Chapter 62 - Bab. 62

Vino mendekat pada Qiana, dengan kasar Vino menjambak rambut Qiana membuat Alvan marah dan memukul wajah Vino hingga darah segar mengalir di sudut bibirnya.

"Tama! Apa yang kamu lakukan?" Papi Billy menarik tangan Alvan.

"Aku tidak terima bajingan ini melukai istriku!" teriak Alvan mengejutkan semua orang.

"Apa kamu bilang? Istrimu? Sejak kapan kalian menikah diam-diam di belakangku? Apa Qiana sudah melakukan poliandri dengan menikahi dua pria sekaligus?" ucap Vino tersenyum miring.

"Tutup mulutmu, Vino! Jaga kalau bicara, jangan sembarangan menghina istriku!" Alvan sudah tidak tahan lagi melihat Qiana diperlakukan kasar oleh Vino.

"Istri?" semua orang kembali tertegun mendengar ucapan Alvan.

"Tama! Kamu apa-apaan? Kenapa kamu sangat percaya diri sekali dengan mengatakan kalau Qiana ini adalah istrimu?" Papi Billy menarik kerah baju Alvan.

"Pi, biarkan dia menjelaskan semua kebenarannya! Mungkin inilah saatnya aku berkata jujur pada kalian semua. Mengenai kehamilanku, aku yakin itu adalah anakku dengan Bang Alvan, bukan anak dari laki-laki lain seperti yang Vino tuduhkan." Qiana memohon kepada Papi Billy dengan wajah memelas.

"Baiklah! Sekarang apa yang ingin kalian buktikan, Qiana!" Papi Billy melepaskan tangannya dari Alvan.

"Aku adalah laki-laki yang sudah dituduhkan berselingkuh dengan Qiana, tapi kalian tidak tahu siapa aku sebenarnya. Aku memang hilang ingatan bahkan aku sama sekali tidak mengenal kalian, tapi aku perlahan bisa mengingat siapa kalian sebenarnya. Aku adalah…" Alvan perlahan mulai membuka tompel di pipinya, lalu melepas kacamatanya perlahan, serta rambut palsu potongan poni tebal.

Aksi Alvan saat ini membuat semua mata tertuju kepadanya dan terbelalak saat Alvan membuka pakaiannya lalu membalikkan tubuhnya dengan membelakangi mereka.

Tanda berbentuk bulan sabit di pinggang sebelah kanan, spontan membuat Evan, Gherry, Rayn, dan Fahlevi menghambur memeluk Alvan serempak. Mereka tahu itu adalah bekas luka yang diberikan oleh Tio, saat mereka terlibat perkelahian di Belanda beberapa tahun silam.

"Al…! Ini benaran lu kan?" Evan menangis tersedu memeluk Alvan.

"Al, lu kemana aja?" tangis Rayn pecah.

Sementara Fahlevi dan Gherry hanya memeluk Alvan tanpa mampu berkata apapun kepada sahabatnya itu. Hanya tangis haru menyelimuti kini, sejak kehilangan Alvan hidup mereka bagai tak bermakna.

"Kalau dia Alvan, lalu siapa kamu?" tanya Oma Inge mendelik tajam kepada Vino.

"Pembohong! Apa yang sudah kamu lakukan kepada kami, hingga Dokter saja percaya dengan ucapanmu! Kamu sudah mengancamnya agar memalsukan hasil tes DNA itu, iya? Jawab aku? Siapa kamu sebenarnya?" teriak Papi Billy di depan wajah Vino.

Dengan tenangnya Vino hanya tertawa dan bertepuk tangan melihat sandiwara di dalam keluarga Pratama Wijaya yang sudah diciptakannya sangat sukses, sebagai bentuk balas dendam yang dia rencanakan.

"Kalian tidak perlu tahu siapa aku! Kalian hanya perlu tahu kalau aku adalah anak kandung Tuan Billy Pratama Wijaya! Darah daging di keluarga Pratama Wijaya!" seringai Vino membuat Papi Billy marah dan menyerang Vino secara tiba-tiba.

Bagh…

Bugh…

"Bawa dia ke kantor polisi, Billy! Dia sudah melakukan penipuan kepada kita!" teriak Oma Inge histeris.

"Oma benar! Kita bawa Vino ke kantor polisi sekarang! Dia sudah melakukan kejahatan dengan mengaku sebagai Bang Alvan, dan berniat mengambil seluruh harta milik keluarga Pratama Wijaya. Dia juga sudah mengancam akan menceraikan Qiana dengan menuduh berselingkuh. Mungkin saja pembunuh Kak Angela juga ada hubungannya dengan dia!" tunjuk Zoya yang sudah dikuasai emosi.

Dengan bantuan Ryan, Evan, Gherry, dan Fahlevi, Papi Billy berhasil melumpuhkan Vino yang terus berontak. Saat ini mereka akan membawa Vino menuju kantor polisi, untuk melaporkan semua kejahatan yang sudah Vino lakukan.

"Tunggu! Lepaskan dia!" suara menggema mengisi ruangan itu. Seketika semua menoleh pada sumber suara.

"Ma… Mayang?" Papi Billy dan Oma Inge kompak menatap wanita cantik yang sudah berdiri tegak dengan balutan dress hitam yang menutupi kulit putih mulus, badan tinggi semampai.

"Lepaskan dia kalau kalian tidak ingin menyesal karena telah melukainya." Ucap Mami Mayang tegas.

"Ada hubungan apa kamu dengan laki-laki ini, Mayang? Apa dia berondong selingkuhanmu?" tuduh Papi Billy tersenyum miring.

"Cukup Billy!" suara Mbah Kakung Dharma menggelegar.

"Mbah Kakung?" Alvan dan Qiana kompak menatap terkejut pada sosok Mbah Kakung Dharma.

"Al, Qiana, kalian sudah mengenal beliau?" tanya Papi Billy kemudian.

"Maafkan aku, Oma, Papi! Aku sudah sering mendatangi Mbah Kakung Dharma, karena aku ingin mengetahui siapa ibu kandungku. Aku juga ingin bertemu dengan wanita yang sudah melahirkan aku ke dunia ini. Untuk itulah aku menemui Mbah Kakung Dharma atas petunjuk Om Fariz dan Om Wisnu, secara diam-diam tanpa sepengetahuan Oma dan Papi." Ucap Alvan tanpa rasa bersalah.

"Alvan! Maafkan Mbah Kakung! Mungkin sekaranglah saatnya kamu mengetahui siapa ibu kandungmu yang sebenarnya, dan kamu juga berhak tahu bagaimana kedua orang tuamu dulu bercerai." Ucap Mbah Kakung Dharma membuat Alvan tersenyum bahagia.

Di sudut lain Oma Inge dan Papi Billy terus menatap tajam kepada Mami Mayang, mantan istri juga mantan menantu yang sudah berkhianat dengan pergi meninggalkan mereka dan membawa kabur uang perusahaan serta saham milik keluarga Pratama Wijaya.

"Billy, ketahuilah… saat dulu 28 tahun yang lalu Mayang melahirkan, kamu dan Mami kamu menculik Alvan yang baru saja dilahirkan untuk melakukan tes DNA demi memastikan jika Alvan anak kandungmu atau bukan. Setelah tahu jika Alvan adalah anak kandungmu, kalian membawa Alvan secara paksa dari kami." Ucap Mbah Kakung Dharma dengan wajah sedih.

"Beruntung Mayang melahirkan dua bayi kembar! Setelah lima menit kalian membawa Alvan, Mayang kembali melahirkan bayi lain dan itu adalah Alvin. Dialah adik kembar Alvan, yang ingin kalian bawa ke kantor polisi untuk kalian laporkan sebagai penjahat sekaligus selingkuhan Mayang." Mbah Kakung Dharma menghela nafas panjang.

"Alvan dan Alvin terlahir kembar hanya beda lima menit saja. Kalian sudah sangat jahat karena memisahkan anak dari ibunya bahkan memisahkan Kakak dari adiknya, hingga mereka menjadi musuh. Kalian dibutakan oleh kebencian dan rasa sakit hati, sehingga tidak bisa menilai mana yang benar mana yang hanya rekayasa." Mbah Kakung Dharma menatap tajam kepada Papi Billy dan Oma Inge.

"Mayang dan Haris tidak pernah berselingkuh apa lagi mengambil saham milik perusahaan kalian. Itu semua fitnah yang dilakukan oleh Wisnu dan Fariz, bahkan mereka berdua tahu kebenaran tentang Alvin. Untuk itulah mereka memperalat Alvin demi melancarkan aksi mereka agar berjalan mulus." Cerita Mbah Kakung Dharma mengejutkan semua orang.

"Apa yang Alvin lakukan kepada Alvan dan Qiana adalah pelampiasan dendam yang sudah sejak lama ada dalam jiwa Alvin, yang didoktrin oleh Wisnu dan Fariz. Sebab aku dan Mayang tidak pernah mengajarkan keburukan kepada Alvin, dia sendiri yang memilih jalan hidupnya karena dendam kepada kalian yang sudah membuat Mayang menderita." Mbah Kakung Dharma menahan air mata yang hendak turun membasahi wajahnya yang mulai terlihat keriput.

"Satu-satunya orang yang percaya kepada Mayang saat itu, hanya Bi Narsih! Dialah yang dengan setia menjaga Alvan untuk kami, bahkan setiap kali Mayang merindukan Alvan. Bi Narsih sengaja membawa Alvan main di taman, agar Mayang bisa melihat Alvan dari kejauhan. Namun karena kekejaman kalian, Mayang kalian ancam bahkan untuk kedua kalinya kalian memisahkan Mayang dengan Alvan anak kandungnya. Tega sekali kalian berdua!" Mbah Kakung Dharma sudah tak kuasa lagi menahan genangan air mata.

"Jika sekarang kalian akan melaporkan Alvin ke kantor polisi, laporkan saja! Tapi aku tidak akan tinggal diam! Aku tidak akan membuat cucuku mendekam di penjara semudah itu. Aku akan melaporkan balik dan menuntut kalian dengan tuduhan pencemaran nama baik dan kasus penculikkan bayi 28 tahun yang lalu. Bagaimana, Billy? Nyonya Ingerda?" kali ini ucapan Mbah Kakung Dharma membuat Alvan berlutut di hadapan sang Kakek yang baru saja diketahuinya.

"Mbah! Aku mohon jangan lakukan itu kepada Oma dan Papi, aku akan menebus semua kesalahan yang pernah Oma dan Papi lakukan di masa lalu. Apa pun akan aku lakukan, Mbah!" pinta Alvan dengan wajah memelas.

"Al…!" Papi Billy, Oma Inge dan Mami Mayang serempak meraih tubuh Alvan yang berlutut di hadapan Mbah Kakung Dharma.

"Berdirilah, anak muda! Aku adalah ayah dari wanita yang sudah melahirkanmu ke dunia ini. Bagaimana mungkin aku akan membiarkan cucuku sendiri bersujud dan memohon di bawah kakiku seperti ini? Bangunlah!" Mbah Kakung Dharma membimbing Alvan untuk berdiri.

"Mbah, apa Mbah mau melaporkan Papi dan Oma?" tanya Alvan.

"Tentu saja, cucuku!" ungkap Mbah Kakung Dharma membuat Alvan bernafas dengan lega.

"Lalu bagaimana aku bisa hidup tanpa Oma dan Papi?" ucap Alvan sedih.

"Kamu masih punya Mbah Kakung dan Mami Mayang, juga ada Alvin adik kembarmu. Jadi jangan khawatir." Ucap Mbah Kakung Dharma enteng.

"Tapi, Mbah…" mata Alvan berkaca-kaca.

"Bagaimana, Mayang?" tanya Mbah Kakung Dharma yang langsung dijawab dengan gelengan kepala oleh Mami Mayang.

"Alvan! Alvin! Kemarilah, nak!" Mami Mayang merentangkan kedua tangannya yang langsung disambut hangat oleh Alvan dan Alvin, bayi kembar yang telah menjelma menjadi kedua pemuda gagah berbadan atletis dengan paras yang sangat tampan.

"Mami…!" Alvan dan Alvin memeluk Mami Mayang.

"Mayang, maafkan Mami! Mami tidak tahu jika semua itu hanya salah paham, saat itu Mami hanya percaya pada Wisnu dan Fariz. Mami tidak mengizinkanmu untuk memberi penjelasan sedikitpun! Mami sekarang menyesal, Mayang." Mata Oma Inge sudah berkaca-kaca.

Mami mayang melepaskan pelukannya dari kedua putra kembarnya Alvan dan Alvin, lalu merangkul Oma Inge dan memeluk erat mantan mertuanya itu dengan tulus.

"Aku sudah memaafkan Mami sejak dulu, aku bahkan sudah melupakan semua kejadian di masa lalu." Ucap Mami Mayang membuat Oma Inge menangis tersedu.

Alvan dan Alvin ikut memeluk Oma Inge dan Mami Mayang, Papi Billy yang canggung dengan Mami Mayang hanya bisa mengelus punggung Oma Inge dan Alvan juga Alvin secara bergantian.

Sementara di tempat yang berbeda Om Fariz dan Om Wisnu saat ini sedang berada di sebuah hotel di Jakarta. Setelah mendapat kabar dari anak buahnya jika Qiana sudah ditetapkan sebagai tersangka, mereka bergegas meninggalkan kota Bandung untuk menyaksikan kehancuran keluarga Pratama Wijaya.

Sedangkan Erlangga mereka biarkan bersama anak buahnya yang lain saat ini. Sebab masih ada satu rahasia yang Erlangga sembunyikan dari kedua adiknya Wisnu dan Fariz, yang sampai saat ini barang berharga itu belum bisa ditemukan.

Di dalam benda berharga itu ada rahasia perusahaan peninggalan sang ayah, yang dititipkan kepada Erlangga untuk dikelola bersama kedua adiknya. Namun justru Om Wisnu dan Om Fariz tidak pernah serius dalam mengelola perusahaan sang ayah, mereka hanya menghamburkan uang dan bermain judi juga bersenang-senang dengan banyak wanita.

Untuk itulah Erlangga menyembunyikan benda berharga itu di suatu tempat, dan hanya Qiana yang tahu keberadaan benda tersebut. Itu alasan kenapa Qiana dan Alvan selalu menjadi target bagi Om Wisnu dan Om Fariz.

"Aku sudah tidak sabar menjadi dewa penyelamat untuk Qiana! Dengan begitu Qiana akan memberitahu kita dimana benda berharga milik ayah yang disembunyikan oleh Bang Erlangga." Ucap Om Fariz.

"Kamu harus hati-hati dengan orang disekitar gadis itu, Fariz! Buatlah seolah gadis itu yang datang kepada kita, bukan kita yang memberinya peluang. Kamu paham?" tanya Om Wisnu.

"Aku paham, Bang!" jawab Om Fariz.

Kedua kakak beradik itu tertawa bahagia atas kemenangan yang hendak diraihnya di depan mata. Tanpa mereka tahu kalau identitas Vino alias Alvin sudah diketahui oleh semua keluarga dan sahabat Alvan, meski keberpihakkan Alvin alias Vino masih belum ditetapkan kepada siapa dia akan berpihak.

Di sisi lain keluarga Alvan dan sahabatnya masih berada di Rumah Sakit. Keluarga Dharma dan Oma Inge sudah saling memaafkan, dendam dan kesalah pahaman sudah diluruskan kini mereka berjalan beriringan demi Alvan dan Alvin, juga keturunan mereka.

Meski saat ini Papi Billy tidak bisa kembali kepada Mami Mayang, sebab sudah ada Tante Erlin dan Zoya di dalam hidup Papi Billy sekarang.

"Bagaimana dengan kandunganmu, Qiana? Apa kamu tidak ingin memeriksakannya selagi kita masih berada di rumah sakit?" tanya Papi Billy antusias karena akan segera menimang cucu.

"Bagaimana, Bang?" Qiana meminta pendapat Alvan sang suami.

"Papi benar, sayang! Sebaiknya periksa kandunganmu sekarang." Ucap Alvan.

Pukkk…

Fahlevi menepuk pundak Alvan pelan dan merangkul sahabatnya itu dengan wajah bahagia. Alvan membalas dengan menonjok pelan lengan Fahlevi.

"Makasih yah udah mau jagain bini gue sekaligus calon anak gue." Ucap Alvan.

"Itu udah kewajiban gue sebagai sahabat lu, Al. Ngomong-ngomong gimana dengan ingatan lu sekarang?" tanya Fahlevi.

"Gue memang belum bisa mengingat semua, tapi gue harap ingatan gue cepat pulih sepenuhnya. Gak enak lah bray kalau kayak gini! Gak seru juga kalau ngumpul bareng kalian! Entar gue jadi kayak kambing congek yang cuma diem dengerin cerita dari kalian." Ucap Alvan terkekeh.

"Ck… lu bisa aja!" balas Evan seraya ikut merangkul Alvan bersama Fahlevi.

"Gimana kalau lu juga ikut diperiksa sekalian, Al. Siapa tahu dengan diperiksa kita jadi tahu kondisi lu sekarang, kali aja gue getok kepala lu pake gayung lu langsung bisa inget semuanya." Celetuk Gherry membuat semua tertawa.

"Modar dong gue kalau lu getok pakai gayung!" canda Alvan terkekeh membuat semua ikut terkekeh.

"Oma setuju! Sebaiknya kamu diperiksa juga, Al." ucap Oma Inge.

"Mami juga setuju, Al." sambut Mami Mayang.

"Oke! Setelah memeriksa kandungan istriku, baru aku akan periksa." Jawab Alvan mantap.

Qiana pergi memeriksakan kandungannya dengan diantar oleh Alvan. Saat melihat kondisi kandungan Qiana yang sehat, Alvan menangis terharu.

"Terima kasih, sayang!" Alvan mengecup kening Qiana berulang kali.

"Sekarang giliran Abang yang periksa." Ucap Qiana setelah selesai di periksa dan diberi resep vitamin oleh dokter spesialis kandungan.

"Biar Abang berdua dengan Levi yah, sayang! Kamu tunggu dengan yang lain saja di sini. Gak baik juga kamu ikut ke dalam dengan kondisi masih hamil muda." Ujar Alvan beralasan, padahal dirinya takut jika hasil pemeriksaan dokter tak sesuai dengan yang diharapkan, itu akan membuat Qiana stress dan berpengaruh pada janin yang ada di dalam kandungannya.

"Kenapa aku gak boleh ikut?" tanya Qiana.

"Lu harus banyak istirahat. Seharian ini tenaga dan pikiran lu terkuras habis dengan masalah yang kita hadapi, terutama kasus Angel yang menyeret lu. Gue sama Alvan gak mau kandungan lu kenapa-napa, Qiana." ucapan Fahlevi ampuh membuat Qiana menurut dan tidak memaksa untuk ikut memeriksa keadaan Alvan saat ini.

Alvan pergi menemui dokter spesialis bersama Fahlevi dan Papi Billy, sementara yang lain menunggu di luar. Dengan perasaan cemas, Alvan melangkah masuk ke dalam ruangan dokter yang sudah direkomendasikan oleh Fahlevi.