Chereads / Wolfie Hunter / Chapter 4 - Eps. 4 Berburu

Chapter 4 - Eps. 4 Berburu

Kabar kematian Emma pun seketika menyebar dengan cepat di kampus dan membuat suasana menjadi heboh.

Pasalnya gadis itu sebelumnya baik-baik saja dan tak punya riwayat penyakit apapun tapi tiba-tiba meninggal dengan kondisi tak wajar.

Pihak keluarga menyatakan putri mereka meninggal akibat serangan binatang buas pada bagian leher.

Tubuh Emma pun bahkan kehilangan banyak darah.

Hal yang sangat janggal sekali padahal sebelumnya putrinya itu tak pernah pergi ke hutan atau sejenisnya.

"Apakah mungkin Emma meninggal karena gigitan vampir?" celetuk seorang mahasiswa di jalanan kampus.

"Kau mengada-ada. Di zaman ini mana ada sosok vampir seperti yang kau bicarakan?" timpal mahasiswa lain.

Menganggap hal tersebut sama sekali tak rasional.

Jenia saat itu sedang berjalan keluar kelas dan menuju ke kantin.

Dia juga mendengar percakapan dua mahasiswa tadi.

"Vampir? Itu kan hanya makhluk mitologi dalam cerita saja. Mana mungkin ada makhluk seperti itu di dunia nyata ini." gumamnya. menanggapi percakapan mahasiswa tadi.

Jenia lalu masuk ke kantin. Di sana berjajar banyak counter makanan. Di sisi timur terdapat deretan kursi yang jumlahnya banyak, mengingat mahasiswa di sana jumlahnya tidak sedikit.

Jenia menarik kursi kayu yang berdecit karena menyapu lantai setelah memesan menu makan siang.

Ia duduk sembari menunggu pesanannya datang.

"Ini Nona, pesananmu."

Seorang pramusaji mengantarkan menu pesanan Jenia.

"Terimakasih." jawabnya. Lalu sudah menyantap menu makannya setelah pramusaji itu pergi.

Di saat gadis itu sedang menikmati makan tiba-tiba seseorang mengagetkannya.

"Jenia, boleh aku duduk di sini?" ucap seorang pria yang suaranya tak asing.

"Erlan?!"

Ia sampai tersedak saat melihat kedatangan pria itu.

Mimpi apa dia tiba-tiba Erlan mendatanginya.

"Y-ya, silakan duduk." ucapnya terbata-bata karena gugup seperti biasanya.

Di saat Erlan duduk, Jenia pun segera mengambil air minum untuk mengatasi tersedaknya.

Erlan kemudian memesan makanan. Sambil menunggu pesanannya tiba ia pun mengajak ngobrol Jenia.

"A-aku turut berduka cita atas meninggalnya Emma." ucap Jenia tiba-tiba. Di tengah pembicaraan mereka.

"Ya, terimakasih."

"Kau pasti sedih sekali, kekasihmu meninggal."

Erlan mengangguk serta memperlihatkan wajah sedihnya.

"Oh, ma-maaf. Harusnya aku tak membahas itu. Aku tak bermaksud membuatmu sedih." ujarnya.

Hanya ingin turut berbela sungkawa dan berempati saja.

Jenia merasa bersalah dan kemudian diam tak berani berucap lagi.

"Bukankah nasib seseorang sudah ditakdirkan? Termasuk waktu sakit dan meninggal?" jawab Erlan.

Merasa Jenia terpukul karena salah ucap.

Jenia pun tersenyum kecil dengan pipi yang memerah menatap Erlan.

"Dia tak hanya tampan, menggoda tapi juga bijak." pujinya dalam hati.

Beberapa saat kemudian pesanan makanan Erlan datang dan mereka berdua fokus ke makanan mereka masing-masing. Jenia terlihat canggung hingga jam istirahat saat itu berakhir.

***

Malam hari di rumah kontrakan yang Jenia sewa dan ia tinggali sendiri, gadis itu duduk di lantai beralaskan karpet menatap dan mendengarkan siaran berita malam ini.

Disiarkan dalam berita jika beberapa pekan ini ada kejadian aneh. Beberapa orang meninggal secara tak wajar.

Mereka semua meninggal setelah terkena gigitan sesuatu di leher dan sampai sekarang pun polisi masih menyelidiki sebab kematian warga yang begitu mendadak.

"Aneh, ciri korban yang meninggal itu mirip dengan ciri pada kasus Emma yang meninggal dengan gigitan di leher karena serangan binatang." gumam Jenia mencoba menghubungkan.

Namun ia tidak yakin apakah itu kasus yang sama atau tidak.

30 menit kemudian, Jenia lalu mematikan siaran televisi.

Ia beralih menatap buku yang berserakan di depannya.

"Astaga! Aku sampai lupa belum mengerjakan tugas dari kampus."

Buku di depannya sebenarnya adalah buku tugas yang sudah ia siapkan dan akan ia kerjakan namun lupa karena melihat televisi.

"Sebaiknya aku segera kerjakan tugasku."

Jenia segera mengambil satu buku di depannya lalu memakai kacamata tebal miliknya.

Beberapa detik setelahnya ia sudah serius mengerjakan soal-soal fisika yang cukup memeras otak.

Di bagian belahan bumi lain di tempat yang jauh di sebuah hutan yang gelap gulita, sekumpulan pria terlihat dengan cepat keluar dari hutan dengan berlari seperti cheetah.

Pria berbadan tegap dengan tinggi yang hampir rata-rata sama, 180 cm dan paras di atas rata-rata itu melompat ke sana ke mari dengan lincah.

"Berhenti!" ucap seorang pria yang berada pada barisan paling depan.

Seketika itu juga puluhan pria lainnya yang sedang berlari berhenti mendadak.

"Ada apa Lord Fulton?" ucap seorang pria lainnya di barisan belakang.

Mereka semua tak tahu kenapa, alasan ada apa mereka tiba-tiba harus berhenti mendadak.

"Media sudah meliput kejadian beberapa hari terakhir ini. Maka dari itu jangan tinggalkan jejak apapun setelah ini saat berburu." jelas pria yang merupakan pemimpin kelompok tersebut.

"Baik, Lord." Semua menjawab serempak.

Tak lama setelahnya mereka kembali bergerak namun mereka semua berubah wujud menjadi serigala.

"Akh!!! Serigala datang!!!"

Seorang warga berteriak histeris saat keluar rumah dan melihat banyaknya tawanan serigala datang.

Bahkan dengan cepat mereka langsung mencabik mangsa mereka secara beramai-ramai.

"Argh!!!" terdengar kembali teriakan para warga yang menyayat hati saat serigala lainnya masuk rumah mereka lalu memburu mereka.