Liuk hembusan angin dari selatan melintas, seakan berjalan dijalanan pagi. Helai rambut seorang remaja terpikat, menari.
Pagi yang cerah ini, adalah sebuah keajaiban. Minggu lalu, kota yang ia huni dilanda hujan besar yang mengakibatkan jalanan tergenangi air yang cukup tinggi.
Siswa itu melangkahkan kaki kanannya, masuk kedalam lobi sekolah. Seketika, hembusan angin membawa pesan pada dirinya. Seseorang yang sangat ia kenal muncul di belakang dirinya.
"Yo, apa kabar?" Kata itu yang ia dengar pertama kali di sekolah ini.
Aku menoleh secara naluriah, menatap seorang pemuda berambut hitam pekat dengan perpaduan biru laut yang samar. Namanya adalah Isaak.
"Baik?" Alisku terangkat heran, melihat paras dan wajah Isaak yang berbeda puluhan kali dari satu pekan kami tidak bertemu.
"Loh, kok kamu planga-plongo. Biasa saja kali." Isaak menarik lengannya, merangkul bahuku.
"Wajahmu sedikit berbeda, dan tubuhmu sedikit lebih gemuk, ya?" Kami menyelaraskan kaki, berpijak masuk melintasi koridoor setelah berbelok dari lobi sekolah.
Isaak adalah teman Genta sejak mereka masih menginjak bangku kelas delapan, Isaak pertama kali mengenalnya saat diriku satu kelompok dengannya dipelajaran olahraga.
Dimana saat ini, kami sudah bukan sepasang teman, melainkan sahabat. Isaak begitu dekat dengan keluargaku.
Bahkan hari dimana aku mengikuti kegiatan mendaki dengan sekolah menengahku dahulu, Isaak lah orang pertama yang direpotkan oleh ibu.
Namun, itu adalah ikatan persahabatan yang sebenarnya. Genta, ia sangat sulit berinteraksi dengan teman-teman kelasnya sejak sekolah dasar.
Hingga kini, aku dapat berubah seratus delapan puluh derajat lebih baik dibanding sebelumnya. Saat ini diriku yang sekarang bukanlah seorang bocah pendiam seperti dulu.
Kami berbelok, membuka daun pintu kelas X-F dengan perlahan lalu memasukinya.
"Pagi Gen!" Seorang siswi yang duduknya bersebelahan dekat pintu menyapa dirinya.
"Pa-pagi, Sa." Senyum kecilku tunjukkan. Lalu, Berjalan menuju bangku yang letaknya di baris ketiga, sesaat sampai, bahuku mengendur menurunkan ransel yang cukup besar itu, lalu menggeletakkan di kursi kayu.
"Nta, kamu sudah mengerjakan pr yang diberikan Mrs.Jess minggu lalu?" Tanya seorang siswi bernama Lena.
Lena merupakan ketua murid dari kelas X-F, orangnya begitu loyal, baik, dan yang paling penting dia sungguh pintar. Namun, sayangnya dia tidak begitu suka mengerjakan pr dari Mrs.Jess, sepertinya ia memiliki sebuah konflik pribadi.
"Sudah, hanya sisa beberapa soal yang aku tidak kerjakan." Genta menyerahkan buku tugasnya itu.
Lena tersenyum, berterima kasih. Ia bergegas menyalin jawaban dari buku milikku. Omong-omong, aku merupakan siswa yang cerdas, aku juga menduduki peringkat dua semester lalu. Bukanlah bermaksud menyombongkan diri, hanya saja aku memberitahu.
Tidak usah ditanyakan, siapa yang menduduki peringkat pertama. Ini sudah dapat ditebak, dia adalah Isaak.
Jika orang-orang berfikir bahkan Isaak itu adalah anak yang bodoh atau nakal. Mereka hanya benar setengah.
'Jangan menilai buku dari sampulnya.' Itu kata yang cocok dengan seorang Isaak. Dia pernah menjuarai olimpiade sains tingkat nasional untuk mewakili negara. Dan menduduki peringkat tiga besar.
Salah satu dari sepuluh siswa pintar disekolah, diantaranya adalah dirinya. Dibalik kecerdasan yang ia miliki, Isaak juga dapat dibilang manusia yang bodoh.
Bagaimana tidak, dia sering kali mencelakakan dirinya mengutamakan keegoisnya untuk menolong orang lain.
Dahulu, saat aku dan Isaak pulang sekolah. Kami melihat seorang anak kecil yang sedang menyebrang zebracross sendirian.
Dikala itu, Isaak begitu sigap saat melihat mobil pembawa cargo barang yang melesat kencang dijalan.
Lampu lalulintas menunjukkan warna merah. Apa daya ketika seorang bocah benar-benar melintas saat lampu menunjukkan warna merah.
Saat itu juga, dimana aku menggunakan kemampuan penglihatan MasaDepan yang ku miliki ini secara mendadak.
Aku melihat sebuah cuplikan waktu, peristiwa dimana Isaak terluka saat tersenggol mobil cargo barang yang besar itu.
Semua berlalu begitu saja, hingga beberapa penduduk kota memanggil ambulan rumah sakit terdakat disana.
Isaak dilarikan ke UGD untuk penanganan serius. Namun, dokter mengatakan kalau Isaak hanya mengalami cedera di bagian lutut kaki dan dan pergelangan lengan.
Entah bagaimana bisa dia hanya mengalami luka ringan, tetapi aku sangat bersyukur temanku yang bodoh satu ini masih selamat.
Semenjak kejadian itu, aku terus memarahinya seperti orangtua. "Berapa kali kamu melakukan hal bodoh demi menyelamatkan orang lain?" Ucap diriku dengan intonasi tinggi.
Ya, dikala itu semua berlalu dengan cepat hingga Isaak sedikit demi sedikit tidak begitu mengutamakan rasa egoisnya lagi. Dan juga kemampuan penglihatan masadepan yang diriku genggam ini. Semakin hari semakin menjadi-jadi.
Setiap hari aku selalu mendapat penglihatan tentang masadepan banyak orang, sangat abstrak, mereka memiliki banyak sekali rintangan yang akan dilaluii kemudian hari.
Dahulu hingga saat ini, aku masih belum mengetahui apa sebenarnya kemampuan yang ku miliki, serta mengapa hanya diriku saja yang memilikinya.
Layaknya sebuah novel fantasi ringan yang kerap kali ku baca saat ada pameran buku fiksi disekolah. Ini sangat persis.
Namun, perbedaanya terletak pada main characternya. Aku tahu ini nyata, tetapi jangan membuatku gila dengan kemampuan super diluar nalar manusia.
Saat kemampuan yang ku miliki tidak stabil, aku sepersekian detik selalu mendapat serpihan masadepan seseorang yang bahkan aku tidak tahu. Takdir membawa mental diriku hanyut perlahan.
Kehidupan remajaku sudah berakhir ketika aku memiliki kemampuan super gila, tidak masuk akal ini.
Pelajaran hari pertama usai pekan lalu kami diliburkan karena hujan deras yang melanda selama tujuh hari enam malam, kembali.
Bahasa Inggris, pelajaran yang cukup tidak sulit bagiku. Anehnya Isaak yang pintar atau bisa di sebut dengan jenius dia tidak begitu paham dengan pelajaran ini.
Langkah kaki terdengar diluar kelas, tepatnya melintas dari koridoor menuju kedalam. Mrs.Jessi menggeser daun pintu kelas, masuk dengan langkah kaki yang rapih.
Ia mengusap kacamata sesaat menaruh ransel modisnya. Salah satu guru yang berfashion disekolah ku. Adalah Mrs.Jessi.
"Good morning, student." Tatapan centilnya menusuk langsung.
Semua siswa-siswi sekolah pasti menyukai Mrs.Jessi, dalam artian mengagumi guru satu ini. Dalam hal pembelajaran dan penyampaian materi, tidak usah di tanyakan. Mrs.Jessi cukup pandai.
Namaku, Genta, kalian bisa memanggilku dengan banyak sebutan nama. Aku remaja laki-laki. Dan aku bisa melihat masadepan-, masadepan dirimu, aku sendiri, masadepan kita semua.