Di kedalaman hutan yang ada di dalam lembah dengan dua pegunungan yang mengapitnya. Hutan tropis yang begitu lebat, Akara bersama ayahnya berjalan perlahan menyusurinya. Terkadang anak itu melihat ke arah belakang, mengamati rumahnya yang masih terlihat di sela-sela daun dan ranting pohon.
"Ayah, mau ke mana kita? Aku masih harus latihan!" seru Akara, namun tetap mengikuti ayahnya.
"Inilah latihan yang lebih baik, ada pertempuran sesungguhnya. Akan ayah ajari beberapa hal," ujar ayah Al dengan suara santai, ia terus berjalan tanpa menengok ke arah anaknya.
"Teknik apa lagi ayah!?" serunya kegirangan, namun langsung berubah murung.
"Tapi Akara belum bisa membuat energi pelindung yang menyelimuti tubuh," lanjutnya.
Tidak menjawab pertanyaan anaknya, ayah Al malah berhenti, hingga membuat Akara menabraknya.
"Akhh, ada apa ayah!?" Ia sedikit terdorong ke belakang, lalu mengusap kepalanya yang terbentur badan ayahnya.
"Cepat, mereka terpojok!" Ayah Al langsung berlari meninggalkan anaknya.
"Ayah tunggu!" Ia ikut berlari, namun ketinggalan cukup jauh dari ayahnya. dalam sekejap, ayah Al menghilang dari pandangannya, namun ia tetap berlari lurus. Saat sedang berlari, tiba-tiba ada seseorang yang menarik tangannya.
"Awas!"
Ia ternyata berlari hingga hampir terjatuh dari tebing, namun untung saja ayah Al langsung menarik tangannya. Di bawahnya ada jurang dengan dasar bebatuan, namun beberapa meter kemudian ada pepohonan lagi.
"Ayah!?" Akara cukup terkejut, namun langsung terbelalak begitu melihat tebing yang hampir membuatnya kehilangan nyawa.
"Itu, lihatlah," ujar ayah dengan santai, menunjuk ke arah jurang, di bawah sana ada 5 ekor kucing hutan yang dikerumuni oleh kawanan hyena. Walau menang jumlah, kawanan hyena masih kesulitan untuk menyerang kucing hutan. Setiap kali hyena mendekat, selalu saja dicakar oleh para kucing hutan.
"Ayo bantu!" Bocah itu nekat ingin melompat dari tebing jurang yang sangat dalam, tapi segera dihentikan oleh ayahnya.
"Tunggu dulu sebentar!" Ayah Al menarik tangannya hingga membuat anaknya jatuh di tanah.
"Kenapa!?"
"Kawanan hyena itu kemungkinan mempunyai pemimpin, kita tunggu sampai pemimpinnya keluar," ujar ayah Al yang kemudian duduk di ujung tebing sambil mengamati ke sekitar hyena. Anaknya ikut duduk, juga mengamati hyena yang mencoba mencolek kucing dengan cakarnya.
"Mau berapa lama menunggu!?" seru Akara yang langsung berdiri dan tidak bisa tenang.
"Tunggu sebentar," ujar ayah Al sambil menarik tangan anaknya untuk duduk kembali di sampingnya.
"Nanti keburu mereka dimakan hyena!" seru Akara yang terpaksa duduk di samping ayahnya.
"Lihatlah, hyena tidak berani menyerang langsung, karena para kucing itu masih berani bertahan," ujar ayah Al menenangkannya.
"Coba gunakan mata ularmu, deteksi pepohonan di belakangnya," lanjutnya.
Akara kemudian menggunakan mata ularnya untuk mencari keberadaan pemimpin hyena. Karena hutan terlalu lebat, ia tidak bisa merasakan hawa panas di belakang pepohonan.
"Hehh, cuaca panas ditambah hutan yang lebat, aku juga tidak bisa menemukannya," lanjutnya sambil menoleh ke arah ayahnya, namun ternyata ayah Al sudah tidak ada di sana.
"Ayah!?" teriak Akara dengan panik, ia langsung berdiri dan melihat ke belakang. Saat ingin berlari kembali, ia kemudian terlihat bimbang. Beberapa kali ia melihat ke arah belakang dan ke arah jurang, tapi akhirnya memilih ke arah jurang.
Saat itu tiba-tiba saja pemimpin hyena keluar, ukurannya dua kali lebih besar daripada hyena biasa. Para kucing hutan bukannya takut, tapi malah langsung menyerang. Dengan lincah kucing-kucing itu melewati kawanan hyena, dua ekor kucing hutan menerjang dan ternyata mengincar pemimpin hyena.
"Awas!" Akara mengeluarkan aura ranahnya, melemparkan satu pedangnya ke arah pemimpin hyena, kemudian melompat menuju jurang.
Pemimpin hyena ternyata mengayunkan cakarnya, bersamaan dengan kucing hutan yang sedang menerjang ke arahnya. Lemparan pedang Akara ternyata tepat mengenai moncong pemimpin hyena, mambuat hewan buas itu gagal mencakar kucing hutan. Walaupun serangannya mengenainya, namun tidak menyebabkan luka dan malah membuat kawanan hyena berkumpul.
Tepat sebelum jatuh, Akara membuat penghalang dan mengayunkan pedangnya. Arah jatuhnya hanya sampai di kawanan hyena, tidak sampai pada pemimpinnya karena cukup jauh.
"Sini kalian!"
Brushh!! Crangg!!
Suara jatuhnya diikuti oleh pecahnya penghalang, membuat beberapa hyena terhempas. Ia berlutut dengan satu pedang sebagai tumpuannya, sambil meringis kesakitan. Pemimpin hyena di depannya hanya berdiri kebingungan, sambil menggeram kepadanya.
Para kawanan hyena yang lainnya juga mematung, mengamati anak kecil yang baru saja terjun. Akan tetapi, ternyata para kucing hutan terkejut, hingga berlari memanjat pohon yang berada beberapa meter darinya.
"Sini para hyena!" teriak bocah itu sambil mengacungkan satu pedangnya, lalu berusaha berdiri. Raut wajahnya walaupun terlihat kesal, namun juga masih nampak kesakitan.
Karena tidak ada yang menyerangnya, ia langsung berbalik badan dan menyerang kawanan hyena. Ia malah mengabaikan pemimpin hyena dan sekarang membelakanginya.
Secara membabi-buta Akara mengayunkan satu pedangnya. Menebas kanan-kiri, lalu tebasan memutar dan mengejar para hyena yang berusaha kabur darinya.
"Sini kalian pengecut!" teriaknya saat para hyena tidak bisa ia jangkau.
Pemimpin hyena yang dibelakangi olehnya melesat, menerjang anak itu dari belakang. Akara tersungkur, namun langsung berbalik badan dan menyilangkan pedangnya untuk menahan serangan hyena. Ia berhasil menahan cakaran hyena, namun hyena berusaha menggigitnya.
Akara membuat penghalang lagi, namun langsung pecah dibarengi oleh tendangan di perut hyena. Pemimpin hyena terdorong oleh tendangannya, dan segera ia gunakan kesempatan itu untuk berdiri.
Sambil terus mengacungkan pedangnya, Akara berjalan perlahan mendekati pedang yang ia lempar sebelumnya. Para kawanan hyena kini berkumpul mengerumuni Akara. Saat ada yang mendekatinya, bocah tadi segera mengayunkan pedangnya sambil terus berjalan. Setelah mendapatkan pedangnya, ia langsung berlari ke arah pemimpin hyena. Mereka saling melesat dan menyerang, namun tidak ada satupun serangan yang berhasil kena.
Tiba-tiba ada hyena yang menerjang dari arah belakang, membuatnya terhuyung hingga pemimpin hyena menerjangnya. Akara terkejut, untung saja ia reflek melompat ke samping untuk menghindar.
Setelah kejadian itu ia mengarahkan kedua pedangnya berbeda arah, sambil terus bergerak ke segala disi. Karena selalu waspada, para hyena juga tidak berani asal menyerang.
Dengan tiba-tiba Akara menghunuskan satu pedangnya ke arah pemimpin hyena, namun segera menghentakkan kakinya, melompat ke arah belakang. Ia membuat tipuan untuk menjauhkan pemimpin hyena agar biaa menebas kawanannya. Dengan bebas Akara mengayunkan pedangnya dan melesat, namun pemimpin hyena segera berlari ke arahnya.
"Hehe, mati kau!" Akara berbalik badan, lalu melompat untuk mengayunkan pedangnya dari atas. Ayunan kedua pedangnya dengan tepat dan telak mengenai kepala pemimpin hyena. Benturannya menjadi lebih besar karena sang hyena juga melesat ke arahnya.
Pemimpin hyena tersungkur, begitu juga dengan Akara. Saat itu para hyena langsung menerjang ke arahnya, untung saja bocah itu langsung membuat penghalang.
Brukk!!
Serangan hyena berhasil di tahan, kemudian anak itu berusaha berdiri lagi.
"Sialan!" Akara mengayunkan pedangnya memutar, menebas para hyena di sekitarnya. Akan tetapi, tiba-tiba saja pemimpin hyena menggeram, lalu hentakan ada energi darinya. Muncul sebuah lingkaran seperti cincin di atasnya, lingkaran berwarna biru tua. Setelah itu tubuhnya dipenuhi oleh energi hitam yang cukup pekat.