Qiana diam membisu, bagaimana mungkin dia bicara jujur mengenai sosok Mas Tama yang tak lain adalah Alvan sang suami, untuk saat ini.
"Apa ada saksi lain yang bisa meyakinkan kami jika Nona benar-benar mematikan ponsel itu?" desak polisi membuat Qiana semakin tak berdaya.
"Aku! Aku adalah saksi dimana malam itu Qiana mematikan ponselnya. Aku juga yang meminta Qiana untuk menyimpan ponselnya agar saat itu aku dan Qiana bisa menghabiskan waktu berdua tanpa ada yang menganggu." Ucap Alvan lantang memenuhi seisi ruang interogasi.
Semua mata tertuju kepada Alvan, sosok laki-laki dengan penampilan culun berkacamata, jambang dan kumis tipis, serta tompel di pipinya. Sementara Qiana jadi mematung melihat kedatangan Alvan yang tiba-tiba tanpa Qiana duga sama sekali.
"Sejak kapan Qiana berteman dengan cowok culun modelan begitu?" bisik Rayn membuat Evan, Gherry, dan Rayn menahan tawa.
"Sssttt… penampilan boleh cupu! Tapi, gue harap dengan kesaksiannya Qiana bisa bebas dari tuduhan." Balas Fahlevi ikut berbisik.
"Kita buktikan saja ucapan cowok cupu itu dengan keakuratan ponsel Qiana, gue akan minta polisi meretas ponsel Qiana dan membuktikan kalau Qiana memang tak bersalah." Ucap Evan.
Polisi memberikan kesempatan kepada Alvan untuk memberikan kesaksiannya kepada Qiana, bahkan polisi meminta keterangan kepada Alvan sebagai saksi satu-satunya kalau malam itu mereka memang bersama-sama berada di rumah sakit.
"Aku bisa pastikan kalau malam itu Qiana bersamaku. Bahkan saat Qiana menghubungi Angela, aku sudah bersama Qiana. Setelah itu Qiana menerima panggilan telepo dari seseorang yang bernama Fahlevi, sebelum akhinya aku sendiri yang meminta Qiana mematikan ponselnya sebab kami memang ingin bicara banyak hal saat itu." Ungkap Alvan.
"Lalu bagaimana kami bisa yakin kalau kalian berdua memang berada di rumah sakit pada malam itu?" tanya polisi.
"Kalian bisa mengecek cctv di rumah sakit itu, bukan? Kalian juga bisa mengecek ponsel milik Qiana." jawab Alvan enteng.
"Cerdas!" puji Evan membuat Alvan tersenyum, namun sesaat Evan terpana dengan senyum yang Alvan tampilkan.
"Satu lagi!" seru Alvan membuat semua terkejut.
"Apa?" tanya polisi.
"Ada seseorang yang mengaku sebagai suami dari Qiana, dia juga ada di rumah sakit malam itu. Kebetulan aku mendengar dia menelepon seseorang dan mengatakan hal penting mengenai pembongkaran cctv dengan mengatasnamakan Qiana, tolong dicek cctv juga ponsel laki-laki itu sekalian cari tahu siapa dia sebenarnya? Aku rasa tidak mungkin jika suami Qiana akan menjerumuskan istrinya sendiri masuk penjara, bukan?" tutur Alvan membuat semua orang tercengang. Pasalnya saat mereka mulai curiga dengan Vino, sampai saat ini mereka tidak tahu tentang keberadaan Alvan. Oma Inge dan Papi Billy sendiri belum melaporkan kehilangan Alvan, sebelum bisa membuktikan kebenaran jika Vino saat ini tengah menggantikan posisi Alvan. Pada saatnya nanti semua terbongkar, barulah Oma Inge dan Papi Billy akan melaporkan kasus penculikan dan hilangnya Alvan.
"Qiana, apa itu Vino? Apa dia mengikutimu sampai ke Bandung?" suara Oma Inge hampir saja membuat Alvan lepas kendali dan berniat memeluknya, beruntung Alvan segera sadar jika dirinya saat ini masih menjadi Mas Tama.
"Iya, Oma!" jawab Qiana.
"Kalau begitu kita periksa cctv di rumah sakit itu sekarang dan juga ponsel milikmu, Qiana!" Evan meminta ponsel Qiana dan melakukan apa yang dia bisa untuk membuktikan jika Qiana tidak bersalah.
Setelah meminta izin kepada polisi, Evan kemudian mengecek cctv serta ponsel Qiana. Sesuai dugaan dan saksi bahwa Qiana tidak terlibat dalam kasus pembunuhan terhadap Angela.
"Jadi, laki-laki bertangan kidal dan berjari enam itu yang sudah melakukan pembunuhan kepada Kak Angel?" tangis Qiana seraya menutup mulutnya tak percaya.
"Kamu kenal laki-laki itu? Lalu apa hubungannya kamu dengan laki-laki itu?" tanya polisi.
"Aku memang tidak mengenal dia, tapi aku masih ingat beberapa kejadian yang aku alami memang ada hubungannya dengan dia! Laki-laki itu adalah adik kandung dari Tuan Erlangga Pratama Wijaya, suami dari Oma yang bernama Om Wisnu. Aku ingat betul kalau Om Wisnu memang kidal, selain itu dia juga punya enam jari pada kedua tangannya. Om Wisnu juga yang sudah menculik dan menyekap Tuan Erlangga." Terang Qiana membuat semua terperangah.
"Bahkan kejadian saat aku diculik bersama Bang Alvan di Bandung beberapa waktu yang lalu, itu juga Om Wisnu yang melakukannya dibantu dengan Om Fariz. Tapi yang aku heran cctv di tempat itu mendadak mati, bahkan anak buah Bang Alvan yang mengikuti kami menghilang tanpa jejak sebelum dan sesudah kejadian itu." Ungkap Qiana.
"Kenapa jadi melebar kemana-mana?" tanya Oma Inge.
"Itu karena tujuan Om Wisnu dan Om Fariz hanya satu, Oma! mendapatkan perusahaan dan juga harta dari keluarga Pratama Wijaya seluruhnya." Ucap Qiana.
"Darimana kamu tahu? Dan kenapa kamu sangat yakin kalau itu adalah ulah Wisnu juga Fariz?" Papi Billy mulai buka suara.
"Aku melihat sendiri keberadaan Om Wisnu dan Om Fariz saat menculik aku dan Bang Alvan. Om Wisnu memang seorang kidal dan memiliki enam buah jari dikedua tangannya. Itu bisa dijadikan bukti kalau semua ini memang sudah direncanakan, termasuk pembunuhan Kak Angel." Jawab Qiana.
"Baiklah! Kami akan memeriksa semua cctv juga ponsel milik Qiana. Setelah kami menemukan bukti baru, akan segera kami hubungi. Untuk sementara waktu Qiana kami minta kerja samanya, anda tidak bisa pergi ke luar kota dan wajib lapor. Sampai kami menemukan bukti baru dan menyatakan Qiana bebas dari tuduhan." Ucap polisi membuat semua sedikit kecewa dengan status Qiana saat ini.
Setelah keluar dari kantor polisi, Oma Inge mengajak semua termasuk Mas Tama yang sebenarnya adalah Alvan untuk makan siang di rumah Oma Inge. Tentu saja Alvan tidak menolak tawaran itu, Alvan tidak menyia-nyiakan kesempatan bagus itu untuk bersama Qiana sepanjang hari.
"Apa pekerjaanmu, Tama?" tanya Papi Billy yang terus memperhatikan gerak gerik Alvan, pasalnya Papi Billy mulai curiga kalau sosok Mas Tama begitu perhatian kepada Qiana. bahkan beberapa kali Papi Billy mengkap basah sosok Mas Tama itu saling lempar senyum dan pandangan tak biasa dengan Qiana.
"Aku bekerja di perusahaan milik keluarga Kusuma Wardhana di Bandung, Om." Jawab Alvan dengan hati-hati.
"Posisi sebagai apa?" tanya Papi Billy kemudian.
"Sebagai manager pemasaran, Om." Balas Alvan seraya melirik Qiana.
"Eh? Kenapa Tama terus saja mencuri pandang pada Qiana? Ini juga Qiana kenapa senyum-senyum gitu dilirik Tama?" batin Papi Billy geram.
"Aishhh, Papi kenapa harus banyak basa basi sama Mas Tama sih?" batin Alvan mulai resah.
Rasa trauma karena dikhianati Mami Mayang dulu, membuat Papi Billy benci dengan perselingkuhan, maka saat melihat Qiana tersenyum kepada Tama, Papi Billy terus saja berusaha menjauhkan Tama dari Qiana sang menantu.
Saat semua sudah selesai makan siang dan berkumpul di ruang keluarga, Vino datang tanpa menyapa. Dia langsung saja menaiki anak tangga tanpa memperhatikan sama sekali keberadaan Qiana dan Alvan.
"Al, kamu darimana saja?" tanya Oma Inge membuat Vino menghentikan langkahnya.
"Aku baru pulang dari Bandung, Oma." jawab Vino enteng.
"Ada urusan apa kamu di Bandung, Al?" tanya Oma Inge pura-pura tidak tahu jika Qiana dan Tama sudah bersaksi tentang keberadaan Vino di Bandung.
Vino melihat sekeliling, saat melihat keberadaan Qiana dan sosok laki-laki yang dia kenal sebagai Mas Tama yang selama ini dia buntuti, Vino menyeringai senang.
"Karena kalian semua sedang berkumpul di sini, maka aku akan ingin memberikan sedikit kejutan besar untuk kalian semua." Vino mengeluarkan ponselnya serta beberapa berkas rumah sakit yang berhasil dia curi dari Fahlevi, tanpa disadari oleh Fahlevi sendiri.
"Kejutan apa?" tanya Oma Inge mengerutkan dahi.
"Sebelumnya Oma harus berjanji kepadaku kalau setelah aku menunjukkan semua bukti ini, Oma akan segera menanda tangani surat wasiat untukku. Oma tidak bisa lagi menentang keinginanku, apa lagi banyak saksi di sini, Oma. Setelah ini, berjanjilah kalau harta Pratama Wijaya dan perusahaan jatuh ke tanganku tanpa kecuali, bagaimana Oma?" ucap Vino penuh keyakinan.
"Tidak perlu basa basi lagi, Vino! Katakan kejutan apa yang ingin kamu berikan kepada kami?" tanya Qiana yang sudah bisa menduga dengan kelicikan Vino saat ini.
"Sabar, Qiana! Sebab setelah ini waktumu berada di rumah ini sudah habis, jadi berhati-hatilah denganku!' jawab Vino membuat Qiana tersenyum masam.
"Ini adalah surat keterangan dari dokter yang mengatakan kalau Qiana saat ini tengah mengandung. Usia kandungannya sudah memasuki dua minggu, mungkin saat ini sudah masuk minggu ketiga. Benar Qiana?" ucap Vino membuat semua terkejut, tidak terkecuali Fahlevi yang memang sengaja menyembunyikan semua itu dari mereka termasuk Qiana.
"Tapi, sebagai seorang suami aku tentu saja tidak terima atas kehamilan Qiana ini. Sebab, bukan hanya aku yang sudah tidur dengan Qiana. Maaf, Qiana! Kalau aku meragukan anak yang kamu kandung itu sebagai anak kandungku. Aku punya bukti lain soal perselingkuhanmu dengan dia…!" tunjuk Vino kepada Alvan yang membuat Papi Billy semakin yakin kalau Qiana memang ada sesuatu dengan Tama.
Sementara Oma Inge, Evan, Gherry, Fahlevi, Rayn, Tante Erlin, dan Zoya benar-benar terkejut dengan penuturan Vino.
"Darimana kamu dapatkan surat keterangan itu, Vino? Itu pasti palsu! Aku tidak pernah memeriksakan diri ke dokter sama sekali, bahkan aku sendiri tidak tahu apakah aku hamil atau tidak!" bantah Qiana.
"Kamu memang tidak pernah memeriksakan kandunganmu, Qiana! Tapi tentu Dokter Fahlevi tahu semua, bahkan demi melindungi perselingkuhanmu dengan laki-laki lain dia sengaja menutupi semua ini dari kalian, benar Dokter Levi?" Vino tertawa senang penuh kemenangan.
"Levi, apa-apaan ini? Jelaskan pada kami, kenapa itu bisa terjadi?" tanya Oma Inge menatap nyalang.
Sementara Alvan dan Qiana saling tatap dengan semua penuturan Vino. Ingin rasanya Alvan mengakui keberadaannya saat ini di hadapan semua orang, tapi Qiana menggelengkan kepala memberi isyarat agar Alvan tetap menahan dirinya.
"Maafkan aku, Oma! aku tidak bermaksud menyembunyikan berita besar ini dari Oma, atau siapapun. Saat itu situasinya Qiana dan Alvan berada dalam bahaya, jadi aku merahasiakan kehamilan Qiana. bukan untuk menutupi perselingkuhan Qiana dengan Tama, sebab aku sangat yakin bayi itu adalah Qiana bersama Alvan dan Qiana tidak pernah mengkhianati Alvan." Tutur Fahlevi menjelaskan.
"Bagaimana kamu bisa yakin, Dokter Fahlevi? Sedangkan kamu saja ikut menyembunyikan kehamilan Qiana? Apa kalian sekongkol?" tanya Vino dengan nada mengejek.
"Tutup mulutmu, bangsat! Kamu yang seharusnya menjelaskan kepada kami, siapa kamu sebenarnya?" tanya Evan dengan geram.
"Apa kalian meragukan kalau aku ini orang lain? Tentu saja aku ini adalah anak kandung Papi Billy dan cucu dari Oma. Kalian tidak bisa membuktikan apa pun tentangku!" tantang Vino.
"Baiklah! Kalau begitu aku tantang kamu untuk tes DNA dengan Papi sekarang juga!" bentak Zoya yang sudah geram melihat sikap Vino selama ini.
"Kenapa adikku? Apa kamu tidak percaya kepada Kakakmu ini, hem?" Vino menarik dagu Zoya.
"Vino! Lancang kamu menyentuh Zoya!" Qiana menarik tangan Vino.
"Cukup, Qiana! sekarang ayo buktikan kalau kamu tidak berselingkuh dengan laki-laki ini!" Vino memperlihatkan foto-foto yang dia ambil saat Qiana dan Alvan sedang bermesaraan di rumah sakit, bahkan beberapa video adegan kemesraan mereka berdua hingga Alvan dan Qiana masuk ke dalam apartemen milik Alvan yang berada di Bandung.
"Apa-apaan ini, Qiana? Apa kamu juga membawa laki-laki ini masuk ke dalam apartemen, Alvan?" Papi Billy mulai tersulut emosi.
"Itu tidak benar, Pi! Ini semua rekayasa Vino yang ingin membuat aku bercerai dari Bang Alvan, agar dia bisa mendapatkan seluruh harta milik keluarga Pratama Wijaya. Aku bersumpah kalau aku tidak berselingkuh!" bantah Qiana.
"Sudah…! Sudah…! Sakit kepala Oma mendengar perdebatan kalian! Sekarang sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang, dan kita tes DNA untuk membuktikan kebenaran kalau kamu adalah Alvan, dan tuduhanmu terhadap Qiana benar atau salah! Oma tidak ingin membuat keputusan yang salah dengan mempercayai tuduhanmu terhadap Qiana, Oma juga tidak ingin menyesal karena membuat Alvan sampai menceraikan Qiana karena kebohongan kamu!" ucap Oma Inge membuat semua setuju dengan keputusannya.
Akhirnya mereka pergi bersama-sama ke rumah sakit Bakti Pertiwi untuk melakukan tes DNA antara Papi Billy dan Vino. Dengan percaya diri Vino menerima tantangan itu.
"Percaya diri sekali dia!" celetuk Evan kesal.
"Oma, apa hasil tes DNA bisa keluar secepatnya? Jangan sampai Vino menggunakan cara liciknya untuk memalsukan hasilnya nanti." Ucap Zoya khawatir.
"Tenang saja, Zo! Rumah sakit itu masih milik Opa Alard, Kakak kandung Oma. Kita bisa menunggu hasilnya beberapa jam saja." Ucap Oma Inge meyakinkan.
Setelah menempuh perjalanan hampir setengah jam lebih, akhirnya mereka sampai di rumah sakit Bakti Pertiwi. Papi Billy dan Vino langsung masuk ke dalam ruangan untuk pengambilan sample darah.
"Kamu harus siap hengkang dari rumah Pratama Wijaya, Qiana! Aku pastikan kalau hasil tes DNA nanti akan akurat 99% menyatakan kalau aku anak kandung Papi Billy, dan itu artinya kamu bisa aku ceraikan secepatnya karena kamu sudah selingkuh dengan laki-laki ini!" ucap Vino membuat yang lain geram.
Krekkk…
Pintu laboratorium dibuka dari dalam oleh seseorang. Muncul seorang laki-laki bertubuh gempal dengan perawakan tinggi, rambut ikal berwarna kecoklatan membawa amplop ditangannya.
"Nyonya, Tuan, ini hasil dari tes DNA Tuan Billy dan pemuda ini." Petugas itu menyerahkan amplop berisi hasil tes DNA kepada Oma Inge.
Dengan perasaan yang berdebar-debar semua menanti Oma Inge membuka amplop ditangannya. Papi Billy bahkan sudah berkeringat dingin sebesar biji jagung.
"Bagaimana, Oma?" tanya Zoya sudah tidak sabar saat Oma Inge membuka amplopnya.
"Apaaa? Tidak mungkin! Ini pasti salah! Tidak mungkin dia anak kandung kamu, Billy! Dia bukan Alvan! Oma tahu dia bukan Alvan!" teriak Oma Inge histeris.
"Tapi menurut hasil tes DNA itu menyatakan kalau aku 99% adalah anak kandung Papi Billy, bukan?" Vino tertawa senang.
"Dokter! Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Ini pasti kesalahan! Apa dia melakukan sesuatu kepadamu sampai kamu berani melanggar kode etik sebagai seorang Dokter dalam memalsukan hasil tes DNA ini?" tanya Oma Inge yang sudah dikuasai oleh hawa nafsu.
"Mohon maaf, Nyonya! Mana mungkin kami memalsukan hasil tes DNA itu, semua ini benar adanya. Kami tidak merekayasa apa pun. Memang benar di dalam surat itu dikatakan jika Tuan Billy dan pemuda ini memiliki hubungan 99% sebagai ayah dan anak. Mungkin saja Tuan Muda Alvan memiliki kembaran." Ucap Dokter itu mengejutkan semua orang.
"Apa? Kembar? Mana mungkin!" ucap Papi Billy frustasi.
Sementara Alvan dan Qiana yang sudah terlihat pasrah hanya bisa diam dan membisu dengan menautkan kedua tangan mereka untuk saling menguatkan masing-masing. Keadaan itu dimanfaatkan oleh Vino untuk segera menjatuhkan talak kepada Qiana, dan menendang Qiana jauh-jauh dari keluarga Pratama Wijaya.