Chereads / Summoning Erebea / Chapter 3 - Chapter 2

Chapter 3 - Chapter 2

Gedung Kementerian luar negeri Departemen ke satu, Esthirant, Kekaisaran Parpaldia.

6 Greguary, 1639.

1324.

Di kantor kementrian luar negeri cabang departemen pertama, terlihat dua wanita yang menatap satu sama lain dengan pandangan netral, di depan mereka ada teh yang masih mengepul. Mereka adalah Selina dan Remille, masing-masing mewakili negara mereka masing-masing.

Mereka terus memandang satu sama lain selama sepuluh menit penuh, sebelum akhirnya Remille mengalah dan menjadi yang pertama untuk bicara.

"Kalau begitu, mari kita ulangi perkenalannya, nama ku adalah Remille, calon istri Kaisar Ludius." Ucap Remille.

"Salam kenal, Nyonya Remille, saya adalah Selina Lunaria Selachimorpha, penerus tunggal keluarga Lunaria." Ujar Selina sambil tersenyum.

"Kalau begitu, kita lompati saja basa basi nya... Kalian ini negara Boneka Mu, kan? Tidak mungkin negara di luar Wilayah Beradab akan semaju ini dalam satu malam, sangat sulit untuk dipercaya." Ujar Remille, Lagi-lagi sangat blak-blakan.

"Ahaha, saya setuju... Republik Erebea bukan berasal dari dunia ini.... Kami secara misterius di transfer ke dunia ini saat malam tahun baru." Ujar Selina memulai kisah negara mereka.

".... Kamu berharap aku mempercayai kisah yang bahkan anak-anak saja belum tentu percaya?" Remille memandang Selina dengan tatapan heran.

"Aku tahu ini sangat sulit untuk mempercayai kisah kami, namun beginilah kenyataannya, kami bukan lagi di rumah kami dan kami membutuhkan negara lain untuk bertahan hidup." Ujar Selina, mencoba terlihat putus asa di depan Remille agar menarik perhatian nya.

"Jadi, kalian langsung mendatangi kami? Negara terkuat di wilayah peradaban ketiga?" Tanya Remille terkesan.

"Tentu saja, setelah kami mengetahui keberadaan dan eksistensi negara anda dari Kerajaan Fenn, kami sesegera mungkin mendatangi kalian untuk bertamu ke 'tetangga' baru." Ujar Selina.

"Bagus juga kalian punya tata krama dan tahu siapa yang kuat disini, baiklah kami bisa membuka hubungan diplomatik dengan kalian, normalnya kami tidak akan, namun nampaknya kalian akan berguna untuk kami." Ujar Remille dengan nada layaknya bangsawan.

"Saya sangat berterimakasih, kalau begitu, terimalah hadiah yang sudah disiapkan oleh negara kami." Selina langsung mengeluarkan dua kotak dari tas nya, jangan tanya kenapa bisa muat.

"Yang ini untuk diberikan kepada Yang Mulia Kaisar Ludius, sedangkan yang ini khusus untuk anda, Nyonya Remille." Ujar Selina menyerahkan dua kota tersebut.

"Bagaimana kamu tahu kalau seorang wanita yang akan menjadi lawan bicara mu?" Selina tertawa.

"Tentu saja insting wanita." Mereka berdua tertawa akan hal itu, insting wanita itu selalu akurat walau beda dunia.

Remille pun memutuskan untuk membuka hadiah untuk dirinya dan terkesan saat melihat beberapa batu magis yang memiliki kualitas sangat tinggi dan yang paling menarik perhatiannya adalah semacam botol yang terbuat dari plastik.

"Ini apa?" Tanya Remille sambil mengambil botol tersebut.

"Ahh, itu adalah sampo perempuan, sangatlah populer di kalangan gadis muda di Negara kami, anda bisa melihat secara langsung hasilnya." Ujar Selina sambil mengelus rambutnya yang panjang.

Remille lagi-lagi terkesan akan sampel produk dari negara bernama Erebea ini, nampaknya dia baru saja jatuh ke dalam perangkap marketing....

"Jadi uhh, kami juga ingin membuka hubungan perdagangan dengan kalian, ini bahan yang ingin kami ekspor ke kalian, silahkan di baca dulu." Ujar Selina sambil memberikan beberapa kertas.

Remille menaruh botol sampo tadi dan mengambil kertas yang diberikan Selina, lalu membaca nya dengan seksama.

"Hmm kalian memproduksi Batu Magis yah... Dan apa ini, Mithril? Kalian pasti sangat kaya." Ujar Remille kembali terkesan.

"Yap! Tambang Mithril adalah salah satu pemasukan utama kami dan sekarang karena kami tidak ada di dunia lama kami, kami kehilangan pembeli tetap kami... Akan sangat bagus jika ada yang membeli mereka." Remille menganggukkan kepalanya paham, Mithril adalah salah satu tambang paling langka di dunia, bahkan di dunia ini hanya ada dua saja, dan keduanya berada di Mirishial yang sudah pasti di monopoli oleh para badut Elf itu.

Mithril sangat bagus untuk konduktor energi magis dan juga perisai untuk serangan berbasis magis, karena Mithril ini dia menyerap energi magis dan malah memperkuat nya, bahkan Mithril dapat meregenerasi dengan sendirinya jika mengalami kerusakan, itulah spesialnya Mithril.

"Kalian pasti adalah Superpower, sudah tercermin dari sumber daya alam dan juga armada kapal perang kalian yang ada di Pelabuhan... Jujur, Nona Selina penawaran ini sangat menggiurkan, namun apa yang kalian inginkan dari kami?" Tanya Remille.

"Tentu saja kami ingin mengimpor bahan makanan dan juga Minyak dari kalian, tentu kami akan memberi kalian sedikit diskon untuk produk kami." Ujar Selina.

"Hmm... Soal pangan kami kurang bisa membantu, karena kami saja mendapatkan makanan dari wilayah jajahan kami dan itupun kadang kurang untuk mencukupi penduduk kami, tapi kalau soal ternak, itu kami masih bisa bantu. Kami dapat mengirim kurang lebih 30 Ton Sapi dan Kambing ke negara kalian, fasilitas kami cukup memadai untuk hal itu." Ujar Remille.

"Begitu... Baiklah, bagaimana soal harga?" Lalu mereka berdua pun membahas harga, menyepakati harga dan jumlah barang yang dibeli serta perjanjian lainnya yang kelak akan membuat Parpaldia menjadi Negara yang bersinar di masa depan.

Setelah rapat, yaitu sekitar jam 7 malam, Remille mengundang Selina untuk ke Istana Paradis untuk melaksanakan makan bersama dan bertemu dengan Kaisar Ludius, Selina kembali setuju dan setelah mereka selesai membicarakan perjanjian dagang di antara kedua belah pihak, mereka langsung berangkat menggunakan kereta kuda dengan dikawal oleh dua Humvee milik Marinir Erebea.

Selang beberapa saat, mereka akhirnya tiba di Istana Paradis dengan Remille dan Selina memasuki Istana tanpa pengawalan, Hanson dan Marinir Erebea hanya bisa tepuk dada saja.

Selina melihat sekeliling dan terkesan, rasanya seperti di rumah.

"Istana ini cukup mirip dengan Rumah ku, walaupun begitu tempat ini lebih mewah tentunya." Komen Selina..

"Mirip dengan rumah mu, huh... Bagaimana dengan Ibukota kalian?" Tanya Remille..

"Ahh, Ereberium, benar-benar kota yang indah, aku punya fotonya disini." Selina mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto dari Ereberium.

Remille sekali lagi harus terkesan dan kagum akan perangkat teknologi yang baru saja dikeluarkan oleh Selina, sekarang dia paham betapa berbedanya kedua negara mereka dan Remille bertekad untuk mengejar ketertinggalan Kekaisaran Parpaldia.

Mereka pun sampai di ruang makan dan sudah ada Kaisar Ludius yang menunggu bersama perwakilan dari Militer Parpaldia, Jenderal Arde.

"Akhirnya kau tiba juga, Remille, dan nampaknya kau mengajak seseorang." Ujar Kaisar Ludius.

"Benar, Yang Mulia... Dia adalah diplomat dari Republik Erebea, pemilik armada kapal baja yang berada di Pelabuhan kita saat ini." Ucap Remille memperkenalkan Selina.

Ludius dan Arde nampak terkejut, lalu Ludius menyambut Selina dengan ramah.

"Kalau begitu, selamat datang tetangga baru, aku sudah mendapat laporannya dengan detail tentang kalian dari Remille, dan aman untuk berkata... Aku sangat tertarik dengan Negara kalian." Ujar Ludius.

"Terimakasih atas pujiannya, Yang Mulia." Mereka berdua pun diperbolehkan duduk dan memulai menyantap hidangan yang sudah disiapkan.

Arde pun membuka pembicaraan.

"Nyonya Selina, apakah kalian semacam superpower dari.... Dunia asal kalian? Maaf, ini sedikit aneh untuk ditanyakan." Ujar Arde.

"Tidak apa-apa, Jenderal... Tapi benar, kami adalah satu-satunya negara Superpower yang tersisa di dunia lama kami setelah perang global yang menghancurkan banyak sekali negara." Ujar Selina dengan suram.

"Perang global... Jadi seluruh negara di dunia ikut terlibat dalam peperangan itu?" Tanya Ludius yang dibalas anggukan kepala oleh Selina.

"Pasti kalian mempunyai militer yang kuat jika dapat bertahan sampai akhir seperti itu." Ucap Arde.

"Ya, kami memiliki militer yang cukup kuat... Oh iya, Kaisar Ludius, senjata standar militer kalian masih Musket, bukan?" Tanya Selina.

"Benar, tapi kami sudah mulai melakukan riset untuk senjata yang mirip dengan senapan standar dari negara Superpower terkuat kedua di Dunia ini, Negara Mu. Senjata itu berupa senapan bolt-action." Balas Ludius.

"Bolt-action... Menarik, mungkin negara kami dapat membantu kalian untuk mengembangkan senjata sejenis itu." Ujar Selina sambil mengetik sesuatu di ponselnya.

"Hoh? Kalian tidak menerapkan pembatasan pada riset persenjataan maupun penjualan persenjataan?" Pertanyaan Arde disambut gelengan kepala oleh Selina.

"Tidak, kami tahu yang kalian inginkan dari kami, kami akan memberikan nya dengan syarat." Ujar Selina.

"Syarat apa itu? Kau tidak memasukkan nya dalam pembicaraan kita." Ucap Remille sedikit kesal.

"Maaf Nyonya Remille, namun lebih enak jika langsung mengatakannya ke Pemimpin kalian dan juga militer kalian, lebih mudah untuk membuat keputusan." Balas Selina.

"Baiklah, apa syaratnya? Asalkan masih bisa dimaklumi, akan kami dengarkan, tapi kami juga punya permintaan tersendiri." Ujar Ludius.

"Bagus... Syarat pertama adalah, kalian sudah meninggalkan sistem perbudakan, kan?" Ketiga orang tersebut menganggukkan kepala mereka, walau Arde sedikit ragu.

"Uhh... Belum semua meninggalkan tradisi itu." Ujar Arde dengan canggung.

Ludius dan Remille nampak terkejut.

"Tunggu, apa maksudmu? Ada seseorang yang berani melanggar perintah mutlak ku dibelakang ku?! Tidak dapat dimaafkan, Nyonya Selina, hal ini akan aku urus setelah pertemuan kita." Ujar Ludius dengan serius, dia bukan marah karena perbudakan belum sepenuhnya terhapus, namun karena ada seseorang yang berani melanggar perintah mutlaknya.

"Dapat dimaklumi, bahkan di dunia kami juga pernah terjadi kejadian seperti ini dan pemerintah kami dapat mengabaikan insiden tersebut... Kedua, kami ingin membangun Gedung kedutaan Republik Erebea di Esthirant beserta barak untuk Marinir kami yang menjaga kedutaan tersebut." Ujar Selina.

"Syarat itu dapat kami terima."

"Bagus... Syarat ketiga adalah, kami ingin membuat pakta non-agresi dengan kalian, dan juga membuka pelabuhan kalian untuk kapal kami agar dapat bersandar untuk beristirahat, bagaimana? Dapat diterima?" Mereka bertiga memandang satu sama lain dengan tatapan yang sulit untuk dicerna, namun Selina tahu permintaan negaranya pasti akan diterima.

"Untuk pakta non-agresi kami setuju... Tapi untuk membuka pelabuhan untuk kapal perang kalian... Bagaimana yah, kami sudah melakukannya untuk negara lain, yaitu Kekaisaran Suci Mirishial." Ujar Arde sambil menggaruk kepalanya.

"Oya? Kenapa kalau ada mereka? Aku tidak ada melihat kapal baja satupun selain milik kami, dan lagi... Bukannya kalian tidak mendapatkan apapun dari kapal perang mereka yang berlabuh, kan? Hanya mendapatkan rasa insecure dan juga iri di dalam hati... Kalau kalian membuka pelabuhan itu untuk kapal perang kami, dan hubungan kita semakin dekat, negara kami pasti mau memberikan kapal perang baja seperti milik Mirishial ini, walaupun saya belum tahu, kualitas kami selalu yang terbaik." Ujar Selina, sedikit arogan.

Mereka pun memikirkan nya lebih dalam... Memang sudah tiga tahunan lebih mereka mempunyai pelabuhan yang diperbesar untuk Kapal perang Mirishial, tapi mereka tidak memberikan imbalan apapun untuk itu hanya 'kehormatan' untuk melihat kapal perang 'canggih' mereka yang semua orang masih ragu akan performanya. Ludius memutuskan jawabannya.

"Awalnya kau mengambil perhatianku, namun sekarang kau baru saja mendapatkan perhatian penuh dari kami."

Dan pada malam itu juga, Perjanjian Paradis ditandatangani oleh perwakilan Kekaisaran Parpaldia dan Republik Erebea. Perjanjian ini efektif pada keesokan harinya, dengan sekitar dua kapal kargo dari Republik Erebea tiba di pesisir Parpaldia dengan dikawal oleh Skuadron kapal perang Parpaldia yang sedang berpatroli, kapal kargo yang besar ini membawa barang untuk membangun gedung kedutaan besar Republik Erebea di Esthirant.

Duta Besar Erebea untuk Parpaldia sudah ditunjuk, yaitu Putri Selina itu sendiri yang menjadi duta besarnya dan menetap di Esthirant di Mansion milik Remille, sedangkan Armada Ekspedisi Erebea berangkat menuju Qua-Toyne dengan diplomat baru akan dikirim menggunakan MC-130.

Tanggal 7 Greguary, 1639.

0433.

Satu unit MC-130J, pesawat kargo lawas milik Angkatan Udara Republik Erebea nampak terbang dengan ketinggian 10.000 meter, dengan dua unit F/AM-18E Super Hornet dari RES Tachyon nampak mengawal pesawat kargo yang membawa diplomat Erebea.

Pesawat kargo ini bertenaga listrik dan juga magis, jika bahan bakar konvensional habis maka bahan bakar dari batu magis murni yang ditambang di Darevatum akan aktif dan membuat jarak jelajah pesawat ini sangat jauh, kurang lebih 6.000KM lebih, angka yang cukup fantastis memang. Hal yang sama berlaku kepada dua unit Super Hornet yang tengah mengawal MC-130J, mereka memiliki jarak jelajah dengan membawa persenjataan lengkap sekitar 4.000KM, itu sudah dihitung penggunaan bahan bakar konvensional maupun magis.

Saat ini, diplomat Erebea yang baru adalah seorang manusia berkelamin pria dengan rambut hitam yang disapu kebelakang, memakai setelah jas hitam dan memakai kacamata, beliau bernama Albert Bossuet, berumur 29 tahun dan berasal dari Wilayah Hauts-de-Erebea Timur laut. Dia saat ini sedang mengecek ulang barang bawaannya dari tas, laptop, dokumen yang akan dipakai untuk melakukan negosiasi dan juga barang-barang kesehariannya.

Disamping nya ada seorang pria berumur 30an, memakai balaclava dan headgear berwarna hitam. Dia memakai seragam militer berwarna hitam Onyx, memakai rompi anti peluru yang terlihat cukup berat dan juga membawa senapan serbu AR-92, senapan serbu standar Angkatan Darat Republik Erebea.

(AR-92)

"Mayor Ahmad Safar, maaf jika saya harus menyusahkan anda." Ujar Albert dengan malu. 

"Tidak apa-apa, tidak semua orang bisa melakukan lompatan HALO apalagi seseorang yang bukan profesional seperti mu, jadi andalkan saja aku untuk misi ini." Ujar sang Pria yang berasal dari Khemsanu ini.

"Tapi... Anda bukannya dari Unit SCAR? Bukannya kalian memiliki tugas yang lebih penting daripada mengawal diplomat?" Tanya Albert lagi, merasa tidak enak.

"Sudah aku bilang, tidak apa-apa, lagipula... Orang gila mana yang mau terjun payung pada pagi hari yang mana matahari belum muncul dan tepat di atas Kapal Induk yang bergerak? Hanya kami dari Komunitas Pasukan Khusus yang punya nyali dan pelatihan untuk melakukan hal itu." Ujar Ahmad dengan bangga.

"Uhggg, kalian SCAR memang gila." Ungkap Albert.

Ahmad lanjut tertawa hingga akhirnya sang Jumpmaster mendekati mereka.

"Mayor! Tiga menit dari target! RES Gregory berlayar dengan kecepatan 15 knot." Lapor sang Jumpmaster.

"Baiklah, ayo Pak Albert." Ahmad berdiri dan memeriksa parasutnya.

Sang Jumpmaster langsung mengikat Albert dengan Ahmad, lalu tiga menit pun berlalu dan pintu belakang pesawat kargo yang ditumpangi terbuka, angin dingin pagi langsung menusuk ke dalam kulit Albert yang merasa ini adalah kesalahan dan mulai menyesal.

"Oh tidak... Aku merasa ini adalah kesalahan..." Albert berkata sambil ketakutan.

"Okay! Ayo!" Ahmad langsung berlari dan melompat dari pesawat kargo setelah lampu merah berganti menjadi hijau, Albert berteriak ketakutan saat Ahmad melakukan pergerakan tiba-tiba seperti tadi.

"Aaahhhh!!! Mama!!"

"Woohooo!!!"

Ahmad dapat melihat lampu cahaya dari RES Gregory dan dari kapal-kapal di Armada ekspedisi ini, dan setelah menyesuaikan ketinggian dan posisi yang tepat, Ahmad pun mengeluarkan parasutnya yang membuat kecepatan mereka secara signifikan mengurang. Dan dengan sangat hati-hati, Ahmad dan Albert berhasil mendarat di atas dek RES Gregory yang sengaja dikosongkan agar bisa untuk mendarat. Mereka berdua langsung dikerumuni para kru yang merekam dan petugas medis.

Laksamana Thames yang melihat hal tersebut hanya geleng-geleng kepala saja saat melihat kegilaan hal itu, tidak setiap hari kalian bisa melihat seseorang melakukan terjun payung ke kapal Induk, jam empat pagi.

Dengan sampainya diplomat baru Erebea, Armada Ekspedisi Erebea pun langsung tancap menuju ke Qua-Toyne.

Di atas Kerajaan Louria.

Dua HSST dan satu MC-130J terbang dan mengobservasi wilayah baru ini dengan teliti, mereka ditugaskan untuk mencari tahu tingkat teknologi negara-negara di Benua ini, dan sejauh ini, belum ada yang menarik perhatian mereka sama sekali... Lalu salah satu Operator di HSST nampak terkejut saat melihat sesuatu di monitor nya, dia adalah seorang Demi-Sapien Ular yang lebih dikenal Lamia.

"Oh demi Para Dewa... Kapten! Anda harus melihat ini!" Seru sang Lamia secara tiba-tiba, mengejutkan operator lain dari HSST tersebut.

Sang Kapten langsung mendatangi Operator Lamia tersebut.

"Ada apa?"

"Pak... Lihat tampilan ini." Sanb Kapten lantas melihat kearah Monitor sang Lamia dan betapa syoknya sang Kapten.

Di sana, terdapat tampilan tumpukan mayat, bukan mayat manusia melainkan manusia setengah monster/binatang, cara mereka dibunuh sangatlah keji dan tidak berperasaan sama sekali, apalagi masih ada mayat yang diperkosa nampaknya jika di zoom lebih dekat. Sang Kapten bergetar menahan amarah.

"Bagaimana bisa ada manusia sekeji ini? Bahkan para Revolusioner saat Perang Sipil dulu tidak sekejam ini... Rekam semua ini dan segera kirim ke Komandan, kita akan lanjutkan melakukan spionase di tempat terkutuk ini." Ujar sang Kapten dengan marah.

Rekaman dari HSST tersebut langsung dikirim ke Stasiun Luar Angkasa Khonsu dan dari sana langsung dikirim ke Istana Alfheim, tepat saat para pemerintah melaksanakan rapat darurat.

Istana Alfheim, Ibukota Ereberium, Republik Erebea.

0530.

"Jadi gitu pak, akan lebih baik jika kita memulai kembali Proyek Nuklir kita, hanya untuk jaga-jaga saja." Ujar Menhan Luther.

"Lawakan mu sangatlah jelek, Luther... Namun aku harus setuju atas saran mu itu, bagaimana menurut kalian?" Tanya Zahur kepada peserta rapat lainnya.

"Menurut saya itu hal yang cukup bodoh, kita pindah ke sini saja sudah bisa membahayakan penduduk pribumi karena patogen yang tidak dikenali, apalagi melakukan pengeboman Nuklir terhadap mereka, menurut saja ini keputusan yang kurang bijak." Ucap seorang Lamia betina yang berprofesi sebagai Menteri Kesehatan.

"Tapi menurut saya itu keputusan yang cukup bijak, dengan adanya nuklir maka itu akan menjadi senjata deterensi kita terhadap pribumi, Orang-orang tidak akan meremehkan kita di dunia ini." Balas Luther sengit.

"Izin interupsi, Pak Presiden... Tapi menurut saya ini bisa menjadi pedang bermata dua... Pertama, pak, apakah mereka tahu Nuklir itu apa? Dan lagi, kebanyakan negara-negara abad kegelapan mempunyai kepala negara yang sangat keras kepala dan tidak mudah percaya omongan orang apalagi kita yang seorang pendatang asing, bisa saja mereka menganggap kita berbohong dan video yang ditunjukkan hanya di anggap sebagai sihir ilusi belaka." Ujar seorang Pria paruh baya dari sisi Mendikbud.

"Tch, dibilang salah juga tidak." Gerutu Luther.

Lalu Ketua DPR Erebea mengangkat tangannya.

"Kenapa kita tidak membatasinya saja? Berapa total Nuklir yang kita punya saat ini? Yang aktif dan memang masih bisa digunakan, bukan rongsokan yang ada di gudang penyimpanan." Tanya sang Ketua DPR.

"Kurang lebih 200 hulu ledak nuklir, mayoritas Nuklir kita dulu diberikan ke sekutu kita untuk menghalau serangan Kekaisaran Anzeel maupun Koalisi Slavik, tidak menghitung dengan Nuklir yang berada di RED SHIFT yang saat ini sedang dibongkar oleh tim khusus dari divisi CBRN Angkatan Darat, itu saja membutuhkan waktu paling sebentar delapan bulan." Lapor Jenderal Alex.

"Kalau begitu, kenapa tidak kita batasi sampai 350 Nuklir saja? Lagipula, Nuklir kita dapat menyebabkan Badai magis yang sangat mematikan jika digunakan terus menerus dan dapat merusak ekosistem dari planet ini, lihat saja bekas Koloni Kekaisaran Anzeel di Benua Sahara, semua monster lokal di sana berubah menjadi lebih ganas daripada aslinya." Ujar sang Ketua DPR dengan bijak.

Semua orang nampak memikirkan hal tersebut dan secara logika hal itu sangatlah bijak, rasanya tidak etis untuk menghancurkan planet orang lain, apalagi mereka pendatang baru di dunia ini. Zahur menganggukkan kepalanya pertanda setuju.

"Baiklah kita lanjut ke pembahasan yang lain... Jika SEANDAINYA terjadi perang, apakah kita masih mengikuti Konvensi Liverpool?" Tanya Zahur.

"Tentu saja tidak, perjanjian itu hanya ada di atas kertas, dunia ini nampaknya tidak mempunyai organisasi skala global sejauh informasi yang kita punya, dan lagi... Siapa yang mau melarang kita?" Ucap Luther dengan beringas.

Semua orang dari Militer nampak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Luther dan akhirnya mereka dapat melakukan tugas mereka tanpa sanksi aneh.

"Tapi walaupun begitu, ada beberapa aturan yang harus kita ikuti, ketahuilah bahwa setiap tindakan itu ada akibatnya, baik dalam waktu dekat maupun panjang... Dan lagi, kita bukan dewa yang dapat menentukan nasib seseorang, biarkanlah mereka mengatasi itu dengan Tuhan... Tapi untuk mengirim mereka ke DIA adalah tugas kita." Ujar Menkumham dengan nada datar dan tegas.

Lagi-lagi Menteri Menkumham membuat orang-orang di rapat kagum, beliau ini adalah sosok Demi-Sapien Burung hantu yang terkenal sangat bijak dan berwawasan luas, pantas saja dia menjadi Menteri hukum dan HAM.

"Saya setuju dengan Bapak Menkumham, nah tentang aturan perang, aku ingin membahas-" Tiba-tiba Zahur di interupsi oleh KASAA Laksamana Argenta tiba-tiba berdiri.

"Buk Argenta, ada apa?" Tanya Zahur sedikit kesal.

"Maaf, Pak Presiden... Tapi kalian semua harus melihat ini." Argenta sesegera mungkin menuju sistem proyektor dan menyambungkan nya dengan ponselnya.

Setelah diutak-atik sedikit, muncul sebuah layar berwarna biru dengan bendera Republik Erebea dan beberapa saat kemudian berganti ke video rekaman dari langit yang menunjukkan suatu pemandangan yang sangat tidak mengenakkan untuk dilihat, tumpukan mayat manusia setengah hewan/monster ditumpuk dan ada yang di salib.

Semua Demi-Sapien dan juga Manusia yang hadir terlihat sangat syok dan marah saat melihat kejadian naas tersebut, rasanya seperti kembali ke Abad Kegelapan, namun dengan steroid. Jenderal Alex nampak ingin meraung saat kamera di zoom mendekati tumpukan mayat yang nampaknya adalah Demi-Sapien Singa.

"Siapa mereka?! Beritahu padaku?!" Raung Alex yang langsung membuat ajudannya memegang bahunya.

"Tidak diketahui, tapi kami menemukannya berada di Benua yang sana dengan Negara yang akan kita buka hubungan, Qua-Toyne. Dan dari Peta yang kita dapatkan dari Kerajaan Fenn dan juga data yang baru dikirim dari Putri Selina, negara yang melakukan ini bernama Kerajaan Louria. Dikatakan rumornya mereka sangat, sangat, sangat membenci Demi-Sapien dan inilah tindakan yang mereka lakukan pada.... Demi-Sapien." Ujar Argenta dengan suram.

Semua orang di ruang rapat Nampak terdiam, masih tidak percaya kalau ada orang-orang yang sekejam itu bahkan sampai berani melakukan pembantaian massal seperti, ini membuat mereka akan tindakan Kekaisaran Anzeel.

Zahur mengetukkan jari telunjuknya di meja berkali-kali, pertanda dia gugup dan khawatir. Negara yang nampaknya dan pasti agresif ada dekat dengan mereka, ini akan sangat menyulitkan.

"Nampaknya kita harus mencoret mereka dari list Negara yang harus kita kunjungi." Komen Menlu dengan tatapan marah.

"Setuju... Baiklah, hadirin sekalian, saya tidak ingin membuat kepanikan massal dan membuang-buang sumber daya yang sangat berharga, namun kita tidak dapat membiarkan hal yang seperti ini terus menjalar... Jenderal Alex, aktifkan secara penuh Divisi Kedua dan Divisi Keempat, juga persiapkan Batalyon Lapis Baja kedua dan Batalyon artileri ketiga. Laksamana Cetacea, persiapkan Battlegroup Phobos dan juga Battlegroup Tyrant untuk jaga-jaga, pak Delmuth... Siapkan Skuadron pengebom Taktis di Provinsi Agrares." Perintah Zahur.

"Siap, laksanakan!"

"Bagaimana, aku dapat izin dari kalian bukan?" Semua perwakilan DPR Erebea dan menteri lainnya menganggukkan kepala mereka, mereka tidak butuh negara rasis dan xenophobic sebagai tetangga.

"Baiklah, waktunya beraksi!"

TBC.