Disuatu lembah,bernama lembah Asnirodasih(ikut Kadipaten Windu Sewilah),berdirilah sebuah padepokan ilmu-ilmu Islam dan Jawa.Padepokan Bahrus Sawab Al-Yawani namanya, dipimpin oleh seorang Kyai Sakti nan pandai,bernama Kyai Syaman Al-Yawani.Padepokan ini ia pimpinnya sejak 7 tahun yang lalu, dengan murid yang awalnya hanya 6 orang yakni,Sartowitno, Wisnubroto, Sasongko,Wirudoyo,Aswati,dan Aswari,yang kini telah menjadi murid senior dari padepokan tersebut.Mereka ber enam,awalnya hanyalah anak yatim dari penduduk sekitar lembah,yang orang tua mereka sudah tidak mampu menafkahi mereka semua, akhirnya mereka dititipkan kepada kyai Syaman.
Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan,tahun demi tahun terus berjalan, hingga sekarang Kyai Syaman memiliki 3356 murid yang hebat,sakti,lagi pandai.Kyai Syaman mengajari murid-muridnya dibantu oleh 3 orang sahabatnya, yakni Kyai Mafdullah,Kyai Asma'u,dan Kyai Sutayi,dan seorang istrinya yang bernama Nyai Nyamanan.
Padepokan Bahrus Sawab Al-Yawani semakin tersohor,hingga banyak orang dari kota berdatangan untuk sekedar bersilaturahim dan ada pula yang menitipkan anak mereka ke Kyai Syaman untuk dijadikan murid.Bahkan putra dari Prabu Parawang seorang Adipati bawahan Keraton Wironatu di Kadipaten Palugangsa juga menitipkan anaknya kepada Kyai Syaman,yakni Raden Mas Setyojo yang kini di padepokan bernama Raden Bagus Atmojo atau Gus Mojo.
Gus Mojo,karena kepandaian serta kesaktiannya, maka iya oleh sang Kyai dijadikan murid seniornya dan ikut menjadi anggota Sapta Wiguna, Yakni rombongannya Murid senior dari padepokan Bahrus Sawab.Kadipaten Windu Sewilah adalah salah satu dari negara bawahan Keraton Wironatu yang sangat makmur dan sangat menyejahterakan rakyatnya, termasuk Padepokan Bahrus Sawab Al-Yawani yang dipimpin oleh Kyai Syaman ini.Seperti contoh,selalu mengirimkan 2-3 Kwintal beras setiap minggunya kepada Padepokan Bahrus Sawab.Selain itu,pernah juga memberi bantuan tenaga,dengan mengirim para prajurit untuk ikut serta membangun surau Al-Jamiyyatul As-nirodasih dan bendungan palogosetro.Namun,setelah terjadinya pemberontakan yang dilakukan oleh para pimpinan negara bawahan kepada Sri Baginda Yasunatabahu hingga terbunuh.Bahkan putra satu-satunya menghilang.Terbunuhnya Baginda Yasunatabahu dan menghilangnya putra mahkota membuat Negara Wironatu mengalami kekacauan,termasuk kadipaten yang tidak ikut campur pemberontakan tersebut seperti Windusewilah,Palugangsa,Wruhan,Sanjaya,dan Tikomanik,yang semua pemimpinnya melarikan diri ke Lembah Asnirodasih termasuk beberapa warga yang setia kepada Baginda Yasunatabahu.
Kyai Syaman tidak keberatan kalau padepokaannya dijadikan markas oleh para pejabat keraton yang setia kepada Baginda.Beliau juga sangat berterimakasih kepada para pimpinan tersebut karena sudah memberikan bantuan yang sangat banyak dan bermanfaat,kini saatnya beliau dan para murid-muridnya menolong para pimpinan kadipaten yang setia kepada negara dan tumpah darahnya.tujuh hari tujuh malam sudah,para warga yang setia terhadap pimpinan mereka tinggal di padepokan Bahrus Sawab ini,mereka ada yang lumpuh,ada yang demam,karena sakit dan penyiksaan yang dilakukan oleh para pemberontak kejam tersebut.
Melihat keadaan yang terjadi tersebut, membuat para anggota Sapta Wiguna tergerak untuk ikut melakukan perlawanan terhadap para pemberontak,yang ternyata dipimpin oleh Adipati Wirasaba(Adipati bawahan bagian Wuluhpeto)dan para pendukungnya.Tetapi,mereka harus terlebih dahulu merundingkan hal tersebut dengan guru mereka, Kyai Syaman Al-Yawani.Mereka sepakat,akan menamai perundingan tersebut dengan nama Al-Awwallun.
Malam hari Rabu sebelum sholat isya, Sartowitno mengutarakan hal tersebut kepada Kyai Syaman, apakah sang Kyai menyetujuinya dan dapat ikut atau tidak,dalam perundingan yang akan dilaksanakan bakda isya tersebut.Kyai Syaman pun menyetujui musyawarah/perundingan yang akan dilaksanakan bakda isya tersebut,dan akan mengikutinya.