Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

The School of Popularity : First Part

EnigmaDreamer
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.2k
Views
Synopsis
The School of Popularity mengisahkan tentang sebuah sekolah yang sangat unik. Sekolah ini tidak hanya memberikan pendidikan akademik yang baik, tetapi juga merekrut siswa-siswinya untuk mengembangkan sisi non Akademik melalui berbagai misi yang diberikan pihak sekolah untuk dipecahkan oleh para siswanya. Konsep ini awalnya terdengar sangat aneh, tetapi sekolah tersebut memiliki alasan yang kuat untuk melakukan hal ini. Sekolah ini hanya merekrut siswa-siswi terbaik dari seluruh negeri. Setiap siswa yang direkrutnya memiliki bakat dan kelebihan yang sangat hebat di bidang yang berbeda-beda. Oleh karena itu, setiap siswa diberikan misi dari berbagai level untuk meningkatkan peringkat dan mengasah kemampuan mereka. Namun, misi yang diberikan semakin tinggi levelnya maka tingkat kesulitannya pun semakin sulit, dan pengorbanan pun akan semakin besar, kemudian tidak semua siswanya pun menerima konsep ini dengan baik. Beberapa siswa menolak misi yang memberikan dampak buruk bagi mereka, sementara yang lain sangat antusias dan bahkan bersedia melakukan apa saja untuk menang. Konflik mulai timbul di antara para siswa dan sekolah tersebut, terutama setelah beberapa siswa ditemukan tewas dalam keadaan mengerikan. Semakin lama, situasi semakin memburuk di sekolah tersebut. Para siswa saling curiga dan mempertanyakan alasan mengapa mereka tewas satu persatu secara misterius. Sementara itu, pihak sekolah mencoba untuk mempertahankan konsep mereka dan menahan para siswa yang memberontak.

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - Chapter 1

"Haahhhhh.... uhukk, uhukk," Seorang gadis misterius terkapar ditengah tengah hutan yang sepi dengan sepotong besi menancap dipunggungnya, napasnya tersengal sengal dan erangan kecil keluardari mulutnya karena rasa nyeri yang kadang meremas dadanya ketika dia berusaha merayap kesuatu tempat.

beberapa meter yang dilaluinya ditandai dengan darah yang membaluri tanaman dan tanah disana hingga akhirnya tubuhnya sudah tidak sanggup, kesadarannya sudah pergi selamanya.

Ditempat lain tepat 12 jam setelahnya, seorang gadis bernama Arletta duduk dengan santai membaca sebuah buku berjudul The Definitive Book of Body Language, disalah satu bangku perpustakaan.

"Ibu pengacara, ini waktunya istirahat," bisik seorang remaja laki laki bernama Juan ditelinganya.

Hal itu tidak mengganggunya, ketenangannya tidak berarti kelengahan, dia sudah mempersiapkan diri dari bisikan itu jauh sebelum Juan berniat melakukannya.

Kepala Arletta yang sudah terangkat dan berhenti menatap buku ketika Juan berbisik, dengan santai Arletta membalasnya dengan memutar kepalanya menghadap wajah Juan.

"Itulah kenapa aku ada disini," ujarnya dengan senyum sinis yang nakal.

Kini, bukan Arletta yang terkejut, justru Juan yang tersipu malu dan shock dengan aksi tak terduga Arletta.

"Wahh, darimana lo bisa tau aku mau ngelakuin itu?" dengan wajah yang memerah dan tarikan napas panjang sebelum berbicara.

Sembari tersenyum menang, Arletta menunjuk kaca perpustakaan yang memantulkan bayangan dan wajah mereka.

"Ahh, aku ga sadar kalo kacanya memantul," gumamnya yang kemudian duduk disamping Arletta.

"Lagi bacaapa?" lanjutnya penasaran, dia menunduk untuk melihat judul buku yang dipinjam Arletta.

"Psikologi tentang body Language," jawabannya singkat, jawaban yang sangat mencirikan Arletta.

"Oh ya? coba baca kepribadian aku," katanya dengan percaya diri menatap Arletta dengan merapikan duduknya sebelum dia siap.

"Aku bukan peramal, Tes MBTI aja sendiri di Hp, udah sana pergi jangan ganggu aku," menolak semua ajakan dan percakapan Juan.

"Ngomon-ngomong soal MBTI, aku ga tau hasil tes MBTI kamu apa?" Juan terus mengganggu dan mencercanya dengan pertanyaan hingga Arletta benar benar menyerah dengannya.

"Oke, aku nyerah, kamu mau apa dari aku?" kini, gadis itu benar benar memperhatikan Juan yang tersenyum lebar.

"Aku cuman pengen ngobrol aja," senyum kemenangan Juan dengan lembut menyuguhkan ekspresi friendly dan hangat kepada Arletta.

"Soal apa?" dengan ekspresi kebingungan karena Arletta masih tidak mengerti dengan maksud Juan.

"Apa aja terserah kamu, aku cuman pengen bersosialisasi sama kamu hari ini," gumamnya masih menatap Arletta.

Kedua alis Arletta beradu, ekspresi bingungnya menjelaskan bahwa ia masih tidak bisa menerjemahkan perilaku Juan.

"Oke, hmm kamu tau didalam buku ini ngejelasin soal teri teori dan konsep tentang body language, didalemnya ada teori Posisi Tubuh, Teori ini tuh mengatakan bahwa posisi tubuh dapat mengungkapkan karakter dan kepribadian seseorang. Misalnya, seseorang yang duduk tegak dan menatap langsung ke depan dapat diartikan sebagai orang yang percaya diri dan dominan," Arletta menjelaskan secara langsung kepada Juan dengan apa yang Juan suguhkan padanya.

"Oh ya? berarti aku orangnya percaya diri dan dominan?" pertanyaannya sembari menumpukan kepalanya ditelapak tangan dengan menyimak setiap kata dari mulut Arletta.

"Engga juga, karena ada Teori Kepalsuan Bahasa Tubuh, Teori ini mengatakan bahwa bahasa tubuh seseorang dapat menunjukkan kebohongan atau ketidakjujuran," mereka berbincang cukup lama dengan tawa kecil dari Juan dan senyum penuh semangat dari Arletta yang menceritakan hal hal membosankan.

Terlepas dari ruang dan waktu, Arletta dan Juan menemukan tempat yang nyaman untuk bercerita, tempat tersebut bukanlah tempat secarafisik, melainkan seseorang yang selalu siap menerima bualan masing masing.

"Pada level neurologis, bahasa tubuh diproses otak reptil, sistem limbik, dan korteks otak. Nah, inilah yang membuat respons emosi sama kognitif manusia itu ada di level yang berbeda, yang biasa kita sebut sebagai bahasa tubuh. Bentuk komunikasi non-verbal ini tuh bisa dibilang bentuk komunikasi yang lebih jujur daripada kata-kata. karena bahasa tubuh tidak selalu disengaja dan dapat memberikan informasi tentang keadaan emosional, status sosial, dan bahkan tanda-tanda fisik." Penjelasannya sangat panjang, lebih panjang darin penjelasan guru bilogi di jam 1 siang setelah makan siang.

"Kamu sebenernya pengen jadi pengacara atau ahli saraf si?" keduanya tertawa kecil setelah Juan mengajukan pertanyaan tersebut.

Setelah penjelasan tersebut, Arletta kehilangan topik pembicaraan yang membuatnya diam melamun.

"Serius deh, kamu nanti lulus mau kemana?" percakapan itu berlanjut menjadi serius.

Arletta kembali menarik napas sebelum berbicara,

"Aku..."

Kriiiingg...

belum mulai ia berbicara, suarabel masuk kelas sudah berdentum dan menggema diseluruh penjuru sekolah.

"Yah, kita harus balik ke kelas," ajakan Juan setelah melihat tatapan kosong Arletta sebelum berbicara, dia tahu ada sesuatu yang mengganjal soal pertanyaannya dan dia tentu merasa menyesal akan hal itu.

Semua orang membicarakan mengenai Mandala selama beberapa bulan terakhir, sekolah dengan lulusan terbaik yang dikelola langsung oleh pemerintah pusat secara rahasia dan tertutup, tak ada yang tahu berapa yang direkrut, tak ada yang tahu dimana lokasinya, seperti apa sistemnya dan berapa lama studinya.

Yang jelas, Mandala merekrut tanak anak dari rentang usia 15-18 tahun, tak peduli darimana, siapa dan bagaimana, semuanya terjadi begitu saja tanpa ada yang tahu.

Tidak ada ytang tahu, karena itu semua hanyalah rumor dikalangan remaja di kota kami, bualan bualan itu datang dari seseorang beberapa bulan yang lalu dan menyebar dengan cepat seperti angin, dan kini itu semua menjadi konsesus masyarakat kota yangtidak pernah berhenti diperbincangkan.

"Tapi kata Erik, semua anak yang masuk tuh random, ga cuman yang pinter akademik"