"Mbak tung..." Fathan mengusap wajahnya dengan kasar saat wanita itu semakin menjauh dari pandangannya dan tidak lagi terlihat.
"Kenapa dengan jantungku? Tidak mungkin kan aku terpesona dengan wanita itu? Aku rasa wanita itu juga sudah mempunyai suami," gumam Fathan yang mulai sadar tentang dirinya yang sangat aneh hari ini.
"Ingat Fathan hanya mendiang istrimu yang sangat kamu cintai tidak ada yang lain!" ujar Fathan menguatkan hatinya untuk tidak goyah.
Fathan menghembuskan napasnya dengan perlahan. Ia berjalan ke arah kasir karena strawberry yang ingin ia ambil sudah tidak ada hanya satu boks yang tersisa dan itu pun sudah diambil oleh wanita yang sudah membuat jantungnya berdetak sangat aneh.
Setelah membayar semua belanjaannya Fathan keluar dari supermarket tersebut karena ia juga harus pergi ke rumah sakit dimana dirinya bekerja sebagai dokter kandungan di sana. Pasiennya hari ini cukup banyak yang membuat Fathan terkadang merasa bersalah kepada Cika karena ia jarang sekali ada waktu untuk anaknya.
"T-tolong..."
Fathan mengerutkan dahinya saat ia mendengar suara orang meminta tolong. Matanya semakin menajam kala ia melihat segerombolan lelaki berbadan besar memasuki mobil. Fathan yang paham akan situasi saat ini ia langsung berlari mendekat ke arah pria paruh baya yang sudah tidak berdaya di parkiran.
"Bapak sama mbak-nya kenapa?" tanya Fathan dengan bingung.
"Ini kan wanita tadi," gumam Fathan dengan cemas saat ia melihat Tri yang pingsan di hadapannya sekarang. Entah mengapa ia bisa sangat sepanik ini.
"Mas tolong saya, Mas! Majikan saya diculik! Tolong telepon suami majikan saya bernama Elang," ucap pak Maman dengan lirih dan memberikan ponselnya kepada Fathan yang terlihat cemas dengan keadaan Tri sekarang.
Tanpa berpikir panjang Fathan langsung mengambil ponsel dari pria paruh baya yang terlihat tak berdaya sekarang.
"Maaf Pak saya bukan pak Maman. Saya tidak sengaja melihat pak Maman yang Bapak maksud tergeletak tak berdaya di parkiran supermarket bersama seorang perempuan. Beliau menyuruh saya untuk menelepon Bapak karena istri Bapak diculik, saya harap Bapak segera datang ke sini," ucap Fathan dengan tegas setelah teleponnya diangkat.
Lumayan lama Fathan meyakinkan Elang barulah Elang mempercayai ucapannya. Ia memberikan ponselnya kepada pak Maman.
"Bapak masih bisa bertahan?" tanya Fathan dengan cemas.
Pak Maman mengangguk lirih yang membuat Fathan khawatir. Ia juga melihat ke arah wanita yang tergeletak begitu saja. "Majikan anda akan segera datang, kita biss menungu mereka di sini. Saya akan memberikan pertolongan pertama untuk Bapak dan wanita ini," ucap Fathan dengan tegas.
Fathan ingin langsung membawa kedua orang ini ke rumah sakit tetapi tiba-tiba saja ia juga mendapatkan telepon dari pengasuh anaknya jika lagi dan lagi Cika berbuat ulah. Sudah 5 kali Fathan mengganti pengasuh anaknya tetapi sama sekali tidak ada yang cocok untuk Cika. Harus bagaimana lagi Fathan mencari pengasuh yang membuat Cika nyaman? Sungguh hal ini membuat Fathan frustasi karena ia tidak bisa fokus bekerja jika anaknya terus menangis bersama dengan pengasuhnya.
Fathan memberikan pertolongan pertama untuk pak Maman dan Tri. Akhirnya Tri sadar dari pingsannya walau dirinya masih sangat merasa pusing.
Untung saja Fathan membawa tas peralatan medisnya. Ia bisa membantu pak Maman walau keadaan pak Maman semakin lemah. Tak lama dari itu juga Elang dan keluarganya datang dan langsung menghampiri pak Maman dan Tri.
"Kenapa pak Maman bisa seperti ini Mbak Tri?" tanya Alan yang masih belum mengetahui kejadian yang sebenarnya.
"A-anu Tuan... Kami berusaha menolong non Mentari yang diculik," ucap Tri dengan terbata. Wanita itu masih syok dengan apa yang terjadi pada mereka.
"APA? DICULIK?" tanya Alan dengan sangat syok.
"Yah. Ayah bisa membawa pak Maman ke rumah sakit? Elang ingin menyelidiki di mana Mentari di bawa," ucap Elang dengan cemas.
"Iya, Ayah akan membawa pak Maman ke rumah sakit. Tapi kamu jangan gegabah semua harus dipikirkan dengan kepala dingin," ucap Alan dengan tegas.
"Terima kasih Pak sudah menolong supir dan asisten saya," ucap Alan saat melihat Fathan seseorang yang telah menolong pak Maman dan Tri.
"Sama-sama Pak. Maaf saya tidak bisa membawa mereka ke rumah sakit, saya hanya bisa menangani pak Maman di sini kebetulan saya juga seorang Dokter. Anak saya sedang menangis bersama pengasuhnya jadi saya tidak bisa meninggalkan anak saya sembarangan," ucap Fathan tersebut dengan ramah. Diam-diam ia mencuri pandang kepada Tri yang masih sangat terlihat lemas.
"Ini kartu nama saya. Jika kalian membutuhkan saya, hubungi saya saja. Saya permisi, anak saya sudah menangis bersama dengan suster yang menjaganya," ucap Fathan dengan cepat.
"Baik Pak Fathan terima kasih," ucap Alan dengan ramah.
"Sama-sama, Pak!"
"Semoga kita dipertemukan kembali Nona," gumam Fathan di dalam hatinya sebelum ia berlalu pergi meninggalkan semua yang ada di sana.
****
Sesampainya di rumah Fathan mendengar suara tangisan Cika yang sangat kencang membuat Fathan kembali panik.
"Lea, kenapa lagi dengan Cika?" tanya Fathan dengan dingin.
"Maaf, Pak. Non Cika tidak mau makan dan non Cika tidak ingin diasuh oleh saya," jawab Suster Lea dengan jujur.
Fathan mengusap wajahnya dengan kasar. Ia menghampiri Cika yang menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
"Cika Sayang. Lihat Papa, Sayang! Bicara sama Papa yuk," ucap Fathan dengan lembut.
"Enggak mau!" teriak Cika dengan kencang.
"Bicara sama Papa, Cika mau apa Sayang?" tanya Fathan dengan lembut.
"Cika gak mau pengasuh seperti mbak Lea lagi. Dia tidak seperti Mama! Cika ingin punya Mama!" ucap Cika dengan terisak yang membuat hati Fathan teriris.
"Kenapa Cika dilahirkan kalau membuat mama meninggal? Cika ingin punya Mama," ucap Cika dengan terisak.
Fathan menahan air matanya yang hendak jatuh. "Cika bisa mengerti keadaan Papa tidak? Mama akan selalu ada di hati Cika dan Papa. Sekarang lihat Papa sebentar," bujuk Fathan dengan lirih.
Cika membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhnya ia menatap papanya yang tampak bersedih karenanya.
Fathan tersenyum lalu ia mengarahkan cermin kecil ke arah anaknya. "Lihat wajah Cika seperti mama, kan? Mama akan selalu di hati kita untuk selamanya," ucap Fathan dengan lembut.
"Maaf, Pa!" ucap Cika dengan wajah yang menunduk.
"Papa maafkan. Sekarang Cika bersama mbak Lea dulu ya, Papa ke rumah sakit dulu. Papa ini seorang dokter yang menyelamatkan nyawa bayi dan ibunya agar keduanya sehat. Cika jangan nakal ya," ucap Fathan dengan lembut.
"Iya, Pa!" jawab Cika dengan pelan walau sebenarnya ia merasa tidak nyaman dengan pengasuhnya sendiri. Entah mengapa hati kecilnya selalu menolak pengasuh yang papanya pekerjakan.
Cup....
"Ya sudah Papa ke rumah sakit sekarang. Lea jaga Cika dengan baik jika Cika kembali menangis segera telepon saya. Saya pergi," ucap Fathan dengan tegas.
"Baik, Pak!" jawab Lea dengan sopan. Ternyata menjadi pengasuh Cika sangat melelahkan jika ada pengganti dirinya Lea dengan senang hati mengundurkan diri.
"Papa pergi dulu. Cika jangan nakal ya!" ucap Fathan mengusap rambut anaknya. Sedangkan Cika hanya mengangguk saja membiarkan sang papa pergi ke rumah sakit untuk bekerja.
*****
Jangan lupa like, vote, dan komentar yang banyak ya supaya aku semangat update lagi nih.